009 | Jalan Raya

70K 10.8K 822
                                    


"Oke untuk kelompoknya saya buat berpasangan ya," kata Pak Bondan di meja gurunya, memandang ke arah daftar absen. "Theodoric Jane, Roseanne Hanindya, Wondi Juan, Haylie Alveno," kata Pak Jay santai dan cepat.

Rosi menendang kursi Haylie dari belakang membuat Haylie berbalik, lalu menyeringai kemenangan karena disatukan dengan Cokibernya 2A3.

"Alisa Jinwandi, Jevon Hanbin, Hanna Miya, Bobi Jesiya-"

Bobi langsung menegak. Ia tak lagi mendengarkan Pak Bondan, malah jadi merutuk kecil karena pada nyatanya sedang menjauhi gadis itu. Bobi mendesah pelan, menempelkan satu telapak tangan pada pipi dan menumpu siku di atas meja.

"Bob," panggil Juan yang duduk di sampingnya membuat Bobi menoleh. "Tuh dipanggil Jesya," kata Juan menggerakkan dagu ke barisan seberang.

Bobi mendesah pelan sebelum menoleh.

"Pulang ini beli bahannya ya! Besok gue nggak bisa," kata Jesya mencondongkan diri ke arah meja Bobi.

"Ck. Nanti aja deh," jawab Bobi malas. "Hari ini capek. Mau tidur gue."

Jesya jadi memajukan bibir, "ih hari ini kakak gue juga nggak bisa jemput. Gue sama lo ya?"

Bobi langsung mendelik, "anjis. Lo mah emang manfaatin gue aja."

Jesya mengerucutkan bibir, lalu mengkerut memelas. "Bobi.... Yah? Hari ini yah?" pintanya memohon dengan manis.

Bobi mengumpat dalam hati. Ia menampar diri menyuruh membuang muka saat ini juga. Tapi sialnya matanya tak bisa teralihkan. Melihat gadis cantik itu jadi sangat menggemaskan sekarang.

"Iya, iya. Bawel lu," balas Bobi akhirnya ketika suara Pak Bondan kembali terdengar membuatnya tersadar.

Bobi mengalihkan wajah, bersandar di kursi sambil menghela nafas berat.

Sialan. Sejak kapan sih hatinya jadi selemah ini!?



**



"Bob," panggil Jesya mencolek pinggang Bobi yang duduk di sampingnya.

"Hn?" Bobi menoleh malas.

"Laper," kata Jesya berbisik.

Bobi mendesah, merapatkan bibir dan kembali menoleh ke motornya. Yang kini sedang diperiksa tukang tambal ban, karena tadi bocor di jalan.

"Bang, lama nggak?" tanya Bobi membuat pria hitam itu menoleh.

"Lumayan sih, Mas. Robek nih kayaknya," kata pria itu membuat Bobi merapatkan bibir.

"Ganti yang baru aja," ucap Bobi sambil berdiri. "Saya tinggal dulu ya. Mau makan di depan," katanya yang dijawab acungan jempol si pemilik bengkel.

Bobi menoleh pada Jesya, membuat Jesya segera beranjak. Keduanya berjalan keluar bengkel dan menapaki trotoar berdua.

"Mau bento di simpang depan nggak?" tanya Bobi memandang gadis itu.

"Ke Mixme aja deh. Kenyang," jawab Jesya menolak, "lebih jauh sih. Belok ke kiri dulu di belakang Indomaret."

Bobi mengangguk, "ya udah kalau lo mau kesana," katanya kembali melangkah. Mata kecilnya menyipit, "panas banget anjir," keluh cowok itu segera dijawab anggukan Jesya.

Jesya mengangkat telapak tangan ke atas alis, menepis terik siang itu. Bobi memandanginya, lalu tak lama melepaskan ransel.

"Pegang dulu," kata Bobi menyerahkan ransel hitam itu membuat Jesya menerima sambil berhenti, melihat Bobi kini melepaskan jaket abu-abu yang ia pakai. "Pake ini," kata Bobi menyodorkan jaket itu, menukar dengan ranselnya kembali.

Jesya dengan kening berkerut, menuruti begitu saja. Ia memasukkan kedua lengan ke jaket abu-abu Bobi. Kepalanya tertunduk, ingin menarik resleting. Tapi gadis itu tersentak, ketika Bobi berdiri di depannya meraih kupluk jaket.

Jesya refleks mendongak, saat Bobi memakaikan kupluk jaket menutupi kepala gadis itu.

"Gue nggak bawa topi. Jadi pake ini aja," kata Bobi dengan suara seraknya, membuat Jesya melebarkan mata dan tertegun.

Bobi memandang depan lagi, kembali melangkah lebih dulu. Jesya mengerjap, segera menguasai diri. Ia ikut menapakkan kaki mulai mengekori Bobi. Jesya agak memperbaiki kupluknya karena panas makin terik.

"Sepi banget ya," kataBobi memecah hening.

"Hm. Jam segini siapa yang mau keluar rumah? Panas banget," jawab Jesya memandangi jalanan yang kini kosong. Hanya ada beberapa angkot dan motor melintas.

Memang, sejam setelah jam pulang sekolah jalanan akan sangat sepi dan lenggang. Ketika mereka berbelok di simpangan, jalanan benar-benar kosong. Hanya ada keduanya jalan bersisian di trotoar.

"Anjir. Ini orang-orang lagi lebaran?" celetuk Bobi menoleh kanan kiri, memandang jalan sepi dan kosong. "Atau jangan-jangan ada car free day?"

Bobi dengan iseng melompat dari trotoar, berlari ke tengah. Jesya mendelik, memandangi si tengil satu itu yang sudah berdiri di tengah-tengah jalanan.

"Woi woi potoin gua!" kata Bobi heboh, sudah menari-nari bodoh di tengah jalan.

Jesya menggeleng sambil merogoh hape. Gadis itu tertawa, ketika Bobi bertingkah konyol dan tak tahu malu. Bahkan ia menidurkan diri di atas apal.

"ANJIR PANAS!" teriak Bobi segera bangkit, membuat tawa Jesya makin keras. "Jesya! Sini gabung!" ajaknya ketika melihat cewek itu sudah selesai memotretnya.

Jesya menoleh kanan kiri, melihat benar-benar tak ada kendaraan dan orang. Cewek itu sambil tertawa berlari menghampiri Bobi. Entah kenapa ia merasa senang saat berhasil berdiri tengah jalanan besar ini.

Bobi memimpin, berlari sambil teriak-teriak riang. Jesya –dengan bodohnya- mengikuti berlari sambil tertawa-tawa sampai kupluknya terjatuh ke belakang.

Ketika Jesya di sampingnya, Bobi meraih tangan cewek itu. Menggandengnya dan memain-mainkan sambil berlari di tengah jalan.

"SEPANJANG JALAN KENANGAN! KITA BERGANDENGAN TAAAAAANGAAN..." nyanyi Bobi dengan suara serak beratnya yang berisik itu, menggoyang-goyangkan lengan Jesya yang tertawa riang.

TIIINNN

Keduanya terlonjak setengah mati. Mereka menoleh ke belakang, melihat sebuah mobil mendekat. Bobi dengan segera menarik Jesya kembali ke tepi. Jesya malah makin tertawa tertarik oleh Bobi kembali ke trotoar.

Melihat mobil itu sudah melintas, Jesya memandang Bobi semangat. "Ayo lagi Bob! Lagi!" pintanya dengan riang.

"Yeee lagi, lagi. Itu Mixmenya kelewatan!" kata Bobi menunjuk ke bangunan merah yang sudah mereka lewati.

Jesya tersentak, tersadar ia datang untuk makan. "Hehe, oh ya," katanya lalu tertawa nyaring dengan bahagia.

Berikutnya, jadi cewek itu yang menarik tangan Bobi. Jesya dengan riang melangkah di koridor, menggoyang-goyangkan lengan Bobi mengikuti apa yang dilakukan Bobi tadi. Bibirnya tersenyum riang, entah kenapa merasa bahagia menggenggam jemari kokoh cowok itu.

Bobi sendiri sudah larut dan menikmati keadaan ini. Hatinya melambung tinggi, tersenyum lebar memandangi Jesya yang tak henti-hentinya tertawa riang.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



2A3: Passing By ✔ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang