Wade

5.6K 551 98
                                    

Sandi.

Nama itu muncul di dalam kepalaku. Ya! Aku yakin Sandi bisa menolongku. Tapi aku harus mencari Sandi di mana? Selama beberapa hari ini aku tidak melihatnya. Mungkin dia melihatku bercinta dengan Kak Braga, merasa cemburu dan marah. Kalaupun Sandi kembali ke tempat dia meninggal, aku tidak tahu di mana. Apa yang harus aku lakukan? Satu jam telah berlalu dan aku masih tidak melakukan apa-apa. Bagaimana kalau Kak Braga meninggal?

Ini semua salahku. Seharusnya aku tidak berhubungan dengan Kak Braga. Harusnya—Sammy!

Mungkin Sammy bisa menolongku. Siapa tahu kuntilanak itu ada di dalam kamarku sekarang. Aku bisa meminta Sammy untuk menunjukkan keberadaan kuntilanak itu. Aku akan melakukan apa saja agar Kak Braga bebas. Jika kuntilanak itu ingin memintaku menemaninya, akan aku lakukan. Apapun. Asal Kak Braga dan Sammy kembali hidup normal.

"Sammy? Sammy? Kamu di situ?" Tidak ada sahutan. Aku memejamkan mata, mencoba fokus untuk memanggil Sammy. Kubuka lagi mataku, masih sudut pandangku sendiri. Belum ada sudut pandang Sammy. Where the fuck is he?

"Sammy?!" Aku mencoba lagi, nada suaraku terdengar frustasi dan putus asa. "SAMMY?!"

Di dalam mataku, yang semula sedang menampilkan meja gambarku, berubah menampilkan sebuah pagar tinggi. "Kamu kenapa teriak-teriak?" tanya Sammy di dalam kepalaku, tangannya mendorong pagar tinggi itu hingga terbuka. "Buat aku kaget aja!"

"Sammy, saya butuh kamu sekarang." Aku berdiri, menggelengkan kepala agar mata sebelah kiriku menampakkan sudut pandangku sendiri. "Ada kuntilanak itu nggak sekarang di kamar saya?"

Aku menatap seluruh isi kamarku secara perlahan-lahan. Menatap atas lemari, di dalam lemari. Ke langit-langit kamar. Kolong tempat tidur. Kamar mandi. Semuanya. Aku harus menemukan kuntilanak itu. Aku harus membawa Kak Braga pulang.

"Nggak ada," ujar Sammy ketika aku kembali menatap kasurku. "Kuntilanak itu nggak ada di mana-mana. Kamu aman Vidi, tenang aja."

"Nggak Sammy, saya nggak aman. Saya nggak bisa tenang."

"Dan artinya itu adalah...?"

"Kuntilanak itu nyulik Kak Braga." Aku bisa merasakan Sammy terkesiap. Langkah kakinya bahkan terhenti di anak tangga. "Dan saya nggak tau harus nyari Kak Braga ke mana. Saya bingung harus ngapain Sammy. Gimana kalo Kak Braga sudah meninggal? Gimana kalo habis ini kamu lagi yang jadi korban kuntilanak itu? Saya takut, Sammy."

"Vidi tenang!" Sammy mencoba menenangkanku, yang jatuhnya aku malah semakin panik. "Kamu inget-inget dulu, kuntilanak ini bisa ngikutin kamu karena apa. Mungkin kamu dulu pernah ngelakuin sesuatu yang nggak boleh kamu lakuin. Dan itu yang harus kamu inget, Vidi. Hal yang nggak boleh kamu lakuin ini, kamu lakuin di mana? Siapa tau kuntilanak itu ada di sana."

Aku mencoba mengingat-ngingat. Tidak. Aku tidak pernah berurusan dengan kuntilanak sebelum ini. Satu-satunya setan yang pernah menggangguku hanya pocong. Selalu tidur di sebelahku setiap malam. Kadang aku tidak sengaja memeluknya, mengira pocong itu adalah guling. Setelahnya, aku berurusan dengan jin. Jin yang membunuh Ibuku. Jadi, bagaimana kuntilanak ini bisa menggangguku?

"Atau kamu minta pertolongan Sandi. Tanya sama dia, siapa tau dia tau keberadaan kuntilanak ini."

"Seperti yang udah kamu tau, Sam. Saya belum ada ketemu sama Sandi lagi semenjak saya dan Kak Braga melakukan... kamu tau apa yang mau saya bilang."

"Maaf, Vidi. Aku bener-bener mau nolong kamu kalo aku bisa."

"Nggak apa-apa, Sammy. Selama kamu—"

GitakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang