Separantum

112 15 44
                                    



2 Januari 2015.

"Kamu harus bahagia."

Sebuah suara mengantarkanku kembali pada dunia nyata, melenyapkan kenangan yang sedang berputar dalam otakku.

Tidak. Tidak ada orang yang sedang berbicara denganku. Itu hanya sebuah suara yang berasal dari masa lalu, suara yang berada dalam sebuah kenangan yang paling kuhindari. Suara yang kuhindari... dan kurindu.

Aku melempar pandanganku ke jalanan yang berada di samping kananku. Dari balik kaca aku melihat sepasang kekasih yang sedang tertawa, tak mengacuhkan hujan yang kian deras.

Jika kamu tahu, aku seperti melihat kita saat melihat mereka. Kita yang tak pernah memedulikan hujan dan memilih untuk menikmatinya dengan cara yang berbeda, kita yang memilih untuk bahagia kala hujan datang, dan kita yang dilingkupi rasa cinta.

"Cuma aku yang bisa buat kamu bahagia. Pun, sebaliknya."

Untuk kali ini, aku mendengar suaraku yang pernah berucap beberapa waktu lalu. Aku tidak ingat pastinya kapan, tapi aku ingat kalimat-kalimat itu tertuju padamu. Tak ada lagi kalimat-kalimat seperti itu untuk lelaki lain. Hanya satu lelaki, yaitu kamu.

"Kamu harus bahagia, meski tanpa aku. Harus."

Aku menatapmu yang sedang tersenyum kepadaku. Senyuman yang selalu mendamaikan suasana di sekelilingku, senyuman yang selalu membuatku jatuh cinta berulang kali, senyuman yang akhirnya tak pernah terlupakan olehku. Aku masih menatapmu. Dan saat air mataku menetes begitu saja, kamu mulai menghilang. Lagi.

Kini, aku hanya menatap bangku kosong di depanku. Bangku yang selalu menjadi favorite-mu kala berkunjung ke caffe ini. Bangku favorite-mu kala sedang menatapku.

Itu dahulu. Saat ini yang ada hanya bangku tak berpenghuni di hadapanku. Yang ada hanya bangku yang menyimpan sejuta kenangan. Yang ada hanyalah bangku yang pemiliknya selalu kurindu dan akhirnya membuatku menangis.

***

15 November 2005.

Kalian tentu pernah jatuh cinta. Jatuh cinta pada seseorang yang tak pernah kalian sangka. Entah bisa dikatakan sebagai cinta pertama atau bukan, kamulah orang yang mengenalkanku pada cinta. Kamu mengenalkan aku bagaimana rasa jatuh cinta diam-diam, kamu juga yang membuatku belajar untuk mengikhlaskan.

Aku tidak tahu bagaimana bisa, kamu tiba-tiba saja menghuni sisi hatiku yang tak pernah berpenghuni sebelumnya. Aku tidak pernah tahu bagaimana bisa, kamu tiba-tiba membuatku memikirkanmu tanpa henti. Dan, aku tidak tahu apa alasannya, hingga aku jatuh cinta padamu. Kamu, Jinendra.

Jatuh cinta padamu bukanlah perihal yang gampang. Aku harus sekuat tenaga untuk menahan diriku agar tak mengatakannya terlebih dahulu. Jatuh cinta padamu bukanlah perihal yang sulit. Kamu selalu bersamaku sejak kita SMP, membiarkan aku jatuh cinta diam-diam dalam jarak yang dekat.

"Aku sayang kamu, Nas," ungkapmu, akhirnya setelah penantianku selama empat tahun.

Aku tersenyum, bahagia. Sangat. Tapi, tak kunjung aku jawab pernyataan hatimu. Aku hanya memandangimu, menikmati tatapan tenang milikmu. Banyak orang yang memiliki tatapan seperti milikmu, tapi tak ada yang bisa membuatku tak berkutik seperti yang kamu lakukan.

"Nas, jawab, dong," rengekmu. " Jangan cuma ngelihatin aku."

"Aku juga sayang kamu," jawabku.

Lalu, kamu tersenyum. Aku pun tersenyum.

LOVE July's EventTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang