Satu
Takdir memang sudah digariskan Tuhan. Kita tinggal mengeksekusi dan memilih jalan yang ditawarkan dunia. Jadi, terus bergerak maju. Berdamailah dengan masa lalu.
.
Suara tangis bayi menggema di salah satu ruangan di rumah sakit. Sang ayah harap-harap cemas walaupun tidak menampik dirinya begitu bahagia. Dengan penuh kasih sayang ia menggendong putranya yang masih merah lalu menciumnya.
Ayah akan selalu menjagamu, Nak. Takkan kubiarkan hal buruk menimpamu, janjinya dalam hati.
Ibu sang bayi itu pun merasakan hal sama. Namun, dengan sekuat tenaga ia mencoba menahan airmatanya. Tanggung jawab besarnya menanti.
"Putra kita sangat sehat, ia juga sangat tampan," kata Mikoto, "aku ingin Fuga-kun yang menamainya, sesuai janji kita saat aku hamil."
Fugaku, suami Mikoto, tahu. Kali ini adalah gilirannya. Ia kembali mencium bayinya lalu membisikkan sesuatu di telinga kanannya seperti sebuah doa.
"Aku menamainya Itachi. Uchiha Itachi," putus Fugaku sambil tersenyum bahagia. Airmata Mikoto menetes dan sesekali menggumamkan nama putranya. Mereka begitu diberkati. Itachi, bayi merah itu, mulai tenang dan tangisnya mereda. Ia mulai tertidur, merasakan mimpi pertamanya di dunia.
.
Waktu bergulir cepat. Menggilas dan menumbuhkan sesuatu lalu menjadi terkenang atau pudar.
Uchiha Itachi, sulung dari pasangan Uchiha Fugaku dan Mikoto, menginjakkan kakinya kembali ke negerinya. Enam tahun di negeri orang untuk menimba ilmu dan pengalaman sudah cukup untuk membuat ayahnya menyuruh pulang. Kedatangannya di rumah mendapatkan sambutan hangat dari seluruh keluarganya. Mereka seperti tertimpa durian runtuh.
"Ne, Ita-chan, bagaimana keadaanmu?" tanya Mikoto sambil mengamati putranya dengan saksama. "Aku selalu baik, Bu. Ibu kan selalu mengkhawatirkanku," jawab Itachi lembut lalu mencium pipi ibunya.
Mikoto gemas, ia mencubit lengan anaknya. Itachi sontak meringis. "Ibu khawatir kau kenapa-napa. Apalagi itu di negeri orang."
Itachi tersenyum. Ia bahagia dikelilingi orang-orang yang selalu menyayanginya. "Ke Ayahmu dong. Kamu gak kangen?" Mikoto mengingatkan putra sulungnya itu. Dengan mantap, Itachi mengiyakan dan beranjak dari tempat ibunya.
Manik hitam Fugaku menatap angkuh putranya. Itachi tersenyum. Ia berjalan ke arah ayahnya lalu memeluknya erat sebagai pelampiasan rasa rindunya. "Terima kasih sudah kembali," kata Fugaku di sela pelukannya. Sebuah senyum tersungging di bibir Itachi. Ia sangat beruntung.
.
"Kak, kata Ibu, ulang tahunmu nanti akan dirayakan loh. Pesta gitu." Sai merebahkan tubuhnya di kasur empuk king size milik Itachi. Hari ini ia akan menemani Itachi full time kemana pun minus ke kamar mandi tentunya. Dari tadi, Itachi hanya berkutat pada dokumen-dokumen yang harus ia pelajari.
Menghela napas, Sai merasa diabaikan. Ia tahu satu hal. Kakaknya tidak akan mempan pada hal yang berbau pesta. Maka, harus ada sesuatu yang bisa memancing jiwa Uchiha-nya. "Dan kau tahu, kau akan dijodohkan."
Ucapan Sai barusan membuat Uchiha sulung itu bergeming. Ia tampak mempertimbangkan sesuatu. Ini membuat adik angkatnya itu makin semangat. "Gadis yang akan dijodohkan denganmu..."
"Cukup," sahut Itachi. Ia kemudian berdiri, "kau lanjutkan saja nanti. Aku ingin bertemu Ayah."
Wajah pucat Sai menegang. Tetapi kemudian meluruh. Syukurlah. Ia terlalu berpikir jauh tentang kakaknya ini. Matanya memerhatikan punggung Itachi yang menjauh lalu menghilang di balik pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
القدر: لعنة - Fate: Curse-
Hayran KurguRemake Love Border Tentang Itachi, cinta, kutukan, dan keajaibannya.