*Kania's POV*
Oke, sekarang. Eh tapi ntar aja kali ya. Tapi kalo ntar, kapan lagi?
"Kaniaa lo lama banget sih. Tinggal pencet nomornya doang kok ribet," kata Mona sewot.
Gue mengalihkan pandangan ke Mona. "Ya udah si. Masalah, masalah gue. Lah yang ribut lo."
Mona memutar bola mata sambil mendengus. "Tapi kelamaan tau nggak. Sini ah."
Tiba-tiba butut udah ada di tangannya Mona. Percuma ngerebut, udah terlambat.
"Nih," Mona menyerahkan butut ke gue. "Lo tinggal ngomong. Lo udah nyiapin kata-kata dari kemaren kan?"
Dengan berat hati, gue ngambil butut. Gue dekatkan ke telinga. Nada sambung masih berbunyi.
Semoga nggak diangkat..
Yes, bentar lagi nada sambungnya abis yes.
Gue pun ngomong ke Mona, "Kayaknya ini nggak bakal diang--"
"Halo?" tanya Satria di seberang sana.
Sial.
Mona tersenyum licik sambil menaik-turunkan alisnya. Hih.
"Kania?" tanyanya lagi.
Gue menggigit bibir bawah. "Hm, ya?"
"Kenapa nelpon?" tanyanya balik.
Oh iya, kan gue yang nelpon. Kenapa jadi gue yang nanya dia? Bego.
"Gini. Ntar.. kita ketemuan ya. Ada sesuatu yang mau ku omongin," ujar gue.
Di seberang sana terdengar suara dehaman. "Hmm.. oke. Kamu dateng ke rumahku, gimana? Atau aku jemput kamu?"
"Aku aja yang ke sana langsung. Ngg.. sampe ketemu nanti," ucap gue.
"Oke. Hm, ya," katanya juga, sambungan telepon pun terputus.
Gue memelototi Mona. Mona cuma nyengir.
"Kalian mau ketemuan kan? Udah siap-siap sana," katanya dan gue nurut aja.
~~~~~~~~~~
Udah dari beberapa menit yang lalu gue nyampe di depan rumahnya Satria. Tapi gue cuma muter-muter doang. Nggak berani ngetok.
Nggak ngaruh juga sih gue ngetok. Orang tiba-tiba Satria buka pager terus nongol. Ikatan batin kali ya. Eh apaan sih.
Satria masih pake seragam sekolah. Mungkin gara-gara nungguin gue dia sampe lupa ganti baju kali ya? Et makin ngaco ini.
"Eh, Kania," sapanya.
"Umm.. hai," sapa gue balik.
Ternyata dari enggak pacaran sampe pacaran sama aja ya. Awkward mulu.
Satria berdeham. "Hmm.. mau ngomong apaan?"
"Mau ngomongin.." gue berpikir sejenak. "Di dalem ada Nayra ya?"
Satria mengangguk. "Kalo mau lebih private, kita ngobrolnya di lapangan aja gimana? Di sana nggak ada orang. Tenang, nggak bakal macem-macem kok."
Gue mengangguk setuju. "Ya udah, ayo."
Kita pun jalan ke lapangan yang dimaksud. Dalem hati gue masih pusing mikirin mulai dari mana ngomongnya. Kalo gue salah ngomong gimana?
"Jadi.. mau ngomong apa?" tanya Satria setelah kita sampai di lapangan dan duduk di pinggirnya.
Gue berdeham. "Ini.. jadi.. duh, gimana ya jelasinnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is True
Teen Fiction'Cinta bisa terjadi kapan saja, dan dimana saja.' Sepertinya itulah yang dirasakan mereka. Mungkin awalnya pertemuan mereka diawali dengan kebohongan, tapi seiring berjalannya waktu, kebenaran pun terungkap. Takdir pun menghadirkan cinta untuk meram...