Gubrak. . .
Suara keributatan yang berasal dari kamar Aninda. Membuat seorang wanita parubaya segera berlari kekamar Aninda."Ada apa nak?" tanya wanita itu padanya.
"Kaca mataku bu, tadi aku simpan disini. Mana ya?" kata Aninda sambil membongkar bongkar isi laci miliknya.
Ibunya hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya karena melihat sikap anaknya itu.
"Ibu, kok malah menertawakanku sih?" katanya sambil memasang wajah cemberut dengan tangan bersilang didada. Tapi, tawa Ibunya malah pecah.
"uhuk. . . uhuk."
"minum dulu bu." Aninda menyodorkan air pada Ibunya. "Ibu sih tertawa mulu, emangnya apa sih yang lucu?" kata Aninda lagi pada Ibunya sambil memanyunkan bibir kecil miliknya.
"ini loh, yang ibu tertawain dari tadi." kata Ibunya sambil terkekeh dan mengambil sesuatu dari kepala Aninda.
"hmm, Ibu." Ia baru menyadari kalau kacamata yang ia cari dari tadi berada di kepalanya.
"kamu ini, belum tua aja sudah pikun begini." Ibunya berkata pada putri kesayangannya sambil menangkupkan kedua tangannya dipipi tembem milik Aninda, lalu berlalu meninggalkannya ditempat itu.
"haduh beres-beres lagi." Gumam Aninda sambil menepuk jidatnya yang tak bersalah. Karena kamar yang tadinya rapi, kini sudah seperti kapal pecah hanya gara-gara mencari kaca mata ini.
~
Aninda melirik jam tangan berwarna pink yang melingkar di tangan kirinya. Jam menunjukan pukul 09.30. Ia bergegas untuk segera mandi dan sarapan bersama.
~
"Kamu kuliahnya jam berapa nin?" Tanya Ayah padanya."Jam sepuluh, yah." Jawabnya sambil melahap nasi goreng dipiring. Aninda memang sangat lahap jika ibunya yang memasak makanannya.
"Terus kamu kok masih disini?" Tanya Farhan kakak Aninda. Ia malah melotot padanya seakan bertanya dan melirik jam tangannya lagi.
"Astaga, dua puluh menit lagi jam 10."
Sesegera mungkin ia tinggalkan makanan yang ia makan dan semua orang di meja makan menuju kamar dan mengambil tas hitam yang lusuh miliknya.Mengingat dosen itu kiler dan pasti Ia tak bisa masuk jika terlambat. Sekarang ia berlari menuruni tangga menuju garasi mobil.
"ampun dah. Mobilku di bengkel, kakak." Teriaknya karena takut terlambat. Mendengar teriakannya kakak langsung datang menghampiri adiknya itu.
"Kenapa teriak-teriak dek?" Tanya kak Farhan setelah sampai digarasi.
"Sekarang sisa 15 menit lagi kak." Jawabnya pada kak Farhan.
"lalu?" Kak Farhan mengernyit tanda tak mengerti akan sikap adiknya.
"huf. . . kakak, mobilku di bengkel." Aninda malah mendengus kesal.
"Terus?"
"kakak antarin aku ya." Ucapnya penuh harap dengan wajah memohon.
"ok. tapi ada. . ." perkataan kak Farhan terhenti karena Aninda menariknya kedalam mobil.
~
Aninda berlari menju ruangan dimana tempat kuliahnya akan berlangsung. Kembali ia lirik jam tangan miliknya yang kini menunjukan pukul 10.15, ia mempercepat langkahnya karena ia telah telat lima belas menit."loh, kok tidak ada dosennya sih?"ucap Aninda kesal karena usahanya sia-sia.
"Dosennya lagi ada urusan. Jadi hari ini kita ngak ada mata kuliah." jawab Salsa kegirangan karena tidak ada mata kuliah hari ini.
Aninda mendengus kesal karena pengorbanannya sia-sia, dan segera keluar dari ruangan itu dan menuju kantin bersama Salsa.
Bruk. . .
Aninda menabrak seseorang, dan buku yang tadi ia pegang tak lagi ditangannya. Tampak seseorang didepannya tapi, pandangannya kabur."kaca mataku dimana?" Tangan Aninda meraba raba lantai dan berharap menemukan kacamata miliknya.
"ini." ucap orang itu sambil memakaikan kacamata pada Aninda. Aninda hanya mengerjap ngerjapkan matanya dan memandangi cowok yang dihadapannya ini.
"kau tak apa kan?" Tanya cowok itu padanya sambil mengumpulkan bukunya yang berserakan dilantai, dan memberikan buku tadi pada Aninda.
"em. . . I iya aku tak apa."Aninda berdiri dan jawabnya dengan gagap karena menahan malu dan juga rasa kagum. Ia pun berlalu pergi meninggalkan Aninda dan Salsa. Aninda kini menatap Salsa meminta penjelasan mengapa dia hanya menatapnya saja dan tidak membantu saat Aninda jatuh tadi.
❤❤❤
Hay readers, jangan lupa voment ya.
😘😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Yang Tak Pernah Ada
RomanceAninda, wanita dengan perangai cantik, lugu, dan juga baik hati. Takdir mempertemukannya dengan lelaki yang menikahinya hanya untuk membalaskan dendam kakaknya. Ternyata Arya Aditama lelaki itu salah. Wanita itu bukanlah Aninda.