Chapter 13: Mosa

71.3K 8.3K 363
                                    

Mata Lidio tertuju pada bintang di langit, berharap jika seseorang yang ia rindukan sedang menatap bintang yang sama dengannya saat ini. Lidio tengah duduk di daun jendela kamarnya. Tidak. Ini bukan kamarnya. Kamar yang ia tempati selama di dimensi lain adalah kamar Zenas. Dia hanya menumpang di rumah pria penyayang serigala itu. Setidaknya, Lidio lebih memilih kamar ini daripada harus tinggal di kastil kerajaan Leuco, yang tentu akan membuatnya selalu bertemu dengan Si pria yang paling menyebalkan di dunia, Pangeran Moriz.

Lidio tak perduli lagi tentang Pangeran Moriz. Ia tak ingin memikirkan mengenai kebenaran apakah Moriz memang memiliki sayap atau apa pun itu.

Lidio tak menyangka hidupnya akan serumit ini. Jika saja Black tak mengikutinya hari itu, ia tak akan berada di dimensi aneh ini. Lidio merasa hidupnya seperti di dunia khayalan. Semuanya memang menyenangkan, namun Lidio berharap bahwa sekarang ia sedang bermimpi. Jika memang seperti itu, Lidio berdoa semoga ada yang membangunkannya dari mimpi terburuknya ini.

Lidio tak mengharapkan apa pun, selain ingin cepat pulang. Ia sangat merindukan Ibunya. Memikirkan rindu, membuat Lidio semakin bertekad untuk menyelesaikan tugasnya yang masih penuh misteri di dimensi ini.


Kesunyian malam tak akan mampu menghiburnya. Sudah seharian Lidio mengunci diri di kamar. Ia sedang malas bertemu siapa pun. Biarlah malam ini Lidio menghempas kebimbangannya bersama detik demi detik yang berlalu hingga pagi tiba.

Lidio menyipitkan mata saat ada sinar keluar dari balik bantal. Gadis itu berjalan menuju tempat tidur.

Segera saja bibirnya membentuk senyuman saat ia tahu bahwa buku sihir pemberian Karston lah yang mengeluarkan sinar tersebut. Sebuah pesan dari Karston masuk. Yang bertuliskan;

Kau sudah tidur?

Lidio mengambil sebuah kuas di laci meja, menaruhnya tinta, kemudian membalas pesan Karston.

Aku tidak tidur. Bisakah kau menghiburku?

Buku sihir kembali bersinar. Lidio  membaca balasan Karston.

Haruskah aku bernyanyi untukmu?

Lidio tertawa. Tangannya mulai bergerak menulis balasan;

Jangan konyol. Jadi, apa yang mau beli dengan koin emasmu?

Aku belum menggunakan koin emas itu sepeser pun. Bagaimana kabarmu, Limm?'

Aku sedang tidak baik. Bagaimana dengan Atro? Apa Pangeran mesum itu masih berulah?

Maksudmu, Pangeran Eros?

Ya, tentu saja. Si pria bajingan itu.

Kegiatan itu terus berlanjut. Sampai-sampai Lidio tak menyadari keberadaan seorang pria berjubah di balik jendela kamar yang sedang memperhatikannya sejak tadi.

~~~

Lidio membalas sapaan para rakyat Leuco dengan ramah. Sejak turnamen dua hari yang lalu, dalam sekejap Lidio menjadi terkenal, juga menjadi bahan perbincangan mereka. Rakyat Leuco pun bahkan segan padanya.

Saat ini, Lidio sedang berjalan menuju kastil Leuco.

Lidio ke kastil bukan untuk menemui Grey, Darius, atau pun Pangeran Moriz. Lidio ingin menemui Azura.

The LeucoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang