ستة

23 3 0
                                    

Enam

Berjalan sendiri di antara orang-orang yang lalu lalang di plaza adalah pengalaman pertama bagi Uchiha kecil yang satu ini. Ia ikut ibunya berbelanja dan berharap akan dibelikan beberapa buku cerita dan lego. Namun, ia harus menunggu untuk kesempatan tersebut.

Dengan malas, ia duduk santai di sebuah kursi resto. Berharap mamanya bisa menemukannya. Di luar prediksinya, ada seseorang datang. Bukan wanita, tetapi pria. Ia juga menyinggungkan senyum lebar dan menyapanya.

"Hai, Kiseki," sapanya ramah lalu ia mengambil sebuah kursi dihadapan bocah cilik itu dan duduk.

Kiseki mendengus. Ia begitu terganggu dengan kehadiran orang asing di depannya itu. Namun, ia tidak berprasangka buruk dulu. Siapa tahu ia menawarkan sesuatu yang menguntungkannya.

"Paman tahu namaku? Hebat. Padahal aku tak kenal Paman," balas Kiseki dengan senyuman. Gigi putihnya tampak rapi dan matanya sehitam arang. Uchiha sekali.

Pria itu menghela napas, "Paman ini bisa mengerti apa pun loh hanya lewat tatapan mata."

Sombong sekali, pekik Kiseki dalam hati, pasti dia sedang membual. Mendadak, terbesit suatu ide di otak cerdasnya.

"Paman tahu apa yang kumau?" tanya Kiseki dengan tatapan polos. Ia begitu mengemaskan.

Kali ini, tangan pria itu mengusap dagunya. "Kau menunggu seseorang," jawabnya. Yes. Kiseki mengangguk antusias. "Lalu?" Berdeham lebih dulu, mata pria itu tampak berpikir.

"Kau lapar," lanjutnya.

Menggeleng keras, Kiseki memasang tampang meyakinkan. "Salah. Aku tidak lapar."

"Aduh, salah, ya? Hihi." Pria itu malah tertawa. Seperti orang digelitiki ramai-ramai. Kiseki menatapnya penuh keheranan. Ternyata masih ada juga spesies manusia seperti pria itu.

"Paman kan salah tebakannya. Mau membantuku?" pinta si kecil. Ada dengusan terdengar. Si pria tampak keberatan. "Oke. Apa yang kauinginkan?"

Putra Itachi itu bersorak, "antarkan aku ke information center. Aku ingin Mama menemukanku." Tangan kecilnya menggapai tangan pria itu dan menariknya. Ia begitu tidak sabar.

"Ayo kugendong. Biar nanti gak capek," tawarnya. Kiseki menurut. Ia merentangkan kedua tangannya, menyambut ajakannya. Tangan pria yang lebih besar itu menyambutnya. Kali ini, seorang pria selain papanya menggendongnya. Ini akan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan baginya.

.

"Kise-chan." Seorang wanita berlari dengan tergopoh-gopoh. "Kau tidak apa-apa kan, Sayang?" Ia begitu khawatir. Mulai dari mengecek tubuh Kiseki dan segala perlengkapannya.

Kiseki tersenyum. "Aku tidak papa, Ma. Jangan terlalu khawatir, oke?" Si mama menghela napas. "Maafkan Mama, ya? Tadi Mama tersesat juga," pintanya sambil terkikik.

Speechless. Kiseki tidak bisa berkata apa pun. Mamanya tetap saja begitu. Kalau tidak ada papanya pasti tersesat di keramaian seperti ini.

"Maafkan, ya, Sayang. Mama sudah belikan buku baru loh." Ucapan Konan membuat mata hitam Kiseki melebar. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar dan ia mulai melompat-lompat kegirangan. "Makasih, Ma. Kiseki sayang Mama," balasnya senang. Ia menggandeng tangan wanita bermata citrine itu, berharap agar tidak lagi terpisah.

"Ayo pulang?" Istri Itachi sejurus kemudian tersenyum, mengiyakan. Dan, mereka berjalan bersama mencari pintu keluar dengan dipandu sang putra. Konan begitu payah dalam hal spasial memang.

Di sisi lain, bersembunyi, seorang pria bersurai hitam tersenyum lebar. Palsu. Ia berkali-kali mengeluarkan napas lega. "Syukur tidak ketahuan," monolognya. Dengan hati-hati ia mengendap-endap seperti pencuri. Padahal tidak melakukan tindakan itu tidak masalah, bukan?

  القدر: لعنة  -  Fate: Curse-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang