Bab 3

29 1 0
                                    


Daniel membalik halaman buku yang ia baca setengah jam yang lalu dengan tatapan yang terus menekuni setiap baris di sana, ia sedang duduk di sisi ranjang tampat Laura berbaring. Kursi yang berada di dekat dinding ia bawa tepat di sisi ranjang pasien, jendela berukuran sedang ia buka agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam kamar. Meski sejak satu jam yang lalu yang ia lakukan hanya membaca buku, tidak membuat Daniel sama sekali bosan. Dengan hanya menemani gadis itu di sini membuat Daniel rela menepis semua bosan yang menghampirinya.

Daniel mendongak menatap Laura yang masih terpejam, dokter yang tadi memeriksa Laura mengatakan tidak ada perubahan yang terjadi pada kondisi gadis itu. Kondisinya tetap sama seperti kemarin, seperti beberapa minggu yang lalu, juga seperti beberapa bulan yang lalu. Tidak ada kemajuan yang berarti, meski lebam-lebam di kepala serta tubuhnya sudah sepenuhnya membaik. Daniel meletakkan buku yang tadi dibacanya di atas meja kecil di sisi ranjang, di meja itu hanya ada sebuah kanvas dari kaca berisi bunga Lili putih. Bunga kesukaan Laura.

Daniel beranjak mendekat dengan tangan terulur menyentuh kening Laura dan mengusapnya dengan lembut. Menepis beberapa helai rambut yang bergerak karena angin sepoi yang berhembus dari luar, rambut gadis itu sudah kembali halus setelah ia menyisirnya dengan hati-hati sehabis suster memandikanya tadi pagi. Bagaimanapun Laura tetap hidup meski dirinya sedang koma saat ini.

Rutinitas Daniel setiap pagi di kamar rawat ini adalah menyisir rambut Laura dan memijat kedua tangan dan kakinya setiap kali suster selesai memandikan dan memakaikan baju. Daniel ingin menunjukan kepada Laura bahwa gadis itu tidak sendirian, bahwa gadis itu masih memiliki seseorang yang mempedulikannya. Dirinya sangat tahu bahwa Laura sedang koma sehingga tidak mengetahui apa yang terjadi, tapi seperti harapannya sebelumnya, Daniel hanya ingin Laura merasakan bahwa ada seseorang di sisinya.

Daniel menyentuh tangan kiri Laura, menggenggamnya. "Mungkin kemarin-kemarin kau sendirian, sehingga tidak ada alasan untukmu kembali. Tapi sekarang aku ada di sini, berharap kau bangun. Berharap kau kembali, kumohon." bisik Daniel lirih.

Seakan Tuhan mendengar kalimat Daniel, doa-doa yang selama ini ia panjatkan dalam diam. Jemari dalam genggamannya bergerak perlahan, sesaat cuma gerakan halus namun Daniel cukup yakin kalau Laura akan segera sadar. Setelah koma panjang, gadis ini akan bangun.

###

Daniel menunggu sendirian di depan kamar 402 pukul 23.12 hampir tengah malam, ia mengedarkan pandangan ke kanan dan ke kiri. Berharap menemukan pengunjung ataupun keluarga pasien lain di koridor, namun tak ada satupun orang yang sedang menunggu seperti dirinya. Keadaan rumah sakit di hampir tengah malam seperti ini sangat sepi, bahkan suster-suster yang biasanya berkeliaran pun tidak tampak sama sekali.

Di dalam kamar dokter dan beberapa suster sedang memeriksa keadaan Laura, Daniel ingin sekali menemani Laura di dalam tapi sayangnya suster yang tadi pagi memandikan Laura tidak memperbolehkannya. Jadinya dia di sini sekarang, menunggu pemeriksaan dokter, sendirian.

Siang tadi jemari tangan Laura memang bergerak, tapi tidak dengan kedua matanya. Mata dengan bulu mata lentik itu tetap terpejam, seakan tidak mempedulikan seseorang yang sudah lama menunggunya. Daniel tidak melapor apa-apa kepada dokter mengenai satu kemajuan itu, baru saat jam sembilan tadi Laura benar-benar membuka matanya ia segera berlari menghubungi suster. Dan sampai jam segini pemeriksaan di kamar itu belum selesai juga.

Pukul 23.22 pintu di kamar 402 terbuka, dua orang dokter dan beberapa suster keluar berbarengan. Melihat itu Daniel segera bangkit dan berjalan cepat menghampiri kedua dokter. Ekspresi berbinar di wajah mereka sedikit memberikan Daniel harapan untuk ikut berbahagia juga. "Bagaimana keadaannya, Dok?"

Don't Let Me GoWhere stories live. Discover now