Kurup

4.7K 524 44
                                    

Jawaban untuk pertanyaan itu: tidak. Kak Braga tidak menggunakan kondom ketika ngentot.

Dia bilang lagi: "Itu khusus buat kamu, karena kamu bakal jadi orang terakhir yang akan saya ajak ngentot di dunia ini. Kamu sempurna, Vidi."

Sembilan hari sudah berlalu sejak kejadian sempurna malam itu. Kak Braga sering datang ke kosku. Tapi, aku kehilangan sosok Sandi. Dia tidak pernah muncul lagi. Padahal aku sudah menyelesaikan urusannya, tinggal urusan pernyataan cintanya itu. Lalu dia bisa pulang. Oke, oke. Aku tahu. Mungkin Sandi marah denganku karena aku bercinta sama cowok yang dia taksir. Kalau aku boleh membela diri, aku juga sudah menyelesaikan permintaan tolongnya. See? Aku tidak mengambil keuntungan.

Sama sekali tidak. Dan aku bukan jalang seperti yang Sammy katakan. Kak Braga menginginkanku, aku juga menginginkan Kak Braga. Kalau Sandi dan Sammy tidak suka, itu bukan urusanku. Kalau aku tiba-tiba naksir sama Kak Braga, itu juga bukan salahku. Maksudku, selama sembilan hari ini Kak Braga benar-benar perhatian denganku. Dia tahu pantatku masih nyeri karena malam sempurna kami itu. Jadi dia tidak memaksa aku nungging atau apa.

Dia selalu datang ke kosku setelah pulang kuliah. Membawakan aku makanan atau mengajak aku jalan-jalan ke pantai. Biasanya kami hanya berbaring di atas kasurku, menonton TV dan bercerita panjang lebar tentang komik-komik yang telah kami terbitkan. Di hari ke-sepuluh ini, aku mulai merasakan ada yang aneh di dalam diriku. Di dalam hatiku, lebih tepatnya. Dulu waktu pertama kali aku bertemu dengan Kak Braga, aku memang selalu bilang pada diriku sendiri kalau Kak Braga adalah cowok yang menarik. Tapi aku tidak pernah mendekatinya karena aku merasa dia straight.

Dan karena aku juga pemalu. Kalau bukan Fredo yang duluan mengajakku kenalan, aku tidak mungkin menjadi fuck buddy cowok itu sampai satu tahun lebih.

Itu dia hubungan yang aku punya dengan Fredo. Aku selalu berharap Fredo mengganti nama dari hubungan kami. Aku bohong kalau aku tidak merasakan sedikit rasa cinta untuknya. Mungkin tidak sedikit. Aku selalu berharap dia menjadikanku kekasihnya. Atau seseorang yang penting di hidupnya. Tentu saja itu hanya keinginan tololku yang lainnya. Fredo tidak pernah akan menganggapku seperti itu. Dia mendekatiku saja karena aku orang yang pendiam. Karena aku orang yang katanya sangat penurut. Dan itu memang benar, aku tidak pernah menuntut apa-apa dari Fredo.

Dia yang selalu menuntut apa-apa dariku. Menyuruhku datang ke rumahnya tengah malam untuk memuaskan nafsunya. Membiarkan Fredo memukul-mukul pantatku dengan ikat pinggangnya. Dia senang kalau aku sudah menjerit kesakitan. Sekarang aku sadar, betapa bodohnya aku dulu.

Seharusnya aku senang dia pergi meninggalkanku. Seharusnya aku tersenyum saat dia bilang: "Aku mau tour sama band-ku. Jadi, kalo kamu mau punya temen ngentot yang lain, cari aja. Karena aku juga bakal nyari temen ngentot yang lain pas lagi stay di suatu kota. Nggak usah nunggu aku pulang."

Kini, rasa senang itu baru muncul sekarang. Itu lebih baik, bukan? Lebih baik daripada tidak pernah datang sama sekali. Aku benar-benar lega bisa lepas dari Fredo. Tidak perlu menuruti semua permintaan bodohnya. Aku bebas. Aku telah bersama seseorang yang peduli dengan hidupku.

Braga, seorang laki-laki yang menatap wajahku dengan mata teduhnya.

Bunyi ketukan terdengar di pintu kosku. Aku berdiri dari kursiku dan membuka pintu. Hanya sedikit. Untuk memastikan kalau yang datang memang Kak Braga. Dan memang laki-laki itu. Aku membuka pintu sedikit lebih lebar agar tubuh raksasa Kak Braga bisa masuk. Dia mengelus wajahku sebentar sebelum akhirnya menutup pintu. Aku melangkah duluan, meski ini sudah hari ke-sepuluh, jantungku masih saja berdetak norak kalau di dekat Kak Braga.

Aku baru mau duduk di kursiku ketika Kak Braga memelukku dari belakang. Tubuhku yang kecil dan kurus benar-benar tenggelam di dalam pelukannya. "Saya kangen sama kamu."

GitakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang