Part 5 menjadi keluarga yang mandiri

418 7 4
                                    

Warning
****
Banyak typo bertebaran dan kalimat ejaan yang masih berantakan ,mohon pengertiannya.
vote & komen , baik itu kritik ataupun masukan untuk saya .
Thanks :D

Happy Reading

****

Tiyah sedang mengemasi pakaian serta barang apa saja yang cukup untuk di bawa ke rumah kontrakan yang akan menjadi tempat tinggal Hasan dan Tiyah.

Hasan dan Tiyah memutuskan untuk hidup mandiri Dengan menyewa sebuah rumah kontrakan tidak jauh dari rumah orang tua Hasan .
Bukan karena apa-apa, melainkan Tiyah tidak ingin terus-menerus merepotkan mertuanya. Belum lagi selalu saja Tiyah sering mendapatkan masalah dengan ibu mertuanya. Karena perbedaan pendapat dalam berbagai hal, Tiyah selalu disalahkan atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
Tiyah hanya bisa pasrah dan memaklumi tabiat ibu mertuanya yang kadang pelupa itu.

Tiyah mengembuskan nafas dengan keras, mencoba bersabar dengan semuanya.
Ia harus segera membicarakan hal ini dengan Hasan, agar lebih cepat untuk pindah dari rumah ini.

Tiyah sedang duduk di teras depan rumah sambil bersantai dan bercakap-cakap dengan ayah mertuanya .
"Menikmati keindahan di sore hari ini sangatlah menyenangkan,"ucap Tiyah.

"Kamu benar nak Tiyah, bapak bersyukur sekali mendapatkan mantu seperti kamu."

"Bapak harap kamu dan Hasan bisa memberikan saya cucu segera. Saya sudah tua nak Tiyah, rasanya ingin sekali bisa menimang cucu seperti para orang tua lainnya."

Tiyah yang mendengar ucapan ayah mertuanya hanya bisa terdiam dan menunduk. Ia teringat perjanjiannya dengan Hasan kalau akan memiliki anak setelah dua tahun mereka melakukan pendekatan.

"Insyaallah Tiyah usahakan kalau kami akan memberikan cucu dengan segera tetapi tidak sekarang pa, karena semua itu butuh proses."

"Nak Tiyah kan sudah lama berpacaran dengan Hasan, tidak perlu menunggu lagi kan karena menurut bapak kalian berdua itu sudah sangat siap untuk memiliki seorang anak."

Oh Tuhan, apalagi ini . Bagaimana bisa aku sudah berpacaran dengan Hasan, sedangkan aku hanya sebatas mengenalnya ketika kami sama-sama PKL. Ada yang tidak beres disini , kenapa mas Hasan tidak Jujur kepada orang tuanya . Sekarang apa yang harus ku jawab, sambil terus berfikir apa yang akan Tiyah katakan selanjutnya.

"Maaf pa, bukannya Tiyah tidak mau memberikan cucu hanya saja Tiyah belum siap sekarang. Tiyah butuh waktu untuk belajar menjadi istri yang baik dan ibu untuk anakku nanti."

"Baiklah nak Tiyah, bapak tidak akan memaksakan. Mari nak Tiyah kita kedalam, hari sudah mulai malam. Hasan pasti akan pulang tengah malam lagi seperti biasa."

Tiyah segera masuk mengikuti sang ayah mertuanya, Tiyah jadi merindukan orang tuanya dikampung sana. rasanya Tiyah tidak tahan tinggal jauh dari orang tuanya.
Tinggal ditempat orang lain itu rasanya serba salah, apa saja yang kita lakukan akan selalu terlihat salah di mata ibu mertuanya.
Belum lagi Ari adiknya mas Hasan yang sering sekali membuat masalah .

Hasan POV

Capek sekali hari ini, sebagai anak tertua aku harus kerja banting tulang untuk bisa membantu mencukupi kebutuhan.
Memiliki tiga orang adik yang harus dibiayai sekolahnya.
Kadang aku merasa Tuhan tidak adil, tapi aku berusaha untuk menerima semua takdir yang diberikan oleh Tuhan.
Belum lagi ibu selalu meminta dibelikan barang yang menurutku tidak terlalu dibutuhkan, ibu malu katanya sama tetangga yang pada sukses .

Tepat pukul tiga dini hari, aku sampai dirumah. Aku memiliki dua pekerjaan yang berbeda, jika siang hari aku menjadi guru SD , maka sore hari hingga tengah malam aku akan bekerja menjadi scurity di Telkom. Apa boleh buat semuanya aku lakukan demi keluarga.

Saat aku memasuki kamar, aku melihat Tiyah yang sudah tertidur pulas di ranjang kasur.
Aku merasakan bersalah karena tidak memiliki banyak waktu untuk istriku Tiyah. Sebagai suami sudah menjadi kewajiban ku untuk menafkahi hidup kami.
Aku teringat permintaan Tiyah yang ingin segera pindah dari rumah orang tuaku. Aku tahu Tiyah pasti tidak merasa nyaman dengan keluarga ku terlebih lagi dengan ibu yang selalu menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Tiyah.
Aku hanya bisa menuruti permintaan Tiyah, karena aku tidak ingin terjadi pertengkaran keluarga yang biasanya kerap terjadi saat mertua dan menantu yang tinggal serumah.
Lebih baik aku tidur sekarang, karena besok aku harus berkemas untuk pindah kerumah kontrakan yang sudah aku sewa.

Keesokan harinya Tiyah dan Hasan sudah siap untuk segera pindah kerumah baru tempat yang akan menjadi tempat tinggal mereka.
Dengan dua koper baju dan peralatan dapur yang seadanya, Hasan dan Tiyah berpamitan kepada orangtuanya Hasan.

Ketika sampai dirumah yang akan menjadi tinggalnya, Tiyah hanya bisa tercengang karena rumah yang mereka tempati sangat tidak layak disebut sebuah rumah.
Rumah kayu yang sudah termakan usia yang terlihat sangat usang , disampingnya terdapat pohon yang sangat lebat dedaunnya. Persis sekali seperti rumah hantu.
Inikah rumah yang akan ditempatinya, Tiyah tidak bisa berfikir apa-apa lagi sekarang. Kenapa hidupnya harus sesulit ini.

Hasan melihat Tiyah yang terkejut dengan rumah yang akan ditinggalinya, hanya tersenyum pahit .

"Tiyah,untuk sementara kita tinggal disini, aku lagi usahain buat bikin rumah buat kita. Yang penting kamu selalu doain aku supaya rejeki ku bisa berlimpah banyak."

"Iya mas, bukan Masalah jika harus tinggal ditempat seperti ini."

Memangnya Tiyah bisa apa, menolak pun tidak bisa . Seperti ini kah rasanya menjadi hidup mandiri, semua harus dimulai dari bawah dan butuh proses untuk bisa mencapai tahap kesuksesan. Lalu sampai kapan Tiyah akan bertahan dengan semua ini. Ok ini baru permulaan Tiyah, masa kamu sudah nyerah.
Semoga saja aku dan mas Hasan bisa bertahan dengan keterbatasan hidup yang cukup dibilang sangat miskin. Miris sekali rasanya.

Tbc.....

****

Jangan lupa vote & komen yah :D

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sudden MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang