"Siapa dua gadis di sana itu?"
Refan yang sedang asyik mendribel bola basket sontak menoleh mengikuti arah pandangan Daniel, di lapangan rumput agak jauh dari halaman samping rumah terdapat dua orang gadis yang sedang berlarian dengan tawa di bibir mereka.
"Itu Laura dan Sinta."
"Siapa mereka, kau mengenalnya?"
"Laura adikku, dan Sinta temannya. Ada apa?" Refan mengerutkan kening heran, mendapati Daniel sedang memandang lekat mereka berdua.
"Tidak apa-apa, hanya saja dengan melihat mereka berdua.." terasa berbeda
"Kalian mau kue lagi?" terdengar suara Melinda di belakang mereka, mama Refan. Daniel dan Refan berbarengan menoleh.
"Tidak Tante, saya sudah ingin pulang kok."
"Kenapa buru-buru?"
Daniel tersenyum dengan kehangatan mama Refan. "Sudah sore Tante, jam 4 nanti saya ada les."
"Daniel mah emang engga pernah bosan belajar ma." sahut Refan kembali mendribel bola.
"Yasudah hati-hati ya Daniel."
Daniel mengangguk sopan. "Iya Tante."
....
Saat hampir mencapai pintu Daniel melihat dua gadis itu sedang berjalan di halaman dengan tangan penuh bunga Lili, bunga-bunga yang baru disadarinya memang cantik. Daniel mangamati kedua gadis itu sambil berjalan mencapai pintu, ia ingin memastikan perasaan aneh apa yang ia rasakan. Ternyata bukan karena dua gadis itu, melainkan hanya salah satu dari mereka. Asyik memandangi gadis itu, membuat Daniel tidak menyadari bunga-bunga berhamburan di hadapannya dan gadis yang sedang jatuh menatap sebal kepadanya.
Daniel Radit Pratama, siapa yang tidak mengenal nama itu disekolah. Dikenal sebagai siswa dengan prestasi akademik terbaik, dikenal siswa yang sangat ramah namun tidak available. Tidak memanfaatkan reputasinya untuk menjadi pria yang selalu bergonta ganti pacar, Daniel bahkan terkesan menjaga jarak dari kaum Hawa. Aktif disetiap kegiatan sekolah dan di lapangan basket, meski sering berkutat dengan buku pelajaran tidak membuat Daniel seperti anak cupu, melainkan sebaliknya. Ia salah satu siswa di kelompok anak gaul. Biasa dengan senyum ramah yang diberikan orang-orang di sekitarnya, terlebih dari para gadis.
ReaksiLaura membuat Daniel sedikit terkejut, gadis itu tidak menatap berbinar kepada dirinyaseperti yang dilakukan Sinta. Ia tidak bangun dengan senyum malu-malu danmengatakan maaf seperti yang biasa dilakukan gadis-gadis disekitar Daniel.Pandangan kesal Laura sedikit banyak mengganggu ego Daniel, ia tidak biasadiperlakukan seperti ini. Tidak oleh gadis yang lebih muda darinya.
....
Laura memerhatikan Daniel yang sedang membeli minuman di warung seberang jalan, penampilan Daniel dengan beberapa bapak-bapak yang ada di dekat warung itu terlihat sangat kontras. Bapak-bapak yang terdiri dari tukang ojek, tukang bangunan dan penjual warung yang hanya memakai kaus kumal sangat berbeda dengan Daniel yang terlihat bergitu berkelas. Laura sangat menyadari Daniel bukan orang biasa, siapapun yang menyuruhnya tidak mungkin mengirim pria yang lebih mirip seperti eksekutif muda itu. Daniel tidak mungkin juga segitu kurang kerjaannya mau mengurus gadis menyebalkan dan menyusahkan seperti dirinya.
Lalu siapa itu Daniel?
Sejak pertama kali membuka mata di rumah sakit dengan seluruh tubuh sakit dan nyeri, wajah Daniel-lah yang pertama kali Laura lihat. Pria itu memang tidak berteriak histeris karena senang, tidak bertanya macam-macam seperti yang dilakukan orang-orang yang menyambut siuman pasien yang lama koma. Daniel saat itu hanya tersenyum tipis, menatap lekat kedua matanya dan setelah mengusap kepala Laura dengan lembut ia segera pergi memberitahu dokter.
Bagi Laura, Daniel adalah orang asing. Orang asing yang menemaninya di rumah sakit sampai sadar, menjaganya siang malam di tengah kesendiriannya dan menemaninya hingga saat ini. Laura merasa tidak asing dengan kehadiran pria itu, itulah alasan sampai sekarang ia tidak memaksa Daniel pergi. Meski tidak mengakui terus terang tapi sebenarnya Laura memang membutuhkan Daniel, ia tidak bisa bertahan di sini bersama orang-orang yang tidak menginginkan kehadiran dirinya.
Laura tetap memperhatikan Daniel yang kini sedang menyebrang jalan menghampiri dirinya, Laura duduk duduk di tempat dirinya dan Daniel berbicara beberapa saat yang lalu.
"Ini, minumlah." Daniel menyodorkan minuman kaleng kepada Laura.
Laura menerima minuman yang disodorkan Daniel, menggenggamnya dengan gelisah. Ia membasahi bibir bersamaan dengan Daniel duduk di sisinya. "Kau serius?"
"Serius apa?" Daniel meneggak minuman di tangannya tanpa menoleh.
"Saat kau mengatakan mencintaiku tadi, kau serius?"
Daniel tertawa kecil, kedua matanya membentuk seperti bulan sabit horizontal setiap kali ia tersenyum atau tertawa. "Tergantung.."
"Tergantung bagaimana?" Tanya Laura tidak mengerti.
"Jika kau menganggapnya bercanda, maka ya aku hanya bercanda. Begitupun sebaliknya."
"Membingungkan.." ujar Laura sedikit kesal, ia memalingkan wajah sambil menenggak minumannya. Ia merasakan sebuah tangan mengelus kepalanya, saat ia menoleh Daniel sedang tersenyum lembut.
"Aku sangat mengkhawatirkanmu, dan setiap kali aku merasakannya membuat dadaku sesak. Maukah kau berjanji tidak akan berbuat ceroboh sehingga bisa menyakiti dirimu?"
Laura memejamkan mata sesaat dengan wajah terlihat agak kesal, hingga akhirnya ia membuka mata dan menghela nafas dengan senyum tipis tersungging di bibirnya. Angin yang bertiup menerbangkan rambut di kedua sisi wajahnya, membuat gadis itu terlihat manis. "Mengapa aku begitu penting untukmu?"
Menyadari ketidakmengertian diwajah Daniel, Laura melanjutkan. "Mengapa kau begitu mengkhawatirkanku hingga membuat dadamu sesak?"
"Bukankah aku sudah bilang.."
"Siapa kau sebenarnya?" Laura menyelami mata coklat agak kebiruan Daniel, mencoba mencari jawaban ketidakmengertian yang ia rasakan.
Tanpa Laura duga Daniel malah tersentum nakal. "Tidakkah kau tahu, aku sudah menyebrangi luasnya samudera demi menemuimu di sini?"
"Aku tidak percaya." jawab Laura dengan nada menantang.
"Kau akan terkejut jika tahu."
"Aku bukan gadis bodoh Daniel, memangnya siapa yang akan percaya jika tiba-tiba datang orang asing dan langsung mengungkapkan cinta? Itu hal paling aneh yang pernah ku alami."
Tanpa berniat menanggapi kalimat Laura, Daniel mengangkat tangan untuk mengusap lembut kepala Laura dengan senyum tipis. "Tidak apa-apa, kau tidak harus percaya."
"Meski aku tidak percaya dengan kata-katamu, tapi..." pandangan Laura tertuju ke hamparan daun-daun yang jatuh di dekat kakinya, sementara tangan Daniel masih mengusap kepalanya. "tapi aku senang mendengarnya."
"Saat aku pergi, berjanjilah kau akan baik-baik saja di sini."
Laura mengerutkan kening dengan tidak suka, ia menepis kasar tangan Daniel di kepalanya. "Kau tidak boleh pergi, setelah kau membuatku sadar dari koma, kamu tidak boleh pergi begitu saja!"
"Kenapa begitu?"
"Aku hanya.."
"Hanya?"
Sebagai jawaban Laura mendekat ke tubuh Daniel, merebahkan kepala di dada bidang pria itu dan memeluknya dengan erat. Sesaat ia merasa asing dengan kenyamanan yang ia dapatkan, sudah lama sekali ia tidak merasakan kenyamanan seperti ini. Laura memejamkan kedua matanya dan tersenyum ketika dirasakan dua tangan merengkuh tubuhnya dengan erat serta memberikan rasa aman. Ia menyukai setiap sensasi yang terasa setiap kali berdekatan dengan Daniel.
"Tetaplah di sini, ku mohon.." Pelukan yang Laura rasakan sekarang seperti mengisyaratkan bahwa selama ini Laura tidak pernah ditinggalkan siapapun, seakan kecelakaan yang terjadi padanya hanyalah mimpi buruk, dengan adanya Daniel di sini dirinya percaya bahwa selagi masih ada pria itu, Laura akan baik-baik saja.
Laura merasa ia bisa bertahan selamanya seperti ini asalkan bersama Daniel.
###
YOU ARE READING
Don't Let Me Go
RomanceKesendirian ini mencekik dan hampir membunuhku Menabur garam di luka yang tak kunjung pulih Merobek paksa lubang menganga di dada Tik,tik,tik... hanya nada jarum jam berharmonisasi Tik, tik, tik... memanggil seseorang untuk kembali Tak ada...