DEBURAN 3

3.3K 272 13
                                    


"Ada kapal mendekat." Blake berujar kepada Vampire lainnya yang sedang menunggu ditempat yang tidak jauh dari pantai, namun sudah terlepas dari pengaruh sihir poseidon. Mereka sudah dua hari menunggu disana. Baru hari ini ada kapal yang menuju dermaga.

"Ayo kita mendekat." Aphrodite yang terlihat paling khawatir diantara yang lain langsung melesat ke pantai mendahului yang lain.

Mereka menunggu sampai semua penumpang turun dan menyisakan lima orang awak kapal yang tampak sedang membersihkan kapal mereka.

"Boleh kami bertanya?" Irven mengambil inisiatif.

"Silahkan." Jawab orang yang terlihat sebagai ketua mungkin? Atau harus disebut kapten kapal? Entahlah. Irven tak ambil pusing soal itu.

"Apakah Kamu tahu kemana tujuan kapal yang berlayar dua hari yang lalu?" Lanjut Irven dengan sopan.

"Hemm..." Orang itu sengaja menunda jawabannya. "Apakah seseorang yang Kamu kenal ada didalam kapal itu?" Orang itu malah balik bertanya.

"Adiku ikut kapal itu."Jawab Irven mulai tidak sabar. Firasatnya buruk.

"Kapal itu menuju ke timur tengah.." Orang itu mengambil jeda sejenak, mengamati ekspresi setiap orang. "Namun, tadi malam kapal itu dihantam badai. Menurut berita yang ku dengar, tidak ada yang selamat. Semua mayat yang berhasil di evakuasi sekarang berada di semenanjung india." Tutur orang itu.

Semua orang syok mendengar berita itu. Mungkin akan berbeda jika kejadian itu berada di daratan. Namun ini di lautan... tempat dimana Vampire tidak bisa melakukan apapun, bahkan untuk tetap sadar sekalipun.

"Kapan.. Ada kapal yang menuju timur tengah lagi?" Edmund, yang sudah dapat menguasai dirinya, bertanya lemah.

"Kebetulan kami akan menuju kesana. Besok pagi kita berangkat. Sekarang kami mau istirahat dulu." Ujar orang itu.

"Baiklah, kami akan ikut dengan kalian." Ujar Edmund lagi.

Semua terdiam sepeninggalan orang itu. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Aphrodite yang tidak dapat menahan kesedihan dalam hatinya, menangis sesenggukan di dalam dekapan Edmund.

"Tenanglah Eve. Vampire tidak mati semudah itu." Edmund mencoba menenangkan.

"Tapi kalian bilang, Vampire tidak berdaya di lautan kan?" Aphrodite masih tidak bisa menahan perih yang tertanam dihatinya.

"Benar, tapi aku masih bisa merasakan keberadaan Wiley. Itu artinya dia masih hidup." Edmund bertutur sambil mengusap rambut Aphrodite lembut.

"Hemm...?" Aphrodite terlihat tidak mengerti.

"Seperti ikatan mate yang sangat kuat, kami yang mempunyai hubungan darah pun mempunyai ikatan semacam itu, meski tidak sekuat mate, namun kami juga bisa merasakan jika hal buruk menimpa salah satu dari kami. Aku memang merasakan sesuatu yang buruk menimpa Wiley, namun aku masih merasakan keberadaannya Eve, dan aku yakin dia masih hidup sekarang." Edmund terpaksa menuturkannya dengan sedetail mungkin.

"begitu." Aphrodite menjawab lemah, berusaha menekan kekhawatiran yang mendera batinnya.

"Ayo kita bersiap dulu, besok pagi kita berangkat." Edmund memberi perintah. Aura diktatornya tidak pernah tanggal sekalipun.

Semua mengangguk setuju dan melesat kembali ke kastil untuk mempersiapkan apa saja yang akan dibawa. Ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang.

"Ehm.. bukankah akan lebih baik kalau kita membawa penyihir? Mungkin saja dia bisa mengurangi efek sihir poseidon kepada kita." Roussel berujar.

"Aku tahu maksudmu.." Roan tersenyum kecil.

"Baiklah, ajak Ruly pergi bersama kita. Tapi kamu harus bertanggung jawab penuh akan keselamatannya." Edmund memberi ijin. "Aku punya firasat bahwa tujuan Wiley ke timur tengah sangat berbahaya." Lanjut Edmund.

Tidak ada yang berkomentar. Semua sudah tahu apa tujuan Wiley ketika mendengar kapal itu menuju timur tengah. Eliza. Itu adalah tempat asal Eliza. Hanya ada satu hal yang masih belum terselesaikan. Dendam Eliza pada Werewolf yang menghabisi orang tuanya. Dan mereka yakin Wiley kesana dengan tujuan itu. Demi kekasihnya yang telah tiada...

Eliza... Semua mengenang nama itu dalam keheningan.

**************

"Wiley...."

"Wil..."

"Hei bangun bodoh!!"

Suara-suara itu terus bergema dalam kepalanya. Namun Wiley belum juga tersadar dari tidurnya.

"Dasar tuan tukang ikut campur! Mau sampai kapan kamu tidur? Ayo cepat bangun!!" Suara itu lagi.

Wiley mulai bereaksi. Dia menggeliat pelan.

Seira, yang dari tadi terus bernyanyi, mencoba mengobati Wiley, menjadi bersemangat karena pemuda itu tampaknya sudah terselamatkan.

Semalaman Seira menyanyi tiada henti. Nyanyian adalah senjata terkuat mermaid. Namun juga obat paling mujarab di dunia. Tanpa suaranya, Putri duyung tak ubahnya seperti ikan lain dilautan. Tak punya kekuatan, tak mampu melindungi diri sendiri.

"Bangunlah Wil. Belum saatnya kamu mati!" Suara itu terus bergema dalam ketidaksadaran Wiley.

"Liz..." Satu kata lolos dari bibir Wiley yang mengering. Dia sekarat.

"Liz? Nama perempuan?" Nyanyian Seira terhenti mendengar penuturan Wiley. Namun dia tak ambil pusing dan kembali menyanyi.

Semalam, Seira sangat gigih dalam menyelamatkan Wiley. Dia menerjang badai tanpa takut. Menyelam sampai ke dasar mencari pemuda yang telah mencuri hatinya itu. Ombak telah membenamkan Wiley sampai ke dasar laut. Tanpa mempedulikan apapun, Seira menarik Wiley dan berenang menuju daratan. Entah berapa ratus mil yang ditempuhnya. Dia tidak peduli dengan badannya yang serasa remuk dihantam ombak dan badai bertubi-tubi. Tujuannya hanya satu. Menyelamatkan pemuda itu.

"Berhentilah mengikutiku Wil!" Kenangan Wiley bersama Eliza kembali berputar di dalam kepalanya. Kenangan saat mereka bersama ke hutan mencari bahan-bahan untuk kabut merah. Saat-saat paling bahagia bagi Wiley.

Lalu, suara Eliza menghilang dan berganti dengan suara nyanyian yang sangat merdu. Nyanyian itu sangat nyaman dan melenakan. Namun bagi Wiley, dia lebih menyukai suara Eliza yang membentaknya tiada henti.

"Sudah waktunya kamu bangun Wil!" Suara Eliza kembali.

Lalu berganti dengan suara nyanyian itu lagi.

Wiley gelisah, dan tersentak dari tidurnya. Dia memandang sekitarnya. Gelap. Dan dia sendirian. Tidak ada siapapun disana.

Wiley menghirup nafas dalam. Dia bisa merasakan aroma seseorang. Dia yakin ada orang yang menjaganya tadi. Tapi entah dimana orang itu sekarang. Dia masih bisa mencium aroma orang itu.

Namun dia tidak ambil pusing dan bangkit berdiri. Melangkah menjauhi pantai. Dia ingin menjauh sejauh-jauhnya dari pengaruh sihir poseidon yang selalu berhasil membuatnya mual tak tertahankan.

Seira yang bersembunyi di dalam lautan menatap kepergian Wiley. Dia masih mengira kalau Wiley manusia. Dan dia tidak ingin kalau sampai ada manusia yang tahu identitasnya. Dia memilih bersembunyi dan hanya bisa menatap pujaan hatinya pergi menjauh.

Seira berenang kembali ke laut lepas dengan perasaan sedih. Dia sangat ingin bersama pemuda itu. Pikirannya tak bisa lepas dari wajah tampan yang sudah memikat hatinya sejak pandangan pertama. Dia membulatkan tekat, dan mengambil resiko terbesar.

"Aku hanya ingin bersamanya... Meski hanya sebentar..." Batin Seira.

"Sebentar saja... lalu aku akan menghilang...."

Take Me My PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang