سبعة

19 3 0
                                    

Tujuh

Sandaran mobil begitu empuk. Cocok sekali dijadikan pelepas penat. Hari ini, pekerjaan di kota utama selesai sudah. Waktunya kembali ke rumah beserta kehangatan keluarga tercinta.

Dengan meregangkan badan, Itachi mengangkat tinggi-tinggi sebuah origami bintang milik Kiseki. Begitu rapi. Warisan kemampuan istrinya yang begitu addict dengan dunia kertas.

Origami bintang memiliki arti harapan apalagi dalam jumlah tertentu. Ayah satu anak itu tersenyum. Perkembangan putranya begitu luar biasa. Ia sangat Uchiha sekali. Tetapi, tidak angkuh seperti anggota keluarganya yang lain. Benar-benar sebuah anugerah.

Sebelum selesai memikirkan putranya secara detail, mobil yang ia tumpangi tertabrak benda besar.

"Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadi?" pekik Itachi. Pecahan kaca mengenai matanya. Menusuknya hingga berdarah. Ia kehilangan penglihatannya. Sebelum visinya menghilang, sang sopir telah meregang nyawa terlebih dahulu. Dan, akhirnya, mobil benar-benar terguling dan membuat kepalanya terbentur dengan cukup keras.

.

Kiseki berlari menuju Konan yang ada di dapur. Ia memeluk tubuhnya dari belakang, berharap mendapat perhatiannya.

"Ma, coba tebak aku buat apa untuk Papa." Wanita bermata citrine itu mendengus. Putranya selalu membuat sesuatu yang tidak terduga. "Origami lagi?"

Ada kekehan kecil. "Sebenarnya kurang tepat sih. Tapi, oke lah." Putra tunggal Itachi itu kemudian menunjukkan hasil karyanya. Sebuah jurnal berisi origami bintang dan kumpulan kata-kata mutiara miliknya. "Bagus kan?"

Konan mencubit pipi putranya. "Tentu saja bagus. Kise-chan benar-benar luar biasa," pujinya. Kiseki tersenyum bahagia mendengarnya, "Papa pasti suka dengan jurnal buatanku." Ibunya Kiseki itu mengangguk. Putranya benar-benar luar biasa.

Di antara kegiatan mereka tersebut, ada sesuatu yang menginterupsi. Dering telepon rumah terdengar nyaring. Membuyarkan kegiatan mereka. Segera Konan meninggalkan irisan sayur di atas telanan dan mendekati benda berbunyi itu.

"Halo," wanita berambut biru gelap itu mengawali sapaannya, "dengan Nyonya Uchiha Konan." Sebuah suara khas wanita yang tenang terdengar. Ia menyampaikan kabar dari Itachi... sebuah kabar duka.

"Tuan Uchiha Itachi meninggal karena kecelakaan di Shinjuku. Sekarang beliau dibaringkan di RS Nasional sebelum dibawa ke Kediaman Uchiha."

Begitu lah kata-kata resepsionis rumah sakit itu. Mendengarnya hatinya begitu terpukul. Tanpa mengucapkan terima kasih, putri tunggal Kotone itu menutup sambung telepon. Kakinya sangat lemas hingga tidak mampu menahan berat tubuhnya sendiri. Dengan posisi merosot, airmata kesedihan yang selama beberapa tahun belakangan ini ia simpan akhirnya keluar.

Ita-kun-nya telah tiada... Ita-kun-nya telah pergi...

Ia meninggalkan dirinya dan putra semata wayang mereka yang begitu mengagumkan. Takdir sudah menulis jalannya. Sudah sepantasnya sebagai seorang istri ia menerimanya dengan lapang dada. Tetapi, untuk Kiseki... Nasibnya sungguh tidak beruntung. Selanjutnya, hanya kasih sayang darinya lah yang menjadi penyemangatnya untuk hari-hari berikutnya.

Tanpa Konan sadari, ada sebuah tangan mungil melingkari lehernya. Memeluknya dengan segala cinta yang besar. Wajahnya juga basah. Kise-chan-nya menangis. Dan, diantara pelukan ibu dan anak itu, hanya ada isakan dan keheningan. Itu cukup untuk mengungkapkan rasa kehilangan mereka.

.

Seorang wanita paruh baya menyandarkan kepalanya ke bahu pria yang selama ini menemani sisa hidupnya. Hidupnya begitu hancur. Ia tidak menyangka putra sulungnya akan pergi secepat ini. Airmatanya menganaksungai di pipinya. Kesedihannya tidak dapat ia bendung.

  القدر: لعنة  -  Fate: Curse-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang