1. A Rabbit's Shout

44 2 0
                                    

Vilsya Tris Wijaya, anak semata wayang keluarga Wijaya-Anderson, memiliki wajah blasteran yang diwarisi ibunya. CEO Wijaya Corp yang telah sukses dalam usia 21 tahun, selalu menghiasi majalah dan layar kaca dengan berita yang meyakini banyak orang bahwa ia memilki masa depan yang cerah.

Sedangkan sang ayah, orang Indonesia asli. Membuatnya sering ke Indonesia, dan lebih betah di Indonesia daripada Los Angeles, tempat tinggalnya sekarang. Namun, entah kenapa, setiap kali ia pergi ke daerah Bandung, ia merasakan sesuatu yang berbeda, entah itu apa.

"Vils, jangan lupa ya entar malem ada makan malam sama ortu kamu. Gak usah cantik-cantik ya sayang, kamu kan gamau dijodohin BUAHAHAHAHAH" oke, teriakan sekretaris Tris memekakan ruangan CEO yang bernuansa classy ini. Tris memang memiliki kepribadian yang cukup rumit, hanya orang tertentu sajalah yang bisa memanggilnya 'Vilsya'. Entah kenapa.

"Mau dijelekin sejelek apapun aku tetep cantik, sorry to you. Bilang aja ke mama aku ada rapat mendadak ya, terus kamu harus tidur di apart sama aku gamau tauuu" kepribadian yang lainnya, memiliki mood yang fleksibel. Namun, mood mayoritas yang paling betah sama Tris yaitu 'suka marah'.

"Dasar, aku kan anak jujur yang cinta mami. Udahlah, pergi aja. Buat doi ilfeel like before, mission completed" senyum mengembang muncul dari wajah Anne Terrechia, sahabat aneh Tris sejak SD yang sialnya sampai sekarang mereka masih bersama-sama.

"Kok kita ngomong aku-kamu ya kek orang pacaran? Sejak kapan mami punya 2 anak?" Tris pun memutar bola matanya kesal, dan menatap datar Anne.

1
2
3

"HAHAHAHHAHAHAHAH"
Tawa Tris pecah. Ia tidak akan pernah bisa pura-pura marah sama orang tertentu. Itulah kepribadian selanjutnya.

"Sya, lo gila. Fix. Mood lo kacau abis"

"Sya sya bau kentut lo! Just vils ok? In not that mood to hear 'sya', eh pokoknya lo tunggu gue di depan resto ya. Lagi males bawa mobil, hehe"

"Kemaren babu, sekarang sopir, besok gue jadi emak lu boleh ga biar lo gue kutuk" anne kemudian langsung keluar dan membanting pintu dengan keras, tak lupa menghentakkan kakinya yang di lapisi heels 15cm.

Winson Restaurant, 07.15 PM

Tris, gadis pemarah itu kini mengenakan dress simple selutut warna hitam dengan motif bunga tanpa lengan, ditemani black clutch bag by chanel yang setia menemaninya sejak SMA dan tak lupa wedges hitam kebanggaannya, kenapa wedges? Supaya bisa lari dengan lincah, karena gak mungkin situasi seperti ini mengenakan sneakers. Apalagi lari dari kenyataan, beuuh.

Black is beauty.
Warna kesukaan Tris.
Hitam, melambangkan kegelapan.

"Malam mama papa sayang" Tris langsung mengecup dahi kedua orangtuanya dengan sayang. Ia sangat mencintai kedua orangtuanya ini.

"Duduk dulu vil, temen mama bentar lagi datang"

"Black again? Mau ke pemakaman yah abis ini?" Goda sang ayah yang dihadiahi wajah kesal Tris, seperti biasanya.

Tris sibuk dengan smartphonenya. Membahas pekerjaan 'lain' bersama para junior lewat chat grup di line. Hingga mereka datang.

"Aduh, udah lama ya Tay? Maaf ya macet banget, hehehe" datanglah seorang wanita dan 2 orang pria berbalutkan pakaian bernuansa broken-white menghampir meja Tris.

"Gapapa kok, ini juga baru dateng, Nis. Nah Vil, kenalin ini Tante Nisa, temen mama waktu kuliah" Tris kemudian menyambut uluran tanga Tante Nisa dengan senyum yang lumayan dipaksakan.

"Aduh si Vil terakhir ketemu waktu SD udah beda banget, sampe ga ngenalin lho tadi"
Semua temen mama pasti ngomong gitu, batin Tris.

"Nah ini Om Anton sama anak mereka, Edgar Atmajaya. Kamu pasti tau Edgar kan? Pernah diwawancarai bareng kan kalian?" Lagi, Tris kembali lagi menyambut uluran tangan mereka dengan senyum bahagia, yang sudah pasti palsu.

"Hehehe, iya ma aku inget. Gatau kalau dia inget yah" sisi paling sopan Tris sudah muncul. Ia sangat benci jika harus melakukan acara 'pengenalan' yang udah pasti niatnya dijodohin.

"Yaampun, sopan dikit dong Sya kalo ngomong" kini sang mama ambil alih, ia sangat tahu dengan sifat anaknya.

Acara makan malam itupun berjalan dengan cerita nostalgia yang menghasilkan tawa, tidak untuk Tris, tidak untuk Edgar. Mereka hanya menatap seperti mengerti, namun pikiran itu melayang pada yang lain. Tris memikirkan 'pekerjaan lain' tadi yang tidak berjalan mulus, dan Edgar, memikirkan wanita lain.

Kring kring...
Terdengar suara HP Tris

"Tris angkat telfon dulu ya, permisi" ujar Tris santun.

Tris pun melangkah ke toilet perempuan, dan mengirimkan teks singkat untuk Anne

For: Anne Terre
Ann, jemput sekarang

Sent!

"Halo Rose, gimana? Dia ga ketangkep kan?" Tris langsung menghubungi nomor yang sempat menelfonnya tadi dengan wajah datar, dan nada suara yang sedikit menunjukkan kekhawatiran.

"Aman, queen. Lecet dikit. Mungkin dalam waktu dekat jangan dulu ada transaksi langsung. Kita mengharapkan kamu datang ke markas besok siang, over" tut. Pembicaraan tersebut berakhir. Queen adalah nama sandi Tris dalam 'pekerjaan lainnya', pekerjaan yang disukainya. Tanpa seorangpun tahu, termasuk keluarga dan sahabat, Anne.

Klek

"Eh, kenapa kamu berdiri di depan toilet cewek?"

"Siapa?" Tanyanya dengan wajah serius, dan di balas dengan wajah cengo Tris

Hah? Siapa apanya? Dasar gila. Batin Tris.

"Siapa yang nelfon tadi sampe harus ke toilet? Pacar kamu?" Kini nadanya menjelaskan bahwa laki-laki yang, ekhem lumayan tampan itu berdiri di depan Tris mulai menunjukkan bahwa dia ingin melangkah ke jalur privacy Tris.

"Its not your business, sir" Tris baru saja ingin melangkah lebih jauh, tapi tiba-tiba Edgar menghadangnya, dengan cara yang romantis. EDGAR MENGECUP TRIS DI PIPI! OH NO, DI UJUNG BIBIR LEBIH TEPATNYA!

"Akhirnya kamu mematung di depan sini. So my rabbit, ku harap kita bisa menjadi teman dulu sebelum, yah you know" kata Edgar sambil menekankan kata 'dulu' dan menunjukkan smirknya yang akan membuat para wanita berteriak, tapi tidak untuk Tris. Ia akan berteriak untuk sesuatu yang lain.

"PRIA PSYCHO!!"

Cup

"Jinaklah sedikit atau aku akan melakukan sesuatu yang lebih pada bibir indahmu itu. Bahkan bukan hanya di bibir itu, rabbit" smirk, smirk and smirk. Tris benci dengan smirk Edgar yang sama sekali tidak akan membuatnya menatap Edgar lebih memuja.

Edgar kemudian menjauhkan wajahnya dan mengelus bibir Tris, yang sangat sangat membuat Tris jijik. Jelas saja, ia sangat benci di sentuh sentuh seperti ini oleh pria. Bukan berarti di telah berbelok, dia hanya ingin di sentuh atas dasar cinta, bukan hanya nafsu sesaat seperti ini.

"Jauhkan tangan kotormu itu, jerk"

---

"Love makes you weak, the more you love, the more you get the pain"

TBC

MEMORI [PAUSED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang