3 - Alva, Wulan dan Veno

203 70 25
                                    


----------

"Lo kenapa ninggalin gue? Gara-gara lo gue jadi telat." Alva benar-benar tidak tau diri, tiba-tiba datang dan memarahi Wulan yang tidak tau apa-apa.

Ini orang bener-bener ngajak ribut. Batin Wulan.

"Heh? Emang apa salah gue?" Wulan sudah tidak tahan ingin memarahi Alva. Dan inilah saatnya untuk Wulan meluapkan emosi yang dari kemarin ia coba tahan.

"Gue mau mulai detik ini, lo berangkat dan pulang harus sama gue. Titik, gak ada penolakan!" Wulan sedikit melongo dengan ucapan Alva barusan. Alva pikir Wulan ini bonekanya, yang bisa ia atur sesuka kemauannya apa? Hellow Wulan itu bukan siapa-siapanya hanya sahabatnya Alva, bukan pacarnya.

"Awas gue mau lewat!" Perintah Alva, tangannya ia gunakan untuk mendorong Wulan yang menghalangi jalannya, hingga menyebabkan  Wulan kehilangan keseimbangan dan itu membuatnya mungkin saja akan terjatuh. Tapi, mengapa Wulan tidak merasakan sakit. Justru ia merasakan ada tangan besar yang menahan tubuhnya.

Perlahan Wulan mulai membuka ke dua matanya yang sempat terpejam beberapa detik tadi. Kini tatapannya bertemu dengan mata indah yang sudah tidak asing lagi baginya.

Tanpa mereka sadari bahwa ada orang yang tidak suka dengan adegan sok romantis ini. Entahlah apa alasannya. Hanya saja hatinya seperti tidak terima, melihat adegan itu.

"Ciee... Sahabat jadi cinta ini mah." celetuk salah satu murid, semua orang mengangguk setuju kecuali orang yang berada tepat di belakang mereka.

"Ekhemm..." deheman dari laki-laki tadi, membuat Alva mulai tersadar dengan apa yang terjadi, ia refleks melepaskan Wulan dan itu otomatis menyebabkan Wulan terjatuh ke lantai.

Wulan mengelus-elus bokongnya yang terasa sakit. Hingga tatapannya ia alihkan kepada Alva yang sudah tega menjatuhkannya ke lantai.

"KENAPA LO JATUHIN GUE?" Wulan berteriak marah, membuat Alva memejamkan matanya sejenak untuk menjernihkan pikirannya.

"Lo itu gak pantes dapet perlakuan manis dari gue." jawab Alva, ia segera duduk di kursinya  yang berada tepat di samping Wulan. Tangannya ia gunakan untuk mengambil buku yang berada di dalam tasnya, mencoba untuk mulai membaca-baca materi yang telah ia tulis sebelumnya. Dan tingkah Alva membuat Wulan ingin muntah saat ini juga.

Ini, orang sok rajin banget. Wulan mengumpat Alva dalam hati.

***

"Sini biar gue yang pesenin makanannya. Lo berdua mau pesen apa?" tanya Alva kepada Wulan dan juga Veno.

Mereka bertiga sedang berada di kantin dan duduk di kursi yang mereka tempati, sejak pertama kali mereka bertemu.

Wulan sedikit menatap curiga kepada Alva, karena tidak biasanya cowik itu bersikap baik. Biasanya yang memesan makanan itu Wulan.

Alva yang mendapat tatapan curiga dari Wulan, segera meyakinkan Wulan dengan kata-kata yang membuat Wulan sedikit tidak curiga lagi kepadanya.

"Ok! Gue pesen bakso sama kentang goreng. Kalau minumannya terserah lo." Akhirnya Wulan percaya juga dengan Alva. Alva mengangguk, lalu pandangannya ia alihkan kepada Veno.

"Gue samain aja kaya, lo!" jawab Veno, Alva lagi-lagi mengangguk.

Alva kemudian berjalan ke arah ibu kantin untuk memesan makanan yang sempat Wulan dan Veno pesan tadi.

Setelah beberapa menit pesananpun sudah siap, tapi sebelum Alva mengantarkan makanan kepada ke dua sahabatnya. Tiba-tiba terlintas ide untuk menjahili Wulan.

Alva melirik ke kanan dan ke kiri. 'Aman'. Ucapnya dalam hati. Lalu Alva mulai memasukan sedikit garam ke bakso yang sudah Wulan pesan tadi. Setelah itu Alva pergi menuju meja yang sudah ditempati Wulan dan Veno.

"Pesanan datang." ucap Alva meletakan makanan ke-2 sahabatnya ke atas meja.

Wulan segera mengambil kentang goreng yang tadi ia pesan, tapi tiba-tiba saja Alva merampas kentang goreng itu dari tangannya. Wulan menatap tajam ke arah Alva.

"Balikin itu kentang goreng gue!" Alva menoleh ke arah Wulan dengan tampang polosnya. Yang justru membuat Wulan kesal. Kalau saja di sini tidak ada Veno, mungkin Wulan akan membunuh Alva saat ini juga.

"Ini jadi milik gue. Okey?!" Wulan memilih untuk mengalah kepada Alva, ia sedang tidak ingin berdebat dengan cowok itu untuk saat ini. Cukup tadi pagi saja.

Wulan mengalihkan pandangannya ke arah bakso yang ia pesan. Lebih baik ia memakan bakso itu, daripada harus berdebat dengan Alva.

Satu suapan sudah berhasil masuk ke dalam mulutnya.

Kenapa rasanya asin gini?

Wulan kemudian menatap wajah Alva. Ini pasti kerjaan Alva. Wulan sudah tidak bisa bersabar lagi. Emosinya sudah tidak bisa ia tahan.

"Sebenarnya apa salah gue sama lo? Lo, kan yang udah masukin garam kemakanan gue?" Alva hanya memasang wajah tanpa dosanya. Ia sama sekali tidak menanggapi pertanyaan yang diucapkan olehnya. Dan itu semakin membuat Wulan benci sama Alva.

Veno yang menyadari, bahwa akan terjadi adu mulut diantara kedua sahabat yang baru dikenalnya itu. Dengan cepat Veno menarik tangan Wulan menjauh dari arah kantin yang sudah mulai dikerumuni oleh orang-orang yang merasa penasaran dengan kejadian barusan.

Mereka penasaran dengan ke dua sahabat itu, yah walaupun mereka tau jika kedua sahabat itu tidak pernah bisa akur. Tapi, kali ini berbeda Wulan itu jika marah dengan Alva tidak seperti orang yang sedang marah, tapi sekarang mengapa Wulan benar-benar terlihat sangat marah kepada sahabatnya itu. Itulah yang membuat orang-orang penasaran, apalagi ditambah dengan adanya Veno si murid baru yang tiba-tiba saja menarik tangan Wulan menjauhi kantin.

Wulan sempat dibuat bingung dengan tingkah Veno barusan, mengapa ia membawa Wulan ke taman sekolah? Wulan itu jadi tidak bisa memarahi Alva, padahal tadi adalah waktu yang tepat agar semua orang tau jika Alva itu orangnya ngeselin, licik, jahat dan dia tidak punya rasa bersalah sedikitpun kepada Wulan, karena sudah mengerjainya.

"Kenapa lo bawa gue kesini?" tanya Wulan kepada Veno.

"Karena gue gak mau ngeliat lo sama Alva berantem. Apalagi inikan sekolahan, itu gak bagus buat kalian berdua kalau sampai ketahuan guru." jawab Veno.

Wulan kemudian duduk, kebetulan dihadapannya
ada tempat duduk yang panjang, cukuplah untuk dua orang. Veno mengikuti Wulan duduk di sampingnya, Wulan sempat dibuat gugup karena tindakan Veno barusan. Kayanya, hobbinya Veno itu bikin Wulan gugup, atau Wulannya yang lebay?

"Gak tau kenapa, gue itu seneng banget bisa kenal sama kalian berdua. Terutama kenal sama lo." Wulan sedikit menoleh ke arah Veno, lalu ia mulai mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut cowok itu. Mencoba untuk menjadi pendengar yang baik.

"Lo itu beda sama cewek-cewek yang gue kenal. Lo itu unik." Wulan sedikit mengerucutkan bibirnya, Veno bilang dia unik. Unik dalam artian apa? kenapa Wulan tidak terima dengan perkataan Veno, yang mengatakan ia unik.

"Gue unik? Maksud lo?" Veno menatap wajah cantik Wulan, jika dilihat-lihat Wulan itu lucu, apalagi kalau lagi kesal dia tambah lucu dan menggemaskan.

"Iya, lo itu unik. Lo itu langka." Veno sedikit terkekeh dengan ucapan terakhirnya sendiri, membuat Wulan tambah memasang wajah kesalnya.

"Langka? Lo kira gue hewan langka yang ada dikebun binatang yang pernah gue temuin di.. mzz... asdfjh." Veno segera membungkam mulut Wulan, Wulan yang merasa tidak terima langsung saja menggigit tangan Veno dan menyebabkan Veno sedikit meringis akibat ulah Wulan.

Tapi, Veno sama sekali tidak marah, dia justru tersenyum menyaksikan wajah Wulan yang sangat lucu, jika sedang kesal seperti tadi.

-------------

Minta comment dan votenya yah :)
Thanks for reading, comment and votenya jangan lupa!

Mini Couple (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang