Sara menunduk ke bawah, tidak ingin terbawa suasana ahirnya dia memilih untuk memainkan handphone hitamnya.Sama seperti Dimas, cowok itu juga sedang memainkan handphone nya, tetapi bedanya, Dimas memainkannya secara terang terangan di depan semua orang. Tidak merasa canggung atau apapun, Dimas terus memerhatikan layar handphone nya dengan wajah serius.
"Sar, ini kapan makan- nya sih? Laper gue, masa." Ucapan Saka membuat Saka hampir melemparkan handphone nya saking terkejut. Untung saja Sara tidak sampai menjerit akibat terkejut, Ibunya bisa saja melemparinya -dengan anggur yang sedang dimakannya- saat itu juga.
"Lo kalo ngomong bilang bilang dong, entar ketauan gue." ucap Sara kesal. Kalau Ibunya tahu, dia sedang memainkan handphone nya, bukan anggur lagi, bisa bisa handphone nya lah yang digunakan Ibunya untuk melempar dirinya nanti.
"Gue laper,"
"Diem deh, Ka!"
"Keluar, yuk" Saka menyenggol lengan Sara keras, membuat sang empunya sedikit terhuyung ke samping.
Sara menatap Saka sebentar, kemudian memasukkan handphone nya ke dalam slingbag nya. "Yuk!"
"Ma?" panggil Sara sedikit berbisik.
Ibunya menoleh kearahnya dengan tatapan bertanya, "Kenapa Sar?"
"Aka mau makan katanya," Ibunya melirik kearah Saka seakan melemparkan kata kata 'Kamu ini!',sedangkan Saka hanya memberikan cengiran lebar kearah Ibunya sambil mengelus elus perutnya, mengeluh. Saka lebih tua dua tahun dari Sara, tetapi sikapnya tidak seimbang dengan umurnya yang seharusnya lebih dewasa dan bersikap lebih jaim.
"Saka sama Sara keluar ya, Ma? Laper." keluh Sara.
"Sara laper ya, sayang? Kita makan yuk?" Risa- Mama Dimas, tiba tiba menyeletuk.
Mata Sara spontan membulat penuh, Sara ketahuan, dan dia sangat malu. Ternyata pembicaraan antara dia dan Ibunya tidak hanya terdengar oleh mereka berdua. Bukan karena Risa yang ingin tahu, tetapi karena suara Sara yang besar-walaupun dia berbisik- membuat Risa mau tidak mau harus mendengar percakapan antara Sara dan Ibu-nya.
Dimas menyembulkan senyum mengejek nya kearah Sara, Sara tau itu. Diam diam Sara melirik ke arah Dimas tadi, ketika Risa menyeletuk di sela sela kegiatan masing masing. Ingin rasanya Sara mencabik cabik wajah tampan milik Dimas yang tengah terkikik geli.
Ya, Sara akui Dimas memang tampan. Ditambah lagi dengan hiasan lesung pipinya ketika cowok itu sedang tersenyum, kadar ketampanannya bisa menjadi berlipat lipat.
"Eh, Sara laper ya? Yuk kita makan dulu yuk!"
Pipi Sara semakin memerah, malu. Dirinya malu karena ketahuan kelaparan di tengah tengah acara formal seperti itu, tetapi itu bukanlah murni keinginannya. Dia hanya ingin membantu Sara dalam menyampaikan pesan Kakak nya yang tengah kelaparan.
"Eh,i--ya Om. Tadi cuma bercanda kok, beneran deh. Lanjut in aja ngobrolnya, maaf mengganggu." ucap Sara sopan. Lagi lagi Sara melihat Dimas yang terkikik geli menatapnya, Sara menatap balik Dimas dengan tajam.
"Eh, gak usah malu malu lagi Kak. Anggap aja rumah sendiri, ya kan Bang?" ucap Lula kepada Dimas sang Kakak, yang hanya dijawab dengan dehaman paksa.
Sara menggaruk tengkuknya sambil tersenyum kikuk, "Hah? Eh, iya La, lanjut aja. Gak papa kok." jawab Sara tergugu.
Emang kampret nih si Saka, yang kena gue kan jadinya?
"Oh,yaudah kalo gitu.Kalo udah laper bilang aja langsung,gak papa kok sayang."
Sara tersenyum kikuk, "Iya tante"
Sara menghela nafas lega,akhirnya tatapan tak lagi tertuju kepada dirinya.Semuanya bermula dari Saka,gara gara kakaknya lah dirinya menjadi tumpuan tatapan aneh dari dua keluarga yang tengah berada di satu meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Of Tea
Fiksi RemajaDimas Farish Riatmodjo Sara Alfina Achmad Sara dan Dimas hanya punya dua pilihan.Dan akhirnya harus memilih keputusan yang sebenarnya tidak diharapkan oleh keduanya.Awalnya pilihan itu hanya berjalan biasa saja,tetapi seiiring waktu berlalu,kebias...