Kitab Keenam

1.6K 25 0
                                    

Aku Si Burung Tolol

SANG SURYA lambat laun makin me­ninggi dan meninggalkan bayangan tubuh yang memanjang di atas tanah.

Punggungnya tampak sedikit membung­kuk, seolah‑olah di atas pundaknya telah diberi beban yang berat sekali.

Kwik Tay‑lok serta Yan Jit belum pernah menyaksikan keadaannya semacam itu, men­dadak merekapun merasakan hati sendiri turut menjadi berat dan gundah.

Entah berapa lama sudah lewat, menda­dak mereka mendengar suara langkah kaki yang sangat ringan berkumandang datang ketika mendongakkan kepala, tampak Ang Nio‑cu sudah berdiri te­pat di hadapan mereka.

Sambil tertawa paksa Kwik Tay‑lok segera berkata:

"Duduk, duduk, silahkan duduk !"

Ang Nio‑cu segera duduk, diangkatnya cawan teh yang diberikan kepada Ong Tiong tadi dan meneguknya setegukan, kemudian pelan‑pelan meletakkannya kembali ke meja, se­telah itu, ujarnya:

"Apa yang barusan kalian bicarakan, te­lah kudengar semua dengan sejelas‑jelasnya."

"Oooh......"

Kecuali berkata "Oooh" Kwik Tay‑lok tak tahu apa yang harus dibicarakan lagi .......

Dengan suara pelan kembali Ang Nio cu.

"Aku merasa berterima kasih sekali atas kebaikan kalian terhadap diriku, akan tetapi...."

Kwik Tay lok dan Yan Jit sedang menunggu dia berkata lebih lanjut:

Lewat lama sekali, Ang Nio‑cu baru melanjutkan:

"Tapi hubunganku dengannya, tak nanti akan kalian pahami."

Baik Kwik Tay‑lok maupun Yan Jit, kedua‑ duanya tidak menunjukkan pendapat apa-apa.

Tentu saja mereka tak bisa mengatakan kalau dirinya mengetahui jelas urusan orang lain, siapapun tak akan berkata demikian.

Ang Nio‑cu menundukkan kepalanya, ke­mudian meneruskan:

"Dulu, sebenarnya . . . . . sebenarnya kami sangat baik sekali, yaa sangat balk sekali . . . "

Suaranya kedengaran agak sesenggukan, setelah menghembuskan napas panjang, lanjutnya:

"Kali ini aku tetap tinggal di sini, seperti juga apa yang kalian katakan, aku berharap dia bisa berubah pikiran dan melangsungkan penghidupan seperti dulu lagi.

"Benarkah kau sangat merindukan kem­balinya penghidupan seperti sedia kala?" tak ta­han Kwik Tay lok bertanya.

Ang Nio cu mengangguk, jawabnya de­ngan sedih:

"Tapi sekarang aku baru tahu, kejadian yang sudah lewat telah lewat, seperti masa re­maja seseorang, setelah pergi dia tak akan kem­bali lagi untuk selamanya."

Berbicara sampai di situ, tak tahan air matanya seperti hendak meleleh keluar.

Tiba‑tiba Kwik Tay‑lokpun merasakan hati­nya menjadi kecut bercampur sedih, dia seperti hendak berbicara tak tahu apa yang musti diucapkan. Ditatapnya wajah Yan Jit , ia saksikan mata Yan Jit pun sudah berubah menjadi merah.

Dulu, walaupun Ang Nio‑cu pernah men­celakai mereka, menyergap mereka, tapi seka­rang mereka telah melupakannya, mereka hanya tahu bahwa Ang Nio‑cu adalah seorang perem­puan bernasib malang yang selalu ingin berjalan kembali ke jalan yang benar.

Dalam hati mereka hanya ada perasaan simpatik, tiada perasaan dendam ataupun sakit hati.

Tiada orang lain yang begitu gampang melupakan dendam sakit hati orang lain seperti Kwik Tay‑lok sekalian.

Pendekar Riang (Huan Le Ying Xiong) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang