I Love Her, Forever

7.9K 306 43
                                    

Inda POV

Hari ini aku merindukannya, sudah dua minggu aku dinyatakan hamil, tapi kenapa kesempatan untuk memberikannya kabar bahagia selalu tidak datang padaku, sampai kapan dia tidak tahu, kalau di dalam perutku ada buah cintanya.

Aku masih menatap gemericik air di kolam ikan samping rumah, memandangi bunga-bunga tulip, mawar, melati yang tumbuh subur. Bi Ina memang pandai merawat tanaman, aku hanya bisa membantu menyiraminya.

"Nyonya, ini susunya, harus habiskan, Bi Ina tidak mau tahu!" perintahnya tanpa titik dan koma. Bi Ina adalah kepala pelayan di sini, sejak dulu, dia yang paling mengenal diriku, dia bilang, dia sudah menganggapku seperti putrinya sendiri. Aku beruntung.

"Siap Bos," ejekku sembari memberikan penghormatan kepadanya.

Bi Ina hanya terkekeh. Kemudian duduk di sampingku, menatapku yang tengah meneguk susu putih buatannya itu.

"Nyonya, apakah Nyonya sudah memberitahukan Tuan tentang kehamilan Nyonya?"

Pertanyaan Bi Ina sukses membuatku menghentikan menenggak susu setengah panas ini. Aku mengembuskan napas berat, sembari menggelengkan kepala. "Entah kenapa kesempatan itu tidak ada Bi Ina, dan sekarang dia tengah dinas di negeri lain."

"Mungkin akan ada waktu yang tepat Nyonya, bersabar saja. Nyonya saya harus ke belekang dulu, Nyonya tidak apa-apa saya tinggalkan di sini?"

Aku mengangguk dan mengizinkannya pergi. Bi Ina pun segera melangkahkan kaki meninggalkan diriku. Sendiri, itu yang kembali aku rasakan. Semenjak kehamilan ini, aku selalu merindukan Rae, tapi aku tidak bisa egois.

Entah kenapa, rasa cintaku padanya menggebu-gebu setiap waktunya, terkadang aku sendiri tak mengerti. Sebelum keberangkatannya pun aku selalu meminta dia menemaniku, bahkan dia sampai tidak kuizinkan ke kantor.

Sekarang, dia jauh di sana, aku tidak bisa menemaninya. Bukan karena dia tidak mengajakku, tapi ... kehamilanku masih muda, aku takut terjadi apa-apa pada anakku ini. Apakah naik pesawat aman untuknya?

"Ah, Nak. Mama ingin sekali menemani Papamu di sana, tapi Mama takut kamu kenapa-kenapa. Mungkin sebaiknya Mama bertanya kepada Om Zack mengenai ini, semoga saja kita bertemu Papa. Mama rindu Papamu, kamu juga, Nak?" ucapku seraya mengelus pelan perutku yang belum membesar.

Kehamilanku baru mencapai 2 bulan, tapi istilah ngidam sudah aku rasakan, terutama tidak mau jauh dari Rae. Apa itu termasuk ngidam juga?

***

"Aku besok harus ke Dubai, apa kamu mau ikut?" tanyanya sembari mengelus pelan rambutku. Aku tengah melatakkan kepalaku di dadanya yang bidang, aku paling suka berada di sana, saat dia memelukku seperti itu, aku merasa terlindungi.

"Mau, eh ... tapi gak usah deh." Aku baru ingat, aku tengah hamil muda, aku tidak ingin sesuatu buruk terjadi kepada anakku.

"Kenapa? Kamu tidak mau menemaniku?" Kini dia mengangkat kepalaku hingga sejajar dengannya, menatap matanya yang begitu menusuk hatiku.

"Bukan begitu, tapi aku lagi males ke luar negeri," jawabku asal. Kenapa aku masih saja belum mengatakan aku tengah hamil, kenapa rasanya terlalu cepat memberitahukan ini padanya.

"Tidak biasanya kamu begini? Kenapa?"

"Tidak apa-apa, sampai berapa lama di sana?"

"Kira-kira satu minggu, kamu yakin gak mau ikut aku?"

Aku hanya tersenyum, beranjak dari posisi baringku. Malam ini aku ingin dia, sesegera mungkin aku menaikinya, duduk di atasnya. Dia meringis saat aku duduk tepat di atas miliknya.

MY POSSESSIVE HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang