Bab.14 Lamaran 2

579 12 4
                                    


  Bab. 14 LAMARAN (2)

Senja hampir sempurna ketika akhirnya ketiga sahabat tersebut sampai di Pondok Pesantren. Fadhli merasa lututnya goyah ketika dia keluar dari mobil, semangat yang tadi dirasakannya seakan menguap begitu saja, berganti perasaan cemas dan gugup. Akmal dan Mahdi pun merasakan hal yang sama mereka sama gugup dan cemasnya dengan Fadhli. Bahkan berhadapan dengan klien pun tidak pernah mereka segugup ini, rasanya seakan hendak berjalan menuju tiang gantungan.

Ustad Bahrudin sedikit terkejut mendapat kunjungan yang tidak biasa, dia baru saja keluar rumah untuk ke masjid ketika ketiga sahabat tersebut sampai di depan pagar rumahnya.

"Assalamualaikum ustad" ketiga sahabat tersebut mencium tangan ustad mereka.

"Walaikum salam.. tumben ini pada berkunjung ke pesantren, sore – sore begini lagi"

"Iya ustad.. ada keperluan yang ingin dibicarakan dengan ustad" Akmal dari tadi yang berbicara mewakili Fadhli yang terlhat sangat tegang hingga tidak mampu berkata – kata.

Ustad Bahrudin menganguk dan tersenyum, dia mengajak ketiga sahabat tersebut ke masjid karena magrib hampir tiba. "kita bicarakan nanti setelah shalat Magrib" katanya yang dijawab dengan anggukan kepala ketiga sahabat tersebut.

###

Ustad Bahru mengajak mereka untuk makan malam dahulu setelah shalat magrib, dimintanya ketiga sahabat tersebut langsung duduk di ruang makan dan kemudian memanggil Layla untuk menyuguhkan makanan.

Layla tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, berkali – kali dia melirik kearah Fadhli ketika menyuguhkan makanan. Namun yang diliriknya hanya tertunduk dalam, tidak sekalipun menatap kearahnya. Berbeda dengan Fadhli, kedua rekannya tampak gembira bertemu Layla, setiap kali Layla keluar membawa makanan mereka mengajak ngobrol mencairkan suasana.

Akhirnya tibalah saatnya mereka mengutarakan maksud dan tujuan mereka datang kemari. Setelah makan dan lalu mengobrol kesana kemari dengan ustad Bahri yang sebenarnya lebih tepat seperti wawancara, karena ustad Bahru banyak sekali mengujukan pertanyaan pada mereka tentang kuliah mereka dan apa saja yang mereka lalukan selama ini, sedangkan mereka hanya menjawab pertanyaan – pertanyaan ustad Bahru saja. Dengan sedikit terbata – bata Fadhli mengungkapkan tujuannya.

"Begini ustad...hmm.. saya.. kedatangan saya...hmm.. saya kemari.. bermaksud... hmm... kalo ustad tidak keberatan...untuk melamar Layla.."

Hening sesaat, ustad Bahru memandang Fadhli lekat-lekat membuatnya semakin gugup. Keringat dingin mulai tampak di dahinya.

"Saya mungkin belum pantas untuk Layla... tapi kedepannya Insya Allah saya akan berusaha agar menjadi suami yang baik bagi Layla.."

Ustad Bahru menarik nafas panjang yang membuat suasana terasa makin mencekam. Akmal dan Mahdi ikutan tegang, mereka tidak berani untuk bersuara atau bergerak sedikitpun.

"Ini hal yang tidak bisa ustad putuskan sendiri.." Jawab ustad Bahru

Fadhli merasa tulang-tulangnya menjadi lemas mendengarnya, apakah ini tanda bahwa Ustad Barhu akan menolak lamarannya. Kenapa sebagai seorang ayah dia tidak dapat memutuskan?.

"Layla..." Tiba – tiba saja ustad Bahru memanggil anaknya. Layla yang sedang menguping di balik tirai yang memisahkan Antara ruang tamu dan ruang keluarga jadi terlonjak kaget. Dia tidak menyangka Abi akan memanggilnya.

Dengan muka merah menahan malu Layla masuk ke ruang tamu, nampaknya Abi tau kalo dia menguping dari tadi.

"Duduk lah.." Abi menyuruhnya duduk di sampingnya.

Ku Tunggu Kau Di PelaminanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang