Under Cherry Blossom Tree / Chapter-03 (Hari Ketiga)

335 6 0
                                    

Sinar matahari yang menembus jendela kelas, memantul ke arah Hihara-sensei yang sedang memperagakan seorang Beethoven yang memaikan piano. Tampak begitu mengesankan, membuat semua anak kelas ini terkagum-kagum. Jemarinya menari, seakan menyentuh nuts piano sunguhan. Suaranya keluar dari gumamannya. Fur Elise, ya aku tau itu. Sebuah karya indah oleh composer favoritku, Ludwing van Beethoven. Tapi mata ini tak bisa diajak kompromi, benar-benar berat untuk membukanya. Mungkin karena semalam aku tidur terlalu larut. Semakin lama, kelopak mata ini semakin berat saja, dan pengelihatanku menjadi gelap.

Tersadar, aku telah duduk di bangku penonton paling depan di sebuah concert hall. Di atas panggung telah duduk seseorang yang sedang memainkan piano. Namun nada itu tak bisa aku dengar. Tepuk tangan terdengar ketika pianist itu berdiri dan memberi salam. Dari mana asal tepuk tengan ini? Dan mengapa nada itu tak terdengar olehku? Tiba-tiba Pianist itu sudah ada di hadapanku. Namun seseorang menepuk pundakku, dan apa? Ternyata aku tertidur di kelas. Hihara-sensei berdiri di hadapanku. Sambil tersenyum beliau berkata, “Sebaiknya, kau pergi keluar dan cuci mukalah.”

“Ba-baik, Sensei.” Ucapku dan berlari ke luar kelas.

Benar-benar malu sekali, bodohnya aku sampai tertidur di pelajaran Hihara-sensei. Memang di kelas beliau tidak akan marah, tapi nanti di luar itu akan melontarkan senyuman sisnisnya padaku. Tapi sudahlah, mungkin ini takdir. Terkadang aku putus asa untuk membuat Hihara-sensei tidak marah terhadapku.

Aku terus berjalan menuju toilet, nampaknya tak ada orang. Ketika aku membuka keran, terdengar bell istirahat. Sepertinya tadi aku memang tertidur pulas. Pantas, Hihara-sensei sepertinya marah. Setelah mencuci muka, aku langsung pergi ke cafeteria untuk membeli pencuci mulut dari bento makan siang yang aku bawa. Terus berjalan melewati koridor yang jarang dilewati warga sekolah, karena kebanyakan mereka memilih jalan lain yang labih dekat. Tepat di samping koridor ini adalah dua Pohon sakura yang dikelilingi oleh pagar tanaman, tempat ini memang cocok sekali untuk persembunyian karena jarang dilewati orang-orang. Pantas Renge-kun bersembunyi di sini. Munginkah dia sedang tertidur di balik pohon itu? Sepertinya tidak ada. Padahal aku ingin menemuinya hari ini.

Setelah membeli dua puding, sebenarnya satu lagi untuk Renge-kun, aku segera kembali ke kelas. Kelihatannya sebagian anak kelas makan bento di sini. Ingin bergabung, tapi sebaiknya aku menemui Renge-kun.

“Tsuki-chan! Mau bergabung?” tanya Ami-chan yang sedang bersiap makan.

“Maaf, tapi aku harus latihan.” Jawabku sambil membawa violincase dan obento.

“Tak apa. Aku mengerti. Semangat ya!”

“Terimakasih, Ami-chan.” Ucapku sambil keluar kelas.

Ketika tak ada orang yang melihat aku langsung masuk ke ruang musik. Namun ada hal yang mengejutkan, Fur Elise dari Beethoven menyambutku. Ada seseorang yang sambil berdiri memainkan piano di ruangan ini. Tak begitu keras tapi aku tau nada-nada itu.

“Beethoven!?” ucapku yang sebenaranya terkejut. “Renge-kun?”

“Hei, kenapa kau memanggilku dengan nama itu lagi.” Ucapnya yang memasang wajah kesal.

“Umm, maaf tapi itu Fur Elise?”

“Ahaha, sebenarnya aku tidak tau namanya.”ucap Renge-kun yang berjalan ke arahku. “Hei, kenapa kau diam?”

Dia menepuk kepalaku, tubuhnya membukuk sehingga mataku tepat menatap wajahnya yang begitu dekat. Aku hanya menahan nafasku ketika melihatnya. Rasanya benar-benar malu. Debaran jantungku begitu cepat ketika melihat matanya. Kami pun saling memandang. Karena bingung harus berkata apa, aku langsung menunduk. Aku pun teringat dengan obento yang aku buatkan untuk Renge-kun.

“Aku, aku membawakan bento untuk Kira-san.” Ucapku untuk memecahkan keheningan ini. “Sebaiknya kita cepat makan karena waktu istirahat sudah hampir habis.”

Aku berjalan mencari tempat duduk di dekat jendela, entahlah tapi aku sangat malu. Sebenarnya aku jadi salah tingkah karena itu. Obento pun aku persiapkan.  Kulihat Renge-kun diam, apa yang terjadi dengannya? Terlihat tangannya yang memegangi dadanya. Kemudian dia membalikan badannya.

“Baiklah.” Ucapnya sambil berjalan ke arah kursi yang sudah aku persiapkan untuknya.

“Ini, untuk mu.” Ucapku sambil memberikan bento.

Renge-kun lagi-lagi menatapku, dan tersenyum. “Ini buatan mu?” sambil melihat tempura di tumpukan telur dadar.

“Ya, sebenarnya ini pertama kalinya aku memasak tempura.”

“Hei, kelihatannya lezat sekali. Itadakimasu!”

“Itadakimasu.”

Kami berdua makan bento berdua, jujur saja ini pertamakalinya bagiku. Orang ini, membuatku belajar memasak. Bukankah itu aneh. Aku bertingkah aneh karena orang aneh.

“Umm.. Kira-san.”

“Ya?”

“Kau belajar dari mana bisa memainkan Fur Elise?”

“Aku belajar itu dari temanku, sekarang dia sekarang belajar piano di Paris.”

“Benarkah? Dia pasti akan seorang pianist yang hebat?”

“Mungkin.” Ucap dia sambil melahap tempura. “Tunggu!”

“Kenapa?”

“Apa kau sunguh percaya?”

“Jadi kau bohong?”

“Hahaha, anak aneh. Apa kau pikir seorang sepertiku mengenal seorang seperti itu?”

“Dasar.” Ucapku sambil melihat Renge-kun yang tertawa.

Angin menerbangkan kelopak sakura dari dua pohon yang di luar sana ke ruangan ini, masuk melalu jendela yang telah dibuka lebar. Salah satunya jatuh di kepalaku. Ketika aku hendak mengambilnya, tangan Renge-kun telah mengambilnya terlebih dahulu.

“Kau datang karena nona Haru ada bukan? Tapi untuk kali ini, biarkan aku bersamanya untuk beberapa hari ini.” Ucapnya sambil berdiri. Kemudian dia menyimpan sakura itu di atas semak melalu jendela. Dan jendela itu ditutup olehnya.

Seorang lelaki yang begitu lembut dengan kelopak sakura, ini pertama kalinya aku melihat orang seperti itu. Aku tidak percaya. Dan membuatku tertegun. Namun dia melihatku dan tersenyum. Itu membuatku menyadari bahwa dia ada. Bahakan dia sedang bersamaku saat ini. Itu benar.

“Apa Kira-san menyukai sakura?” tanyaku.

“Ya.”  Jawabnya yang lagi-lagi sambil tersenyum.

Under  Cherry Blossom TreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang