Chapter 6

6.9K 254 3
                                    


Kami pulang ke apartemen Bian. Jika mengingat kejadian kemarin itu, aku sangat malu berhadapan dengan Bian. Kejadian-kejadian panas kemarin terus berputar dikepalaku. Rasanya ingin menyembunyikan diri saja didalam bumi. Karna tidak sempat sarapan dihotel sekarang aku tengah membuatkan sarapan untuk kami berdua. Entah terlalu fokus pada makanan yang kubuat atau aku sedang melamun, sampai-sampai aku tidak menyadari kehadiran Bian yang tengah menatapku.

"Oh, kau mengagetkanku! Sudah selesai mandi? Tunggu sebentar, masakannya hampir matang."

" Kau membuat apa?" Bian melongokkan kepalanya, mengintip apa yang sedang kumasak untuk sarapan kami.

"Isi kulkas hampir kosong, aku hanya membuat nasi goreng. Tidak apa-apa kan? Nanti aku akan ke supermarket." Setelah nasi goreng yang aku buat matang, aku menaruhnya di dua piring yang sudah kusiapkan dan membawanya kemeja makan. Bian mengikutiku dari belakang dan duduk dihadapanku.

"Apa masih sakit?" tanya Bian tiba-tiba.

"Uh? Apa?" tanyaku tidak mengerti maksudnya. Bian hanya diam memandangku dan seketika aku tau maksudnya. Aku terbatuk dan hampir menyemburkan air yang aku minum tadi. Mengambil tissue dan membersihkan mulut, aku malu sekali.

"Aku tidak apa-apa." Kataku tanpa memandangnya. Sepertinya wajahku sudah merah saat ini. Kenapa Bian harus mengungkitnya lagi? Membuatku malu saja.

"Kau yakin?" tanyanya meyakinkan, Bian masih memandangku dan aku sibuk mengalihkan pandanganku dari tatapan matanya.

"Aku yakin. Makanlah, nanti nasi gorengnya dingin." Aku menyuapkan sesendok besar nasi goreng untuk memutupi rasa maluku.

"Tidak perlu malu, toh aku sudah melihatnya" gumam Bian pelan tapi masih bisa kudengar, membuat nasi goreng yang sudah akan kutelan membuatku tersedak dan batuk-batuk hebat. Aku segera mengambil air dari gelasku dan meminumnya sampai habis.

"Kau tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, aku hanya kaget. Kau makanlah, aku akan mandi dan ke supermarket."

"Aku antar." Itu pernyataan bukan pertanyaan.

"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Kataku sambil beranjak dari kursi.

"Aku antar dan jangan protes." Setelah mendengar kata Bian aku hanya bisa mengangguk dan berjalan menuju kamar untuk mandi dan bersiap-siap.

Tiga puluh menit kemudian kami sudah ada disupermarket. Aku sibuk memilih bahan-bahan makanan sedangkan Bian mendorong troli, mengikuti aku dibelakang. Kami sudah seperti pengantin baru saja. Banyak gadis-gadis sampai ibu-ibu yang memandang kearah kami, maksudku kearah Bian. Karna mana ada pagi-pagi begini ada laki-laki tampan yang belanja ke supermarket. Bikin kesal saja. Mata mereka jelalatan memandang Bian.

"Kau punya banyak penggemar." Kataku sedikit kesal.

"Apa?" tanya Bian memandangku bingung. Aku berputar melihat sekeliling dan Bian mengikutiku. Semua wanita yang ada disini memandang Bian tanpa henti, sambil berkasak-kusuk dengan orang disebelahnya. Bahkan ada yang terang-terangan melambaikan tangannya pada Bian sambil tersenyum menggoda. Apa-apaan mereka itu? Norak sekali.

Bian kembali memandangku setelah melihat sekitar. Mengernyitkan alisnya dan tersenyum. Aku memandangnya bingung. Bian maju selangkah, berdiri menjulang dihadapanku. Aku mendongakkan kepala memandangnya. Dia mulai menaikkan tangannya dan merangkum wajahku.

"Kau cemburu?" tanyanya masih dengan senyum manis menghiasi wajah tampannya.

"Ti-tidak." Kataku sambil memalingkan wajah, rasanya kedua pipiku merona. Memalukan sekali. Bian kembali merangkum wajahku, tanpa kata menyuruhku memandangnya kembali.

Oh Gay , Look At Me Please 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang