#02 : Lelaki dan Masalahnya

18 3 0
                                    


Beberapa jam sebelumnya...

Dibelakang toko tempat aku bekerja, aku mengalami hal yang telah biasa terjadi. Aku dibully.

"Woi woi..." kata si Gendut. "Mana uangnya?"

"T-Tidak a-ada" kataku.

Dia memegang kerah bajuku. Mendorong kuat hingga akupun terjatuh. Beberapa temannya mulai mengelilingiku. Tangan tangan mereka hendak menelusuri kantongku. Namun aku menghempasnya.

"OI! Loe sudah berani?!" Ucap lelaki yang berbaju hijau.

"Mau gue mampuskan loe, HAH?!" seorang yang berambut sapu ijuk itu menendangku.

Mereka semuapun menendangku. Badanku serasa dilempari bebatuan. Benar benar menyakitkan. Salah satu kaki mereka menendang wajahku. Menyebabkan darah keluar dari bibir dan hidungku.

"Cukup!" ucap Si Gendut.

Ia berjalan ke arahku. Sementara yang lain memberinya ruang. Ia menatapku dengan pandangan bengis. Mukanya yang tak lebih baik dari toilet, benar benar membuatku kesal.

Ia menjambakku hingga kepalaku naik.

"OI! Sekali lagi kalau kau tidak punya uang, Adikmu akan jadi mainan kami. Kau paham,kan?"

Adikku? Adikku! Adikku?!!

Dengan amarah yang meluap secara frontal, kepalan tanganku mendarat di wajahnya. Ia terjatuh ke belakang.

Butuh beberapa saat aku menyadarinya. Kemudian, aku tahu yang telah kulakukan adalah  tiket bunuh diri.

"OIOIOIOI..."Mereka berteriak seperti binatang. Tatapan mereka bagaikan harimau yang mendapatkan mangsa.

Ya. Mereka tidak memberikanku ruang untuk bernafas. Pukulan demi pukulan mendarat dimana - dimana. Tendangan demi tendangan tak pandang alamat. Aku hanya bisa terus menahan hingga akhirnya kehilangan kesadaran.

Saat membuka mata, aku berada di sebuah ruangan yang kukenal. Aku mencoba untuk duduk, namun rasa sakit di tubuh mencegahku.

"Jangan duduk dulu. Berbaring saja, Asa" Agni menahanku.

Akupun kembali berbaring. Ia membawakan kompres dan meletakkannya di dahiku.

Agni adalah seoang gadis yang menjadi rekan kerjaku. Di Lot A Lot Café, dia sebagai maid. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Warnanya merah maroon. Ia memiliki mata berwarna kebiruan.

Setelah selesai memberikan perawatan,ia duduk disampingku. ia menatapku dengan pandangannya yang biasa. Tatapan penuh sindiran.

"Asa, aku benar benar heran padamu. Kenapa kau bisa kalah melawan SI Gendut dan kawan – kawannya itu? Padahal kau selalu melakukan latihan fisik kan?"

"A-Anu...Aku tidak bisa berkelahi. Lagi pula memukul orang kan bisa melanggar atura---"

Tanpa diberi aba – aba, ia meninju perutku. Aku berusaha menahan rasa sakitnya.

"Kau ini benar benar membuatku kesal. Aturan ini, aturan itu...Kalau kau yang menjadi korban, maka kau boleh melindungi dirimu..." Telunjuknya mendorong – dorong hidungku.

"Tapi tetap saja. Jika aku memukulnya dia pasti merasakan sakit kan? Aku tidak suka menyakiti orang lain " Ucapku.

"Kau ini..." Ia mengepalkan tangan sesaat kemudian melepasnya. "Aku belum pernah menemui laki laki sebodoh dirimu. Walaupun tubuhmu laki – laki tapi jiwamu seperti anak kecil" Ucapnya kemudian ia perlahan pergi dan menutup pintu.

Setelah dia meninggalkan ruangan, aku hanya bisa merenungi tindakanku. Aku tak tahu alasan kenapa aku sering latihan fisik.

Sebenarnya aku sangat ingin melawan para bajingan itu. Namun aku yang akan kuperoleh? Kemenangan? Kepuasan? Itu hanya ilusi. Ujung – ujungnya nanti, aku hanya bisa menyesal. Lalu untuk apa?

Padahal sudah jelas – jelas bahwa manusia tidak boleh melukai satu sama lain. Bahkan sudah tertera jelas di buku panduan HAM.

Kenapa banyak sekali manusia tidak paham akan tindakan mereka?

Dalam satu minggu ini, di televisi banyak sekali berita tentang korupsi, penculikan, pembunuhan, pemerkosaan, pencurian. Lalu kenapa manusia tidak pernah belajar? Apakah mereka tidak merasa berdosa? Apakah mereka tidak merasa kasihan pada korbannya? Kenapa mereka masih bisa tersenyum walau sudah menjadi tersangka? Busuk.

Kota ini benar benar sudah membusuk sampai ke akar akarnya. Harus ada yang mencabut dan menghancurkan sumber kebusukan ini. Tapi siapa? Aku? Mustahil! Melawan para bajingan itu saja aku hanya terdiam. Boro – boro mengubah kota ini.

Ya. Aku hanyalah manusia biasa yang bekerja di café. Hal yang membuatku bahagia bukanlah merubah dunia atau semacamnya, aku hanya ingin bisa hidup bahagia dengan adikku, Alisha.

Kemudian rasa kantukpun menyerangku.

Setelah terbangun, aku segera bangkit dan mengganti bajuku dengan perlahan. Saat melihat di cermin, aku sudah mengira kalau akan banyak sekali bekas memarnya. Pasti Alisha akan marah lagi.

Setelah itu, akupun meninggalkan ruangan.

"Sudah baikan, kah?" Ucap Manajer toko yang sedang berdiri di dekat meja kasir.

"Sudah Pak Tenjo. Lalu bagaimana dengan pekerjaanku?"

"Sudah beres kok. Semua sudah diurus oleh Agnie-chan~" ia mengatakan itu sambil memasang ekspresi gemas yang berlebihan.

Memang sudah jadi rahasia umum dengan sikap Pak Tenjo. Bahkan bebrapa pelanggan yang mencoba menggoda Agni, langsung ia memberikan tatapan sangarnya. Seperti Ayah dan anak...

"Lalu Agni nya?"

Pak Tenjo menunjuk ke arah apron yang telah digantung.

"Ah~ Aku kehilangan kesempatan lagi" gumamku.

Tiba tiba saja Pak Tenjo Menatapku sangat dekat. Aku terperanjat kaget.

"Kau...tidak...akan...merebut...Agnie-chan~...kan...?"

"T-T-T-Tidak" Tatapan matanya itu memeberikan intimidasi yang kuat. Aku seolah sedang diterkam serigala.

"Baguslah kalau begitu, dan kalau begitu ini" Ia menyerahkan sebuah tas.

"Ini...bingkisan?"

"Iya. Untuk Alisha-chan~. Dia kan sebentar lagi jadi dewasa...hehe"Ia jadi gimana gitu. Gak bisa dijelaskan.

Tapi Alisha kan adikku, bukan anakmu, Pak Tenjo... Aku tidak akan membiarkanmu memonopolinya.

"T-Terimakasih Pak Tenjo. Aku permisi dulu " Akupun berangkat meninggalkan Lot A Lot Café.

Di perjalanan pulang aku melihat banyak sekali toko kue. Oh iya, aku kan sudah janji akan membelikan donat untuk nya. Tanpa panjang cerita, akupun pergi ke salah satu toko dan membeli satu pack donat. Setelah selesai belanja, akupun bersegera pulang sambil senyum – senyum sendiri.

Namun, senyumkupun direnggut oleh peristiwa jahannam itu.

Reverse METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang