[1] Corridor

88 10 4
                                    

"Wake up, Dimas. Ini udah jam setengah delapan, entar kamu terlambat sayang." Anak laki laki itu mengerang tertahan dibalik selimut tebalnya. Padahal, Mamanya sudah berulang kali mengetuk pintu kamarnya sejak sholat subuh tadi.

"Iya ma, lima menit lagi."

Setelah itu, tidak ada lagi suara ketukan yang berasal dari balik pintu. Dimas berasumsi bahwa Mamanya telah kembali kebawah untuk menyiapkan sarapan untuk yang lain. Tetapi Dimas salah, dari balik pintunya terdengar suara. Bukan suara ketukan, tetapi suara kunci yang berputar untuk membuka pintu kamar.

Setelah terdengar suara 'ceklek' dua kali, pintu terbuka lebar dan menampakkan wajah wanita -berusia kira kira berkepala empat- dengan raut marahnya. Dimas mendesah pelan, tidurnya terganggu akibat Mamanya sendiri. Menurut Dimas, Mamanya mempunyai banyak cara untuk membuat anaknya merasa lebih tertekan. Padahal, itu dilakukan Mamanya agar Dimas dan adik adiknya dapat hidup dengan disiplin.

"Dua menit Mama tunggu dibawah. Kalo kamu gak turun, siap siap aja sekolah jalan kaki."

"Iya"

"Jangan iya iya aja dong Dimas. Ntar Lula terlambat lagi, gara gara kamu."

"Iya Mamaku, sayangku, Dimas bangun." Dimas beranjak dari tempat tidurnya, kemudian berjalan kearah Mamanya dan mengecup pipi wanita itu sayang. Dimas berlari mengambil handuknya di jemuran kecil di depan pintu kamar mandi.

"Tapi Dimas tidur lima menit lagi ya, Ma?" teriaknya dari dalam kamar mandi.

"DIMAS! KUNCI MOBIL KAMU BENERAN MAMA AMBIL!"

"Ambil aja, Dimas bisa nebeng Papa kok."

Mamanya yang tak kuasa menahan kesal, memilih untuk beranjak pergi dari kamar anak laki laki satu satunya itu.Dimas memang anak yang keras kepala, Mamanya gidak bisa menyalahkan karena itu adalah sifat yang asli diturunkan dari suaminya sendiri.

***

Dimas berlari sekencang kencangnya demi menghindari temannya yang sedang berjaga menjadi polisi. Nugi, salah satu temanya, menjadi polisi satu satunya dalam permainan itu. Dengan kelincahan Nugi yang begitu cepat dalam mengajar, teman temannya yang lain juga ikut berlari kencang agar tidak tertangkap oleh Nugi dan menggantikan posisi Bagus dalam permainan itu.

"Rega,tungguin gue curut."

Dimas berteriak disela sela lariannya, dirinya tertinggal jauh oleh teman teman yang lainnya, yang mana itu membuat dirinya semakin dekat dengan posisi yang Nugi pegang saat ini. Sedangkan Rega, cowok itu masih berlari kencang diiringi dengan kekehan yang memenuhi koridor.

"REGA,VANO!" Teriakan Dimas menggelegar di sepanjang koridor. Tangannya ditarik oleh Nugi sang Polisi di permainan itu, dirinya tertangkap dengan mudah oleh Nugi. Rega dan lainya berhenti, berbalik menuju Dimas dan Nugi yang masih tarik menarik.

"Udah, pasrah aja deh lo. Jadi, buruan."

"Gak, gak mau gua. Vano, lo aja yang jadi sana."

"Lah, kok gue?" Vano menegakkan kepalanya tidak terima. Dimas selalu tidak mau manjadi Polisi atau pengejar teman temannya yang menjadi Penjahat. Tidak tahu apa alasanya.

"Yaudah deh,gue aja yang jadi. Udah buruan, gue itung sampe tiga. 1...2...3!"

Dimas, Rega, dan Vano kembali berlari, menghindari Nugi yang mengejar mereka dibelakang. Kembali saling berteriak ditengah tengah koridor, yang satu mengejar dengan semangat dan yang lainya berlari kencang, dengan diiringi kekehan yang membahana.

CRAKKK

"OH MY GOD"

Perempuan itu memekik keras ketika Dimas dengan tidak sengaja -karena sedang berlari - menabrak dirinya yang sedang memegang satu cup greentea miliknya. Cewek berambut panjang tersebut mengibaskan tangannya yang juga terkena tumpahan air tersebut.

Of TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang