6

390 36 20
                                    

"Emang, Arya sekarang lagi dimana?"
Ibu bertanya pelan. Nada suaranya amat lunak.

Seolah-olah, Ibu tak lagi menganggap Arya adalah 'duri' yang harus dienyahkan sesegera mungkin dari lubuk hati putri kesayangannya.

Entahlah. Terkadang, semakin kuat kita berupaya mengeliminir nama seseorang, maka semakin deraslah memori-memori yang berlompatan, tanpa mengenal jeda.

"Arya... sepertinya lagi di Eropa, Ibu. Dia ada urusan kantor. Sama, kalo nggak salah, mau ngurus beasiswa."
Ibu berdecak kagum.

"Itu anak, emang luar biasa ya? Semangat duniawinya menakjubkan."

Apa ini perasaanku saja, tapi aku menangkap nada 'nyinyir' dalam kata 'duniawi'.

Seolah-olah ibu menganggap, apapun yang dilakukan Arya selalu berorientasi duniawi.

Padahal? Hati orang, siapa yang tahu?

Aku tersenyum sambil menggigit bibir.

Ciri khasku, ketika tengah kalut,itu yang dibilang Arya suatu ketika.

Tanganku menggenggam satu undangan dengan begitu kuat. Rencananya, surat ini mau aku scan, lalu aku email ke dia.

Tapi, pertanyaannya, apa iya Arya harus masuk daftar tamu?

***

Assalamualaikum, Arya. Apa kabar? Masih di Eropa ya? Kapan balik ke Indonesia? Nggh, gini. Aku mau undang kamu.

Ke acara kawinanku. Datang ya. Ini undangannya aku lampirkan. Thanks.

Kirim...
enggak...
kirim...
enggak. Duh.

Susah amat jadi manusia dewasa? Ngirim undangan aja maju-mundur.

Aah, bodo amat deh.Tapii, kenapa surat ini begitu datar dan straight to the point? Tidakkah ini terlalu 'kasar'? Oke, oke.

Aku edit bentar deh.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh,Buat Arya, saudara seiman yang dirahmati Allah.
Apa kabar, Arya?
Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan rizki dan keberkahan untuk engkau. Seorang mukmin yang begitu giat mencari ilmu maka malaikat mengepakkan sayap pertanda ridho kepadanya.
Sungguh, aku salut akan semangat, kerja keras dan cerdas yangengkau lakukan.
Agama ini butuh sosok seperti dirimu, Arya. Semoga Islam makin jaya dengan hadirnya generasi emas, yang siap menunjukkan pada dunia, bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamin.
Seperti yang sempat saya singgung, insyaAllah saya sudah bertemu sosok yang menjadi imam kehidupan.
Namanya, Raditya. Ia laki-laki baik dan bertanggungjawab.
Kami sudah melalui proses ta'aruf yang insyaAllah cukup memantapkan hati.
Maka, dengan ini, saya sebagai saudara seiman, mengundang engkau untuk datang ke tasyakuran pernikahan kami.
Semoga, pada hari akad nikah, engkau sudah berada di Indonesia.Terima kasih sudah menjadi teman terbaik bagi saya.

Di lubuk hati yang terdalam, saya yakin, Allah selalu mempersaudarakan kita semua, di dunia hingga di akherat kelak.Wassalam,Salma.

Tombol send... mana tombol send.... wait!

Kenapa emailnya melankolis gini? Duh.
Ini apa-apaan?

Pakai bawa Islam rahmatan lil 'alamin?

Arya kaaan, alumnus Oxford? Mana peduli dia dengan Islam-Islaman macam gini?

Apalagi, Ibu juga bilang, Arya sangat duniawi-oriented banget.

No... noo.... !

ntar dia GR lagi, dapat email ginian.

Dikiranya aku masih ngarep. Gak bisa move on.

Idih, no way!

Baiklah. Aku tulis surat yang lebih simple aja lah.

BIMBANG (cerpen )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang