Relic: Part Two

18 1 0
                                    

Anthony Sinarta.

"Anindi!!"

Sina menjerit frustasi, berlari seperti sumpit berjalan ke arah kerumunan para petugas keamanan Ark Genesis. Padahal tadi siang pantai itu damai seperti hari-hari sebelumnya. Sekarang pantai diisi oleh horor, kengerian dan pertanyaan makhluk apakah yang menjebol benteng Ark Genesis.

"Excuse me... Excuse me... Sumimasen... Please!! Let me see her!!!"

Sina menjerit di ujung keputus asaannya. John yang kebetulan berdiri di sana langsung membawa Sina melihat pantai Ark Genesis. And this is hell...

Air laut digenangi lumpur biru tua yang berasap. Pasir dirembesi lumpur yang lebih kental dan bergumpal. Puing-puing yang bentuknya mirip potongan tubuh ikan hiu atau paus berceceran di pantai.

Ada sebuah bentuk seperti konus yang tinggal setengah karena terbelah dua. Bola mata yang mirip kelereng raksasa menggelinding dari dalam konus itu. Di belakangnya ada serabut-serabut bening yang halus seperti rambut, menghubungkan antara bola mata dan seonggok tubuh yang berbaring di samping cangkang batu hitam.

"Sina... Hey!! Sinaa!!"

John langsung mengejar Sina yang berlari menginjak lumpur dengan sandal berbulu. Lumpur korosif itu langsung mengikis sandal. John sendiri sudah mengenakan boots. Ia tidak cidera sampai ia tiba di sisi Sina.

"What the hell? A mermaid?" pekik John sambil mengenakan sarung tangan.

"John," cegat Sina sambil menahan bahu John. "Biar gua aja. Please..."

Diberikannya sarung tangan itu kepada Sina dan ia mulai berjongkok. Ia membalikan bahu sosok yang mirip putri duyung itu. John menendang serpihan putih yang menutupi kaki sosok itu. Dan benar... Sosok itu adalah putri duyung yang sangat... besar... Lebar bahunya selebar bahu John yang tergolong tinggi besar dan panjang ekornya mungkin mencapai seratus sembilan puluh, belum termasuk tinggi badan manusianya.

"Nggak mungkin..."

Sina terbata-bata melihat wajah sang duyung yang begitu identik dengan wajah Anindi. Rambut hitam bergelombangnya, tulang pipinya, bentuk hidungnya, dan bahkan suaranya. Tapi begitu matanya terbuka, Sina syok. Sepasang bola mata reptil dengan pupil hijau terang dan cincin hijau terang di luar bijih matanya. Iris matanya sendiri berwarna biru gelap seperti lumpur yang melumuri badannya.

"Sina... get away from her..."

Sina diam saja ketika serabut-serabut bening yang melilit badan duyung itu bersinar kehijauan. Lalu cangkang batu di sampingnya bergerak, mengubah bentuknya, terisi sinar hijau dari serabut-serabut yang terhubung ke bagian dalam cangkang. Lalu duyung itu bangkit tanpa bantuan siapa-siapa, berdiri tegak seperti manusia, lalu merentangkan tangannya yang dibungkus cangkang batu yang membentuk sabit raksasa.

"SINA!!"

John menarik Sina ketika sebuah pistol listrik membidik leher, bahu dan jantung duyung itu. Sina melotot marah ke penembak yang ternyata adalah Kou... Amarahnya membeludak melihat duyung itu tumbang ke lumpur. Di ambang kesadarannya, ia memandang Sina dan mengatakan...

"Ecriye Seta ta dooh..."

Titan is coming...


"ANTHONY SINARTA!!!"

Jeritan John menembus kesadaran Sina yang kini tengah berada di dalam sistem relik duyung hitam. Sina terlontar dari pusaran bubuk cahaya hijau yang berisi ingatan-ingatan masa lalu menuju ruang hitam yang diisi simbol-simbol berwarna merah. Ia pusing, bingung, dan tersesat.

Black TailHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin