Abira & Sania - 5

20.6K 1.4K 47
                                    

Melda mengerutkan keningnya begitu menatap makanan yang di sajikan di ruang makan.

"Mbok, tumben buat rotinya terlalu kering?"

"Bukan saya yang buat Bu, tapi Mbak Sani."

"Sani?"

Mbok Sum mengangguk, "Tadi Mbak Sani bilang mau buat sarapan dan itu hasil masakannya."

Melda menghela napasnya. Bagaimana mungkin Sani membuat roti bakar sampai berwarna coklat kehitaman, bahkan sisinya sudah kering. Bisa ia pastikan kalau roti itu tidak layak makan.

"Mbok masak makanan lain nggak?"

"Saya masak nasi goreng, Ibu mau sarapan sama itu?"

Melda mengangguk, "Saya itu saja, dan hidangkan sekarang."

Tak lama setelah Mbok Sum pergi, Aya, Abi, dan Sani turun lalu menghampiri meja makan.

"Itu apaan Ma?" tunjuk Aya pada roti yang di buat Sani.

"Roti bakar."

"Roti bakar? kok roti bakar gosong gitu sih, haha...," Aya terbahak membuat ekspresi Sani berubah kesal.

'Nggak tau apa, itu buatnya susah tau," rutuknya dalam hati.

"Aya nggak boleh gitu ah," tegur Melda membuat Aya mengangguk namun masih tersenyum.

"Tumben Mbok Sum masaknya gosong," komentar Abi sambil membolak-balikan roti tersebut.

"Itu bukan bikinan Mbok Sum, tapi bikinan aku."

Aya dan Abi sontak menatap Sani. Yang di tatap malah mendengus sambil mengerucutkan bibirnya. Abi yang melihatnya merasa gemas.

"Kak Sani nggak bisa masak?" tanya Aya langsung.

Sani malah diam, Ia melirik suaminya tajam, yang sekarang tengah mengulum bibirnya menahan senyum.

"Nggak papa, nanti kita belajar masak ya," lanjutnya membuat Sani jengkel setengah mati.

Sani tak habis pikir, kenapa setiap perempuan harus bisa masak? Para temannya saja yang sudah menikah lama tidak masalah jika tidak bisa memasak, nah sekarang gilirannya, kenapa pula harus belajar masak?

"Kalian cepat sarapan, nanti kesiangan."

Ketiganya mengangguk kemudian mengambil nasi goreng untuk sarapan mereka pagi itu. Membiarkan roti bakar yang di buat Sani berakhir di tempat pembuangan sampah.

* * *

"Kenapa nggak bilang nggak bisa masak?"

Sani menoleh, menatap Abi tajam. "Kamu nggak nanya."

Abi menghela napasnya, "Seengganya bisa kasih tau kan?"

"Percuma ngasih tau juga, mau aku bisa atau nggak kamu pasti maksa buat aku ngelakuinnya," ketusnya.

"Yasudah terserah kamu saja. Yang pasti aku ingin kamu bisa masak."

Sani mendesah, "Kenapa sih?"

"Maksudnya?"

"Kenapa aku harus bisa masak? kenapa kamu selalu maksa ngelakuin hal yang aku nggak bisa?"

"Bukan maksa Sani, aku cuman ingin kamu belajar. Aku ingin nanti kamu yang melayani keluargaku, keluarga kita nanti."

"Kalau begitu kenapa tidak menikah dengan chef saja? Bukankah itu sudah terbukti bahwa dia bisa memasak bahkan bisa melayani pelanggannya. Atau dengan Polisi wanita yang bahkan bisa mengatur masyarakat bahkan mobil dan motor di jalanan."

Abi menaikan sebelah alisnya, merasa jawaban Sani tidak berkaitan dengan pertanyaannya.

"Aku tidak suka wanita karier, kebanyakan dari mereka akan menyampingkan keluarganya, dan aku tidak ingin itu."

"Tidak semua wanita karier seperti itu. Banyak juga wanita karier yang sukses dalam keluarga mereka."

"Itu hanya pendapatku Sani."

"Tetap saja, dengan pendapatmu ini sama saja seperti melarangku menjadi wanita karier."

"Aku memang tidak ingin kamu menjadi wanita karier, cukup dengan menjadi istri yang baik dan Ibu dari anak-anakku."

"Nggak ada ya. Kamu nggak bisa seenaknya ngubah masa depan aku. Pokoknya aku bakal tetap kerja meski kamu nggak kasih izin."

"Sani..."

Sani tidak menjawab, Ia terlanjur marah. Bagaimana mungkin laki-laki itu dengan mudah mengatakan bahwa ia tidak boleh menjadi wanita karier.

Tidakkah ia tau bahwa dengan menikah dengannya di usia muda membuat masa depan Sani berubah?

* * *

"Asem banget mukanya, masih pagi juga. Kenapa sih San?"

Sani menoleh, "Apa semua perempuan harus bisa masak?"

Rara mengerutkan keningnya heran, tidak biasa dengan pertanyaan yang baru saja ia dengar.

"Maksud lo?"

"Apa semua perempuan harus bisa masak?"

Rara mengerutkan keningnya, "Ya kalau menurut gue sih harus."

"Kenapa?"

"Kenapa? emang lo mau suami sama anak lo ketagihan masakan pembantu lo? atau ketagihan sama masakan restoran? kalau gue sih nggak mau, jadi menurut gue, perempuan ya harus bisa masak."

Sani terdiam, ia menunduk. "Emang kenapa San? lo mau belajar masak?"

Sani menggeleng, "Nggak lah, yakali gue belajar masak."

Rara mengangguk saja, tebakannya benar. Tidak mungkin sahabatnya itu belajar masak, lagian apa motivasinya?

"Oh iya, gue mau nanya lagi."

"Apa?"

"Kalau menurut lo, seorang istri boleh nggak sih jadi wanita karier?"

Rara terdiam beberapa saat kemudian mengangguk, "Boleh lah, asal atas izin suami juga."

"Kenapa?"

"Soalnya kan udah jadi istri itu kewajiban nya banyak, ngurusin anak, suami, rumah. Harus pinter-pinter bagi waktu juga mana yang jadi prioritas utama."

"Kalau misalkan kerja tapi nggak diizin gimana?"

"Setau gue sih nggak boleh, secara nggak langsung lo udah membantah sama apa yang suami lo larang."

Sani mengangguk mengerti, tak lama ia menghela napasnya. Seakan terpikir sesuatu mengapa ia jadi seribet ini?

"Kalau misalnya lo udah nikah, dan itu nikah muda. Terus lo pengen banget kerja tapi suami lo nggak ngizinin gimana?"

"Selama alasan nggak ngebolehin gue kerja itu masuk akal ya gue nurut. Tapi balik lagi, kalaupun gue kerja, dari awal gue harus komitmen, mikirin semua kemungkinan yang bakal terjadi. Ngebagi waktu antara kerjaan sama keluarga."

Sani mengangguk lagi, kemudian terdiam. Lah, Abi punya alasan apa coba ngelarang gue kerja?

"Emang kenapa sih San? dari tadi lo nanya aneh tau, nggak biasanya nanya masalah rumah tangga. Lo udah mau married?"

Sani menggeleng kuat, "Married? yakali," perempuan itu tertawa miris.

Rara mengerutkan keningnya, sedikit tak percaya namun berusaha acuh. Ia tidak ingin membuat mood sahabatnya itu jatuh.

Alhasil ia hanya diam dengan banyak pertanyaan yang berkeliaran dalam benaknya.

[==#==]

Tbc

Aku mau kasih pertanyaan nih, menrut kalian apa perempuan itu harus bisa masak? Dan apa pendapat kalian mengenai wanita karier?

Vomment yaaa, dan di tunggu jawabannya.

Repost 1 April 2017

Abira & Sania ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang