Stella meringis, "Aduh, cukup! Mengapa kau lama sekali mengobatinya? Sekarang aku sudah baik-baik saja. Lagipula lukanya tidak terlalu parah."Darius tersenyum, "Kau harus diobati, Nona. Aku benar-benar takjub kau bisa sadar secepat ini," katanya sembari mengoles rempah-rempahan obat pada luka Stella.
"Ya, benar. Kau cepat sekali siuman. Padahal racun itu cukup mematikan. Kau sangat beruntung karena masih di beri kesempatan untuk hidup," sahut Pangeran. Dia sedang bersandar di pintu kamar. Sejak tadi pria berjubah itu mengawasi Stella, berjaga-jaga jikalau gadis itu ingin kabur lagi.
"Oh. Benarkah? Untung saja pria yang memanahku tidak membunuhku," kata Stella, menyindir sang Pangeran.
Darius menahan tawa. Sedangkan pria berjubah itu berdehem kesal.
"Minum ini." Darius memberikan sebuah botol ramuan pada Stella.
"Apa ini racun yang akan benar-benar membunuhku?"
"Tentu saja tidak, Nona. Ini untuk penyembuh tambahan pada luka di lenganmu."
Stella menatap Darius malas. Dia mengambil botol itu lalu membuka penutupnya. Gadis itu memandang Darius dengan pandangan ragu, namun tabib tampan itu tersenyum pada Stella seolah meyakinkannya. Stella lantas meminum ramuan itu, "Pahit sekali!" wajahnya tertekuk kesal.
"Cepatlah. Kita harus pergi," kata Pangeran.
"Ke mana? Kau ingin memanahku lagi?" Stella memicingkan mata.
Pangeran membalasnya dengan tatapan datar. Dia melangkah keluar dari kamar. Sehingga Darius yang harus turun tangan untuk membujuk Stella agar mengikuti perintah sang Pangeran. Setelah perdebatan yang cukup lama, Stella akhirnya mengalah. Gadis berambut cokelat kemerahan itu menyusul kepergian Pangeran bersama Darius.
Pangeran membawa mereka ke dalam sebuah ruangan yang sangatlah luas. Saat pintu terbuka, Stella di sambut dengan pemandangan yang membuat mulutnya terbuka. Jika Stella bisa mengungkapkannya dengan berandai, ruangan itu setara dengan luas museum sejarah di Kotanya. Terdapat banyak barang antik di sana. Yang Stella sendiri tidak tahu kegunaannya.
Pandangan Stella mengedar. Belum cukup baginya untuk mengagumi rumah pria berjubah itu. Bukan. Tak pantas disebut rumah. Lebih pantas kalau disebut kastil.
Terlalu larut dalam rasa kagum membuat Stella menabrak punggung Pangeran yang sudah berhenti melangkah tepat di hadapannya. Pakaian Pangeran yang memang berbahan aluminium itu membuat Stella merasakan perih di dahi.
Stella mengusap dahi berulang kali. Saat Pangeran menoleh padanya, mereka saling melemparkan tatapan kesal.
Stella kemudian menoleh, baru tersadar bahwa kini dia tengah menjadi pusat perhatian. Bahkan gadis itu baru menyadari bahwa terdapat beberapa orang di ruangan yang sangat luas itu.
"Selamat datang di kerajaan Bangsa Leuco."
Stella dikagetkan dengan sambutan dari seorang pria di atas singgasana. Gadis itu menatap orang-orang yang baru dijumpainya di dalam ruangan itu. Stella menatap pakaian aneh yang mereka kenakan secara bergantian.
Di dalam ruangan itu, terdapat beberapa pria tua beruban--sekitar sepuluh orang di sisi kiri Stella. Mereka semua mengenakan pakaian aneh yang serupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Leuco
FantasíaStella telah membuat kesepakatan dengan seorang pria tua yang bersedia menyembuhkan penyakit ibunya, tetapi dengan syarat bahwa ia bersedia di kirim ke dimensi lain untuk membebaskan seorang pangeran dari kutukannya. Di sana, Stella hidup dengan ide...