Semilir angin mengelus indah pipiku, membangunkanku dari alam mimpi. Mataku terasa enggan terbuka, elusan lembut kian menyerang pipiku. Dingin dan lembab, tapi nikmat. Sedikit demi sedikit kubuka mata ini, ada mata lain yang menatapku. Lentera biru yang menyinari pagiku, seulas senyum hangat menyambut pagiku.
"Bangun Putri Tidur," desisnya di telingaku.
"Geli," desahku pelan.
Aku masih sadar akan kejadian semalam, masih terbayang di pikiranku. Bagaimana susahnya aku bernapas, bergerak, bahkan bergeser tubuh pun sulit rasanya. Dia memang possessive, bahkan di tempat tidur pun aku tak boleh lepas dari tangan kekarnya.
"Hari ini kita jadi ke New York?" tanyaku dalam pelan, kulangkahkan kaki membereskan tempat tidurku yang berantakan.
"Jadi, sekitar pukul 4 sore nanti."
"Kita belum packing?"
Tiba-tiba tangan kekarnya membawaku ke dalam pelukannya, "Kau menikah dengan siapa? Bajumu sudah ada di apartemen kita di sana, cukup bawa badan dan mentalmu di sana. Kita akan honeymoon di sana," desisnya di balik telingaku.
Mendengar ucapannya membuatku merinding, lelaki ini adalah suamiku, Mr. Rae Alexander.
"Aku tetap packing, aku gak terbiasa memakai pakaian dalam yang bukan milikku."
"Terserah, tapi carilah yang seksi, ok!"
Blussh... lagi-lagi muka sial ini memerah.
***
Aku dan Rae bergegas ke bawah, di bawah kedua orang tuaku telah menunggu dengan sejuta warna di meja makan. Kulirik sekilas hanya ada roti, susu, dan selai. Entah kenapa aku ingin menjadi istri yang baik.
"Jangan makan dulu, aku buatkan kamu nasi goreng spesial, ini perintah!"
Dia hanya tersenyum mendengar aksen bicaraku yang mulai mengikuti gayanya, seraya mengangguk dia tetap berjalan anggun menuju kedua orang tuaku.
Setengah berlari, aku segera menghampiri Bi Ija yang tengah mengiris bawang.
"Bi, bantu Inda siapain sarapan, hari ini kita masak nasi goreng spesial," perintahku seraya mengambil beberapa perlengkapan untuk masak nasi goreng.
"Baik Non, masakan khusus untuk suami ya Non? Duh mesranya," ejek Bi Ija sambil terkikik melihatku.
"Uh Bi Ija!" Lagi-lagi merah delima itu keluar dari pipiku, sampai kapan rona delima ini mengikutiku, ah... mungkin selamanya.
15 Menit selesai, nasi goreng dan anak-anaknya telah siap terhidang di atas meja makan. Kulirik wajah kedua orang tuaku, sedikit meringis, aku tau apa yang mereka pikirkan. Kulirik juga wajah tampan di sampingku, tak ada ekspresi sedikit pun, "dasar miskin ekspresi," umpatku dalam hati.
Kuambilkan makanan untuknya dan kedua orang tuaku,
"Nak Rae, coba dah... ini rudal buatan istrimu," ejek papa sembari tersenyum manis.
"Rudal?" tanya Rae yang sedikit bingung.
"Iya, enak sih gak kalah dengan masakan restoran bintang lima, tapi... pecahnya seperti rudal, awas telingamu berasap nanti."
"Papa!"
Kedua orang tuaku hanya tertawa, sementara Rae tersenyum manis. "Baiklah!" jawabnya sembari menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
Karena penasaran akan ekspresi Rae, papa dan mama menatap Rae dengan tatapan penuh ekspresi penasaran, aku pun begitu. Hingga kami melihat setiap gerakan mulutnya mengunyah nasi dan menelannya,

KAMU SEDANG MEMBACA
MY POSSESSIVE HUSBAND
RomanceCinta itu apa? Datang tiba-tiba, membawa sejuta rasa. Kadang bahagia sampai menyesakkan dada. Kadang sedih sampai menghilangkan raga. Lalu bagaimana dengan cinta possesive? Apa lebih menyesakkan? Bagaimana rasanya dikekang beratasnamakan cinta? ...