Tiga

1K 38 0
                                    

Malam semakin pekat di Kota London. Dingin yang menusuk tulang mulai datang menyeruak menembus pori-pori kulit. Beruntung bagi Ali, ia sudah berada di apartemen mewahnya yang berukuran besar dan terletak di sebelah barat Kota dan tidak terlalu jauh dari kawasan Kensington, sebuah kawasan kediaman kerjaan di Kensington Gardens yang dihuni keluarga kerajaan sejak abad ke-17.

Ekspresi wajah Ali berbeda ketika dia masih berada di area klub. Sekarang, ekspresinya panik dengan nuansa khawatir dan kebingungan. Diliriknya Asyifah yang terbaring tak berdaya di sofa berwarna putih gading. Ia mulai memegang handphone-nya, ingin menelpon seseorang, tapi entah siapa.

Dialihkan pandangannya sekali lagi ke arah Asyifah. Ali berharap dengan sungguh-sungguh. Tubuhnya mulai gelisah. Pleaseeee, bangun dong!

Tuhan sepertinya berpihak pada Ali. Tak lama, Asyifah perlahan mengerejapkan matanya lalu di tutup lagi. Dibukanya sekali lagi. Dan kini, diiringi tubuhnya yang perlahan mulai bergerak.

Asyifah tersadar, membuka matanya, lalu mengedarkan pandangannya dengan ekspresi agak kebingungan. Ia memegangi kepalanya yang terasa berat. Mata Ali terbelalak. Ia buru-buru mendekatinya, tapi tidak berani menyentuh. Asyifah yang melihat Ali pun, mundur ketakutan.

"Hey, it's okay. Ini aku. Inget?" Ali berusaha menggali memori Asyifah.

Asyifah tidak menanggapi. Justru buru-buru bangkit menuju ke pintu balkon. Eh, mau kemana dia? Mau ngapain? Tanya Ali dalam hati sambil mengejar Asyifah dan menghadangnya.

"Eh, kamu mau apa?! Kamu nggak boleh loncat disini!" Sergah Ali.

Spontan saja, tangan Asyifah langsung mendorong Ali. Tingkahnya seperti seseorang yang terserang panic attack.

"Apaan sih lo? Siapa juga yang mah loncat?! I need some air! Minggir!" Teriak Asyifah.

Ali tetap tidak menyingkir. Situasi semakin tidak terkendali. Asyifah mulai memegangi dadanya, seperti seseorag yang kesulitan bernapas. Tak menunggu pergantian detik, Ali langsung membuka pintu balkon, membiarkan Asyifah menghirup oksigen di luar ruangan. Tangan kirinya masih memegangi tangan kanan Asyifah.

Ali terus mengikutinya untuk mencegah kalo-kalo setan di jiwa Asyifah membisikinya lagi untuk terjun bebas.

Asyifah mulai dapat menguasai dirinya. Napasnya semakin teratur. Perlahan, ia jadi lebih tenang.

"Are you, OK?" tanya Ali, mencoba memastikan kondisi Asyifah. Tapi tatapannya ke Asyifah, sangat canggung dan hati-hati.

Bukannya menjawab, Asyifah malah mulai terisak. Dan semakin lama semakin keras isak tangisnya.

"Eehh...." Ali jadi salah tingkah, karena tidak tau apa yang harus ia perbuat saat ini.

Asyifah semakin menangis tersedu-sedu, hingga membuat tubuhnya merosot ke lantai dan terguncang hebat. Ia menutupi parasnya dengan kedua tangannya.

"Tunggu di sini, jangan ke mana-mana!" Sahut Ali sambil menepuk hangat bahu Asyifah.

Ali bergegas masuk ke dalam, meninggalkan Asyifah yang masih berderai air mata di lantai balkon yang dinginnya menyerupai air es.

Setelah sampai di dapur, denga  ekspresi kebingungan, Ali mengambil sebuah gelas beukuran sedang dan ia mulai mengisinya dengan air putih. Tak jauh dari situ, pandangan Ali mendadak berhenti ketika melihat beberapa benda tajam, seperti pisau, garpu dan tali. Ali berpikir cepat untuk menyimpan semua barang itu di laci dapur untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Tak lama, Ali muncul kembali dari dapur dengan tangan yang membawa segelas air putih dan sekotak tisu di tangannya.

"Nih!" Sahut Ali menyodorkan segelas air putih tadi dan tisu. Tapi.... "What!" Ali berteriak kaget. Asyifah sudah tidak ada di balkon.

London Love Story (Aliprilly)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang