Part 3

4.7K 221 7
                                    

Author POV

Adin menghela nafas panjang, dia terbaring diatas kasurnya,

"Bunda ngapain sih jodohin aku sama cowok itu? meskipun aku masih bisa sekolah, tapi aku gak mau!" dia berbicara pada dirinya sendiri sembari meneteskan air matanya.

Waktu telah menunjukkan pukul 22.57, tapi mata Adin seakan sulit untuk tertutup. Tidak biasanya dia tidur lewat pukul 9 malam.

Sama halnya dengan Vino, di tempatnya iapun masih belum terlelap.

"Kalau memang perjodohan ini yang terbaik buat kamu, aku terima kok. Makasih buat waktunya selama ini. Aku akan selalu sayang sama kamu."

Suara seorang wanita diseberang sana terdengar sedang menahan tangis.

"Maafin aku Re, aku gak mau durhaka sama orang tuaku. Aku harap kamu terima semua ini, aku juga akan selalu sayang sama kamu." jawab Vino.

Rere, pacar Vino yang sekarang menjadi mantan menutup telpon secara sepihak.

"Maafin aku Re." gumam Vino sembari menutup mata.

•••

04.40 WIB

Adin terbangun dari tidurnya dan segera melaksanakan shalat shubuh, kemudian ia langsung mandi. Setelah selesai, ia langsung menuju ruang makan untuk sarapan.

"Pagi Bun, Yah!" sapa Adin.

"Pagi sayang, hari ini kamu berangkat dianter Vino ya?? sekalian pendekatan gitu," jawab bundanya yang membuat Adin melongo.

"Tapi bun..." belum selesai Adin bicara ayahnya menyela.

"Gak ada tapi-tapian, kamu mau jadi anak durhaka?" selalu itu yang dikatakan ayah Adin jika Adin telah membantah.

Adin hanya bisa pasrah dan menyelesaikan sarapannya.

"Bun, yah, maaf ya, tapi bukannya berduaan sama bukan mahrom itu gak boleh?" kedua orangtuanya menatap Adin.

"Gak papa, kan ayah sama bunda yang nyuruh. Insyaallah gak akan terjadi apa-apa. Setahu ayah, Vino itu anaknya baik, gak berani macem-macem!" Adin menghela nafas panjang lagi.

'Ayah sama bunda gimana sih, kan gak boleh berduaan. Tapi ya sudahlah, tidak ada gunanya membantah perkataan mereka lagi!' pikirnya.

Makanan didepannya pun terasa hambar, mulutnya terus menguyah tetapi pikirannya entah kemana. Lamunannya buyar setelah mendengar suara klakson mobil dari luar.

Tid. Tid. Tid!

"Vino udah nunggu kamu tuh! Kamu udah selesaikan sayang? Kasian kalo Vino harus nunggu lama," bunda datang dari pintu depan.

Bahkan Adin tidak menyadari saat bundanya keluar ke depan rumah untuk menemui Vino.

"Udah bun. Aku berangkat bun, yah. Assalamu'alaikum," Adin pamit pada orang tuanya.

Dia mencium tangan keduannya. Dan orangtuanya mengecup dahi Adin dengan penuh kasih sayang secara bergantian.

•••

Selepas Adin berangkat, Indah bertanya pada suaminya.

"Yah? Kayanya Adin abis nangis, matanya agak bengkak," Indah sebenarnya khawatir saat melihat mata Adin yang bengkak, tapi dia sengaja tidak bertanya langsung pada Adin.

"Iya, ayah juga liat kok," Diki tetap setia dengan makanannya.

"Apa kita gak terlalu jahat sama Adin?" Indah menghela napas panjang.

"Enggaklah bun, gak ada orang tua yang jahat sama anaknya. Kita ngelakuin ini karena kita sayang sama Adin, kita cuma mau ngasih pendamping yang terbaik buat Adin." Diki mengusap lengan Indah sambil tersenyum menatapnya. Indah pun tersenyum.


"Semoga aja Vino bisa jagain Adin ya Yah!" Diki mengangguk, kemudian memeluk istri tersayangnya.

•••

Vino sudah menunggunya didalam mobil, Adin membuka pintu belakang, dan langsung duduk disana.

"Aku bukan supir kamu, jadi duduk didepan, dan gak ada tapi-tapian." kata Vino dingin.

Adin hanya diam dan pindah tempat duduk ke depan, dia tidak ingin cari masalah di pagi hari.

Mobil mulai melaju dengan kecepatan sedang, sampai suara Vino menginterupsi.

"Kamu sekolah di SMA Bakti Pertiwi kan?"

Vino bertanya masih dengan nada dinginnya dan tanpa menatap kearah Adin, matanya fokus menatap jalanan. Adin hanya mengangguk mengiyakan. Tak ada percakapan selama perjalanan. Pikiran Adin melayang entah kemana, begitu juga Vino.

Mereka seperti dua raga tak bernyawa. Sepi dan hening. Tanpa ada diantara mereka yang berniat membuka percakapan terlebih dahulu.

Beberapa menit kemudian mereka sampai didepan gerbang sekola Adin. Memang jarak dari rumah ke sekolah Adin tidak terlalu jauh, dan memakan waktu hitungan menit untuk sampai.

"Makasih tumpangannya kak, maaf ngerepotin," ucap Adin.

Vino tidak menjawab, dan langsung melaju sesaat setelah Adin turun dari mobilnya. Adin hanya menatap kepergian Vino.

Entah bagaimana kehidupan mereka selanjutnya. Ego keduanya masih sama-sama besar.

•••

Jangan lupa voment nya ♥
Happy reading!

My Life Partner ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang