Part 7

20 0 0
                                    

17 bulan kemudian...

Anisa Anarahma

Hari ini gue mau ke makamnya Reza. Udah lama gue gak jengukin dia. Setengah hati gue masih tertinggal dalam dirinya, tapi gue harus pasrah ketika setengah hati gue harus di kubur disana.

Sesampainya disana, gue liat Rahman yang menaburkan bunga diatas makam Fia. Gue pun mengabaikannya dan pergi ke makam Reza. Gue tatap makamnya yang saat ini sudah rapih dan seperti terawat.

Gue tersenyum menatap tempat istirahat terakhinya tersebut. Gue mengingat dimana gue mulai akrab sama dia beberapa tahun yang lalu. Ketika gue terpuruk karna Rahman yang meninggalkan gue dan jadian sama cewek baru, Reza dateng dengan begitu polosnya yang mengatakan bahwa ia menyukai diri gue. Lalu kita pacaran sampai selanggeng ini.

"Eh, Za. Besok aku wisuda, lho. Aku ngerasa deg-degan. Entah deh, ngerasa takut aja. Kamu liat aku dari atas sana, ya" kata gue.

Tiba-tiba, ada seseorang yang duduk disamping gue. Gue nengok ke arah tersebut, rupanya itu Rahman.

"Hai, Man"

"Hai juga"

"Gue boleh ngomong sesuatu nggak sama Nisa? Tapi besok, setelah wisuda kita" kata Rahman

"Besok lu juga wisuda?"

"Ya. Yang akhirnya kemenangan berpihak ke gue besok. Yang gaakan kejar-kejar dosen lagi. Cape"

"Sekarang ngerti kan gimana rasanya ngejar-ngejar orang demi sesuatu yang berharga?"

Rahman terdiam membisu. Suasana menjadi hening.

Author

Dirumah Rahman, ia dan papa nya sudah rapih dengan kemeja putih dan jas hitam. Ditambah dasi berwarna biru mengikat di lehernya Rahman. Mereka akan bersiap-siap untuk pergi ke gedung dimana Rahman akan mendapatkan gelarnya.

Sedangkan disisi lain, dirumah Nisa, ia sudah siap dengan kebaya warna biru dihiasi dengan tataan hijab yang mempercantik wajahnya yang cute. Mama Nisa pun sudah rapih dengan gaun dengan warna senada dengan kebaya Nisa.

Mereka beda gedung tempat wisuda, tapi mereka sama-sama melaksanakan wisuda hari ini. Begitu bahagianya serukir di wajah Nisa dan Rahman.

Seusai wisuda, mereka bertemu di tempat yang Rahman janjikan kemarin di makam.

Mereka duduk di bangku dekat kaca. Mereka tampak seperti sepasang pengantin yang sedang melarikan diri.

"Sa, to the point aja, ya. Sebenernya, disini gue pengen ngelamar lu jadi pembantu gue" ujar Rahman membuka percakapan.

"Eh, gila lo! Yang bener aja!"

"Ya enggak lah, Sa" kata Rahman sambil merogoh kantong jas nya. "Gue pengen ngelamar lu jadi istri dan mama dari anak-anak gue kelak. Lu mau ngga?" Lanjutnya sambil menyodorkan cincin ke Nisa. Nisa terdiam, terpaku.

"Rahman, lu tau kan kalau cinta gue ke lu udah ada di ujung banget? Gue gamau rasa sakit hati gue terulang lagi. Gue belum ngeliat lu berubah, gue pengen lu yang dulu. Lu yang gapernah nyakitin hati perempuan. Untuk saat ini.." Nisa memegang tangan Rahman dengan erat. "Gue mau lu berubah, jangan buktiin ke gue. Lu harus buktiin ke diri lu kalau lu bisa" lanjutnya.

"Lu gaakan tau!" Seru Rahman. Lalu dia berdiri dari posisi duduknya lalu ia pergi dari tempat tersebut.

"Gatau apa?" Tanya Nisa kebingungan.

Rahman Apriliam

"Jadi, Nisa gak percaya sama cinta lu?" Tanya Adit, sahabat gue.

Saat ini, gue lagi ada di cafe bareng sama Adit, sahabat gue dari zaman SMA.

"Gue tau, dia gamau dilukain gue untuk kedua kalinya. Gue tau, Nisa pasti masih sayang sama Reza. Gue tau, sob!" Ujar gue sambil meminum secangkir kopi yang gue pesan tadi.

"Kenapa lu gak jujur aja sama dia kalau lu dijodohin sama bokap lu. Dan cewek itu adalah Indri?"

Gue jadi inget 1 bulan yang lalu, saat....

"Rahman" kata papa memanggil gue. Gue pun menghampirinya.

"Siap-siap, ya. Sebulan lagi kita bakal dateng kerumah Pak Hasan" ujar papa

"Pak Hasan? Papanya Indri?"

"Kamu udah kenal dia?"

"Itumah temen aku, pah"

"Nah, itu dia, dia cewek yang mau papa jodohkan"

"Tapi, aku boleh minta kesempatan ngga?"

"Kesempatan apa?"

"Kalau...."

"Ohh, jadi itu alesan lu mau jadiin Nisa istri lu?"

"Iya. Makanya, kesempatan gue hanya sampe besok. Bro, bantuin gue dong!"

"Pasti, sob"

Anisa Anarahma

"Nisa, turun, nak! Ada Adit nih!" Seru mama memanggil gue. Gue pun menghampirinya. Rupanya, ada Adit disana.

"Kenapa, Dit?" Tanya gue heran.

"Nis, gue mau nanya dong sama lu"

"Ya, nanya apa?"

"Lu masih sayang gak sama Rahman?"

"Masih. Cuma cinta itu cuma tersimpan di ujung hati gue"

"Maksudnya?"

"Pasti Rahman cerita sama lu kalau tadi dia ngelamar gue, kan?"

"Terus, apa alasan lu nolak dia?"

"Gue mau dia berubah"

"Lah, itu kan diri dia, kok lu yang ngatur-ngatur suruh dia berubah"

"Itu sih kalau dia ngaku pengen jadiin dia sebagai suami gue. Kalau gabisa?"

"Berubahnya dalam arti apa?"

"Ya, gue gamau aja sikap dia keulang untuk kedua kalinya"

"Tapi jawab jujur, lu sayang nggak sama Rahman?"

"Tadi kan gue udah jawab. Kenapa dateng-dateng bikin gue sebel, sih?"

"Lu gaakan tau"

"Gaakan tau apa?"

"Dia dijodohin sama bokapnya"

"Terus?"

"Tanggepan lu kayak gitu doang?"

"Bukannya gitu, Dit. Tapi, kalau gue bukan jodoh dia gimana?"

"Tapi Rahman nya berusaha biar lu dapat jadi miliknya, Sa"

Dug!

Cinta Diujung HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang