Dunia adalah mimpi buruk.
Wadah bagi setiap manusia untuk membohongi dirinya dan orang lain. Memasang wajah yang berbeda pada setiap orang yang berbeda. Menyembunyikan identitas diri yang sebenarnya. Aku juga tidak terlalu berbeda dengan mereka. Aku selalu menyembunyikan segala emosi yang sebenarnya kurasakan. Senyuman palsu. Tawa palsu. Perkataan manis yang palsu. Ya. Dusta dan palsu. Ha! Lucunya aku mengeluh tentang hal ini ,padahal aku juga melakukannya. Namun aku berbeda dengan mereka! Mereka menikmatinya. Sedangkan aku... Aku benar benar membencinya.
Jika boleh ku hubungkan, maka kedustaan dan ketidakadilan seperti saudara yang saling bergenggaman tangan. Sangat erat sampai tidak bisa terpisahkan.
-000-
Mataku terusik oleh cahaya yang menembus jendela. Tampaknya dunia tak akan membiarkanku terus dalam kenyamanan. Aku mencoba untuk tidur lagi. Kini hidungku yang terusik oleh semacam bau yang asing bagiku. Tahi, kah?
Aku mengedipkan mata beberapa kali. Mencoba untuk mengambil alih pusat kendali dari tubuhku. Seluruh syarafku perlahan mulai kembali bekerja. Aku merasakan sesuatu yang hangat berada ditangan kananku. Aku berusaha menggerakkan jemari. Lembek.Hangat.dan juga Bau.
Ya. Aku sudah bisa memastikan. Ini benar benar tahi. Tahi kucing peliharaanku yang akhir akhir ini suka poop di tanganku. Emangnya tanganku ini toilet hewan? Dasar kucing gendut.
Setidaknya aku benar benar kembali menyadari satu hal. Aku terbangun kembali ke dunia. Aku berterimakasih pada tidur yang telah memberikan mimpi indah tuk sesaat. Dan aku bersedih karena harus kembali ke dunia. Realita yang penuh ketidakadilan dan kepalsuan.
"BANGUN!! ABANG PEMALAS!!" Teriakan adikku benar benar keras. Aku yakin dia bisa ikut lomba teriakan nasional.
"Sudah bangun. Endut lagi lagi buat masalah nih. Bukankah hari ini Alisha yang mengurusnya?" Ucapku.
Kemudian pandanganku teralihkan pada gadis belia yang sedang duduk di kursi rodanya. Itu Alisha. Adikku satu satunya.
Alisha menutup wajahnya dengan boneka beruang. Dan mengintip kecil di baliknya.
"Maafkan Alisha. Alisha tadi mencari cari Endut tadi. Namun tidak ketemu juga. Karena sudah jam delapan, jadi Alisha ingin membangunkan Abang." Ucapnya dengan lirih.
"Alisha? Kenapa kamu masih menyimpan boneka beruang itu? Kan sudah rumsak dan banyak jahitannya." Tanyaku sambil mengelus kepala adikku.
"Boneka ini kita buat bersama sewaktu ayah dan ibu masih hidup. Dan inilah satu satunya yang tersisa dari rumah kita.Aku tidak ingin membuangnya." Alisha menunduk. Aku yakin ia benar benar merasakan kesedihan itu. Ya. Sebuah cobaan yang luar biasa. Hanya kami berdua yang tersisa dari tragedy malam 'itu'. Aku tidak ingin mengingat kejadian ini lagi. Hanya menambah kekesalanku pada dunia dan ketidakadilannya.
Aku mengusap air mata agar tidak membasah pipinya. Aku mencoba untuk menghiburnya dengan pose wajah jelek terbaikku. Dan alhasil, ia pun tertawa.
"Mau makan donat, Alisha?" Aku segera menawarinya makanan favoritnya.
"Mau mau ! Aku minta yang ceresnya banyak ya, Bang. Juga yang pakai caramel juga enak.Yang pakai kacang juga aku suka. Dan--"
" Iya iya. Semua boleh Alisha makan. Biar gendut." Aku memotong ucapannya. Kemudian membawanya keluar menuju dapur.
Wajahnya terlihat sangat bahagia. Senyumannya benar benar tulus. Selama ini manusia yang aku yakini benar benar jujur kepadaku hanyalah Alisha. Aku sangat meyakini hal tersebut. Dia adalah hal berharga yang harus aku lindungi.
Di sore hari setelah pulang kerja, biasanya aku membawakannya sebuah buku dari toko buku baru yang ada di dekat tempat aku bekerja. Dia biasanya sangat kegirangan. Karena Alisha sangat sangat menyukai buku. Terkadang ia juga membacakan buku yang baru saja kubelikan sebagai pengantar tidurku. Sungguh adik yang manis.
Namun rumah itu tidak seperti biasanya. Gelap. Pintu yang terbuka. Jendela yang pecah. Darah yang tercecer di depan pintu. Firasatku benar benar buruk. Aku segera berlari. Pikiranku terus dihantui perkataan yang aku takutkan.
Alisha Terluka? Terculik?
kalimat itu benar benar menusuk sanubariku.
"Alisha! Alisha!Alisha!" Aku berteriak sekencang kencangnya.
Hatiku bergetar hebat. Nafasku menjadi berat saat kulihat pintu kamar adikku, terbuka. Ada genangan darah di lantai. Aku masuk ke kamarnya. Apa yang aku lihat itu benar benar mengguncangku. Lututku bergetar hebat.
"T-Tidak Mungkin. TIDAK MUNGKIN? TIDAK MUNGKIN! TIDAK MUNGKIN! Alisha...? Alisha! Alisha! "
Ya. Alisha bersimbah darah. Pandangannya kosong. Tergeletak di lantai. Apa-apaan ini? Apa-apaan ini!
Aku bergegas membawanya ke rumah sakit terdekat. Sekuat tenagaku. Aku harus berlari. Walau hujan deras yang tiba tiba menerpa, aku harus tetap berlari. Harus!
Aku harus menyelamatkan Alisha.
Disepanjang jalan aku hanya teringat percakapan kami tadi pagi. Alisha yang tersenyum. Alisha yang tertawa. Alisha yang bahagia. Aku inginkan itu semua. Hanya itu yang aku inginkan! TUHAN!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Reverse ME
Mystery / ThrillerSiapa yang tidak menginginkan dunia penuh dengan keadilan. Presiden, menteri, gubernur, bupati, pedagang, mahasiswa, petani, bahkan pengangguran sekalipun. Semuanya menginginkan keadilan. Semua orang mendapatkan apa yang menjadi haknya dan melaksan...