Dua
Kuil yang dituju memakan waktu satu jam dari Mansion Uchiha jika ditempuh dengan mobil. Saat sampai, seorang pendeta tua menyambut mereka. Fugaku berbincang sebentar lalu mempersilakan mereka masuk.
Bangunan yang mereka tuju adalah bagian utama kuil. Pendeta tua tadi membacakan mantra dari kitab sutra kuno untuk keluarga Uchiha itu. Setelah selesai, ia mempersilakan Itachi untuk ke kuil kecil yang ada di puncak bukit.
Tanpa bertanya lebih jauh, Itachi pamit pergi. Ia menghilang di balik pintu dan dinding kertas. Fugaku dan Mikoto berdoa dalam hati agar putra mereka tidak terkena marabahaya apa pun.
Ketika berjalan menuju kuil yang disebutkan, Itachi dipandu oleh seorang miko cantik dan masih muda. Ia tidak banyak bicara dan enggan membuka pembicaraan diantara dirinya dan tamunya itu.
Mereka mendaki ratusan anak tangga. Di samping anak tangga, terdapat banyak kuil kecil yang di dalamnya terdapat dupa dan sesaji.
Kuil di puncak bukit yang mereka tuju memiliki bentuk sedikit lebih kecil daripada kuil utama tetapi lebih suram. Itachi mengamati tiap inci bangunan itu satu persatu.
"Kuil ini digunakan untuk pembersihan. Banyak orang yang terkena teror makhluk tak kasat mata dan kutukan meminta dibebaskan di sini," kata miko itu. Tidak ada respons dari Itachi, miko itu menganggapnya paham. "Kau akan tinggal di sini sejak matahari terbenam hingga pagi besok. Tak ada yang menemanimu dan puasa adalah syarat wajib yang harus kaupenuhi. Tak boleh berbicara atau ada pembicaraan dan kau juga tak boleh keluar. Kami telah menyediakan botol untuk buang air. Jangan sekali-kali keluar atau kau akan celaka."
Miko itu menjelaskan panjang lebar. Itachi mengangguk lalu mengucapkan terima kasih.
"Sebelum dimulai, adakah yang ingin kauminta?" tanya miko itu sebelum meninggalkan Itachi karena matahari hampir terbenam. "Tidak ada."
Karena Itachi telah mantap, miko itu pun pergi. Dengan langkah berat, sulung Uchiha itu memasuki bangunan tua itu dengan keadaan bulu kuduknya berdiri. Memang hal gaib menantikan dirinya di situ.
.
Matahari meluncur begitu cepatnya, meninggalkan langit sore. Bulan purnama besar menggantikan tugas sang surya malam itu.
Cahaya bulan masuk lewat dinding kertas yang cukup tembus pandang. Itachi merasakan ketenangan diantara meditasi yang ia lakukan. Malam semakin memekat. Suara jangkrik dan anjing gunung bersahutan dengan frekuensi pelan. Sunyi. Bulan tepat menggantung di tengah langit dan berhenti. Awan menutupi sinarnya. Semuanya gelap gulita.
Suara-suara aneh mulai bersahutan. Mulai dari orang menangis, menggelinding, dan meraung-raung sambil memukul-mukul dinding kuil. Tangan kotornya berhasil masuk. Namun, tenaganya hanya sampai di situ. Dan, ia kembali menangis. Itachi berusaha fokus pada meditasi dan doa yang diberikan pendeta. Ia berusaha tetap tenang meskipun dalam hatinya tersimpan kengerian melihat peristiwa ganjil itu.
Saat bulan kembali bersinar dan bergerak turun. Sosok mengeringkan itu hancur dan menyisakan ketenangan yang kembali menyelimuti. Tidak menunggu lebih lama lagi, Itachi terlelap dalam keadaan duduk selama meditasinya hingga fajar tiba.
.
Fugaku, Mikoto beserta Itachi pamit sebelum mereka pulang. Pendeta tua itu tersenyum penuh arti kepada Itachi. "Kau akan membuat sejarahmu sendiri," katanya dengan raut bahagia lalu senyumnya menghilang, "berhati-hatilah. Sekecil apapun hal yang kaupikirkan, masa depanmu bisa berubah." Dengan sebuah anggukan, Itachi mengucapkan terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
القدر: لعنة - Fate: Curse-
FanfictionRemake Love Border Tentang Itachi, cinta, kutukan, dan keajaibannya.