MPA7 - Si Penakluk Hati

8.4K 695 98
                                    

"Yang mulia!!!" Pekik Prilly

Mata Aliford melebar melihat ayahnya yang terduduk di lantai. Segera ia menghampirinya lalu memapahnya ke sofa di pojok ruangan.

"Prilly cepat panggilkan tabib" ucap Aliford yang di sambut anggukan cepat oleh Prilly

"Baik Yang Mulia"

Aliford menghela nafas panjang. Bila sudah seperti ini, maka pupus harapannya untuk menjadikan Prilly permaisuri. Ayahnya memang sulit sekali di tentang.

Selang beberapa menit kemudian, Prilly datang di temani Tabib Jio. Tabib Jio adalah tabib kepercayaan Raja. Walaupun masih muda, sang tabib telah menampaki predikat 'senior' karena pernah menyelamatkan Raja yang terluka parah saat usai berperang.

Diam diam, Prilly berdecak kagum atas kelihaian tabib tampan itu yang sedang memeriksa sang Raja. Ya, dari dulu ia memang tertarik dengan obat obatan. Walaupun bukan tabib, Prilly bahkan sudah tahu beberapa nama obat yang biasanya di pakai oleh tabib tabib kerajaan. Ini semua karena ia pernah membaca buku kuno tebal yang ia dapat dari perpustakaan kerajaan. Buku itu mencantumkan segala jenis obat, khasiat, cara pemakian dan lengkap dengan komposisinya.

Aliford menoleh ke arah Prilly, lalu memandangnya tak suka. "Prilly kau bisa keluar sekarang"

Ucapan dingin dari pangeran Aliford membuat Prilly tersentak, lalu menunduk. Sebenarnya ia enggan untuk pergi. Ia ingin melihat bagaimana cara tabib Jio mengobati Raja Venosa.

"Kau dengar apa kataku?" Kata Aliford sedikit membentak.

Prilly menelan ludahnya lalu segera membungkukkan badannya. Setelah mengucapkan salam, Ia pun terpaksa keluar dari ruang keluarga kerajaan itu.

***

Tabib Jio membereskan alat alatnya lalu segera menghadap ke arah Pangeran Aliford

"Bagaimana kondisi ayahku?" Tanya Aliford

Jio menghela nafas panjang. "Memang sejak dua tahun yang lalu, Yang Mulia Raja mengalami serangan jantung. Awalnya ringan, tetapi untuk saat ini sepertinya lebih serius. Untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan, hamba ingatkan agar tidak membuat raja Venosa marah, terkejut ataupun kelelahan. Itu saja Yang Mulia. Tadi saya sudah menyelipkan obat tidur. Jadi biarkan Yang Mulia Raja tertidur dulu agar tenang"

"Kau boleh pergi"

"Baik. Hamba pamit undur diri yang mulia"

Sepeninggal tabib Jio, Aliford terduduk memandang ayahnya.
Ia memejamkan matanya dalam keheningan. Sebuah tekad yang tertunda itu terus menggebu gebu untuk di raih. Aliford tau konsekuensinya, dan ia sudah siap. Apapun akan ia lakukan demi dia. Walau ia sendiri akan kehilangan semuanya, ia terima. Demi dia.

Hidup itu pilihan.

Sejenak, Pangeran Fancala itu tertegun. Masa lalu kembali menghantamnya. Membawa nya ke sulur sulur hitam yang senantiasa melilitnya kapan saja. Berusaha melupakan, tapi kejadian itu malah semakin diingatnya.

Tak perlu diceritakan. Serapat rapat bangkai di sembunyikan, baunya akan tercium juga.

***

Prilly melangkahkan kakinya terburu buru menuju kamar. Pasalnya, dandanan nya seperti sekarang ini telah mengundang perhatian seluruh penghuni istana. Prilly menyembunyikan wajahnya, lalu mempercepat jalannya.

Setelah sampai di kamar, ia mengganti pakiannya dan menelungkup di atas bantal. Prilly terisak. Mengapa pangeran menatapnya dingin seperti itu tadi? Dan, apa maksud pangeran mengusirnya? Ia sungguh tak mengerti. Tadinya, ia diminta secara sopan untuk datang lalu tiba tiba diusir dengan tatapan marah. Pangeran itu sebenarnya kenapa? Apa salahnya?

Prilly memukul mukul bantal di bawahnya untuk melampiaskan kekesalannya. Kalau tahu begitu, Prilly tidak akan datang kesana. Apalagi mendengar perdebatan Raja Venosa dan Pangeran tadi. Prilly merasa sangat hina ditolak secepat itu. Dalam tangisnya, Prilly tertawa getir. Jelas saja. Ia kan seorang juru masak. Prilly yakin tidak ada sejarahnya seorang pangeran menikah dengan juru masak dekil sepertinya.

Prilly makin terisak. Harusnya ia tidak berharap lebih pada Pangeran. Harusnya ia bisa menolak lebih tegas saat itu. Harusnya ia tahu dimana posisinya. Prilly menyesal. Ia bertekad, mulai detik ini akan berhenti mengharapkan pangeran. Ia bertekad, mulai detik ini akan menjauhi pangeran. Dan ia bertekad, mulai saat ini ia harus membenci pangeran.

"Argh! Dasar Pangeran Idiot! Sok berkuasa! Sok Misterius! Tak Bermoral! Tak berhati nurani! Gila! PHP!--"

"Apa itu PHP?"

Prilly menghentikan dumelannya. Lalu matanya terbelalak lebar saat menoleh ke belakang.

"Pa.. pangeran? Sejak kapan disini?"

"Sejak kau mengeluarkan makianmu untukku"

Prilly tercekat, tidak tahu harus berbicara apa.

Aliford yang sedang bersedekap dada itu memincingkan matanya. "Kau habis menangis" ucapnya.

Prilly mengusap sisa cepat air matanya. "Tidak"

Aliford menipiskan bibirnya, lalu duduk di tepi ranjang. Tangan dinginnya terulur untuk mengusap pipi Prilly yang sekarang sedang merona. "Aku minta maaf"

"Hh?" Perkataan tak terduga itu membuat Prilly kaget.

"Aku minta maaf, Prilly" ulang pangeran lagi.

"Yang mulia kau tak perlu minta maaf" ujar Prilly jadi tak enak hati.

Aliford menggeleng. "Aku telah membentakmu tadi"

Prilly menunduk sambil menggigit bibir bawahnya, lalu kembali menatap pangeran. "Tidak itu memang salah hamba. Hamba yang tak mendengarkan perkataan Yang Mulia"

Aliford menepuk pahanya. "Duduk di sini"

"Tapi.."

"Duduk" ucap Aliford tak terbantahkan. Prilly pun terpaksa duduk di pangkuan Aliford secara berhadapan. Wajah mereka sangat dekat, membuat dada Prilly berdesir.

Aliford berdeham lalu membelai rambut Prilly.

"Tadi itu aku hanya tidak suka bila perkataanku di tentang, Prilly"

"Hamba minta maaf" jawab Prilly cepat

"Aku juga tidak suka bila kau menatap Tabib Jio dengan mata berbinar seperti itu"

"Hamba minta maaf"

Aliford mengerutkan keningnya. "Aku tidak suka bila kau terus terusan minta maaf padaku"

"Hamba minta maaf."

"Eh?" Prilly tersadar lalu mencari jawaban yang pas. "Hamba.. kalau begitu hamba tidak jadi minta maaf" ucap Prilly malu malu

Aliford terkekeh.

Prilly mengerjapkan matanya. Ya tuhan! Pangeran yang minim ekpreksi itu tertawa kecil di hadapannya! Prilly menatap pangeran lekat lekat. Ia berharap memorinya bisa mengunci wajah Aliford yang sedang tertawa. Siapa tahu nanti Aliford tak pernah lagi tertawa. Ya, itu sangat mungkin.

Aliford yang tahu Prilly sedang menatapnya intens hanya menyeringai. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Prilly sehingga Prilly menahan nafasnya.

Bola mata Prilly membeliak saat
Aliford mulai mencium bibir nya, mengecupnya hati hati, seperti tak ingin merusak sesuatu yang berharga.

Prilly pun terbuai. Inilah alasan Prilly tidak bisa benar benar membenci pangeran. Pangeran selalu tahu cara agar Prilly bisa luluh kembali. Pangeran sangat tahu cara menaklukan hatinya

Deritan pintu membut aktivitas mereka terhenti. Mata Prilly melebar saat melihat wajah konyol sahabatnya yang menyembul di pintu.

"Eh? Ma.. maf aku tidak sengaja. Silahkan lanjutkan. Hehe. Aku tidak lihat kok" Anney menutup matanya lalu meringis. Segera ia menutup pintu kamar Prilly dengan muka memerah karena malu.

***

Hayo kok senyum senyum sendiri?

Seperti biasa. Saya mengharapkan kritikan yang bersifat membangun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Prince AlifordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang