1. Selendang Jaka Tarub

1.2K 14 0
                                    

Papa menatap geram pada putra bungsunya. Jika bukan karena istrinya yang menahan emosinya mungkin sudah dari tadi di hajar nya anak pembangkang satu ini. Namun sang anak sedikitpun tidak menampak rasa takut atau menyesal. Matanya malah balik menatap sang ayah dengan pandangan menantang.

"Kamu mau jalan sendiri ke mobil atau papa seret"

Fadli duduk di kursi dengan acuh "ngak mau, ade ga mau ke pesantren"

Papa menggeram, rasanya ingin sekali menghajar anak kurang ajar ini. Dengan emosi di tarik nya tangan putranya ke mobil. Fadhli memberontak tubuhnya yang sudah sama tinggi dengan ayah nya membuat sang ayah kesulitan menyeretnya.

"Sudah hentikan" mama melerai. Di tarik nya tangan Fadhli hingga mendekat padanya. Mama faham betul karakter Fadhli anaknya yang keras ini. Jika dikerasi dia akan semakin keras. Namun sayang papanya kadang kurang sabar.
Di genggamnya lembut tangan sang putra.

"Ade.. ini demi kebaikan ade juga. Kenapa ade tidak mencoba dulu, kali aja ternyata ade suka di sana" kata mama lembut. Ade adalah panggilan kesayangan Fadhli di rumah karena dia anak bungsu.

"Tidak mungkin ma.!" Seru Fadhli keras kepala.

"Coba aja dulu satu bulan, kalo ade tidak betah nanti kita carikan sekolah lain buat ade"

Fadhli terlihat berfikir mendengar penawaran mamanya. Baiklah pikirnya toh hanya satu bulan. Walaupun sebenarnya yang membuatnya kesal bukan karena dia akan dikirim kesebuah pesantren di luar kota, namun perasaan seakan dibuanglah yang membuatnya emosi. Meskipun dia akui semua ini adalah kesalahannya.

"Baiklah satu bulan, tapi dari sekarang mama papa harus cari sekolah baru buat ade, jangan harap ade akan bertahan lebih dari satu bulan"

Fadhli entah kenapa selalu merasa senang membuat kedua orangtua nya yang super sibuk marah. Karena hanya pada saat dia bikin ulahlah kedua orang tuanya mau meluangkan waktu untuknya. Di hari biasa kadang dia bahkan sampai berhari - hari tidak bertemu mereka. Fadhli tau kedua orang tuanya sangat menyayangi nya, mereka menuruti apa saja kemauannya namun selain materi dia juga butuh di perhatikan. Jiwa nya yang masih labil masih butuh tuntunan dari kedua orang tuanya.

Papa menghela nafas mendengar jawaban Fadhli. dia sudah putus asa menghadapi kenakalan anaknya. Sejak SD Fadhli sudah suka berkelahi, ada saja ulahnya. Semakin besar semakin menjadi, di SMP setiap tahun dia naksir alias naik tapi di usir, di keluarkan dari sekolah. Jadi setiap tahun papa harus mencari sekolah baru buat Fadhli. Puncaknya di SMA ini baru saja dua bulan sekolah dia sudah di drop out. Kedua orang tuanya di panggil bukan cuma kasus perkelahian biasa, tapi yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah anaknya tertangkap basah membawa obat - obatan terlarang ke sekolah.  Hasil darahnya pun positif menyatakan kalau Fadhli mengkonsumsi barang tersebut.  Orang tua mana yang tidak sedih dan khawatir mengetahui anaknya terlibat narkoba. Karenanya sebagai langkah antisipasi papa berniat menyekolahkan Fadhli kesebuah pesantren di luar kota. Hal ini bukan saja di maksud untuk memperbaiki sikap nya tapi terutama menjauhkan anaknya dari narkoba dan juga teman - temannya yang memakai narkoba agar Fadhli tidak terseret semakin jauh.

Keluarga Fadhli bukanlah keluarga yang agamis. Sebelumnya sama sekali tidak terpikir oleh mereka untuk menyekolahkan anak ke tempat bernama pesantren. Semua ini berkat usulan teman papa yang anaknya pernah mondok di pesantren tersebut. Melihat anaknya yang sopan dan shaleh papa Fadhli akhirnya tertarik, didukung oleh istrinya yang menginginkan kebaikan untuk si bungsu.

Mereka mengakui keterbatasan mereka dalam mendidik Fadhli. Semenjak Fadhli lahir, bisnis keluarga menjadi semakin besar. Seolah - olah anak tersebut lahir dengan membawa keberuntungan. Namun dengan semakin besar nya perusahaan, mereka jadi sibuk mengurusi bisnis. Papa tidak sanggup menjalankan bisnis sendiri, harus di dampingi mama, akhirnya Fadhli lah yang menjadi korban.

Ku Tunggu Kau Di PelaminanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang