LITD *1*

171 31 7
                                    

Kulit putih bersih itu kini menjadi pucat, pipi tirus dan bibir merah mudanya juga tampak menjadi pucat.

Penampilannya bak mayat korban pembunuhan.

Gadis itu membiarkan tubuhnya terkulai di bath up yang sudah penuh dengan air bercampur dengan darah tersebut.

Ketakutan nya telah memudar, hanya saja rasa bersalah nya kini semakin memupuk di ubun-ubun.

Matanya terus menerawang, "Kalau boleh ku kembali ke beberapa tahun lalu, aku akan memilih untuk tidak menjadi pembunuh bayaran seperti ini." Kata nya sambil menatap kosong langit-langit kamar mandi.

Gurat kesedihan Jean Hathaway tampak jelas di matanya, wanita itu kemudian bangkit dari bath up dan mengambil handuk.

Jean berdiri di depan kaca, dan memandangi wajahnya yang sudah tak karuan karena make up yang luntur.

Setiap Jean Berhasil membunuh targetnya, ia selalu saja melakukan kebiasaan yang bisa dibilang aneh dan tak lazim.

Kemudian ia membasuh wajahnya dan bergegas melangkah, menuju kamarnya yang di dominasi warna pastel tersebut.

Gadis berambut blonde itu membaringkan tubuh langsing nya, di kasur berukuran king size tersebut. Sejenak ia biarkan tubuhnya rileks dan memejamkan matanya untuk beberapa jam, setidaknya dia bisa mengumpulkan energi untuk bertemu dengan kliennya esok hari.

Jam menunjukkan pukul 02.00 dinihari, dan Jean baru tertidur. Keadaan yang memaksa jean menjadi pembunuh profesional, jean adalah anak yatim piatu yang hidup di lingkungan yang keras.

Ibunya meninggal karena penyakit kanker otak, dan ayahnya meninggal karena overdosis narkoba. Sejak saat itu Jean mulai depresi dan mulai mencari uang sendiri hingga ia rela menjadi seorang pembunuh bayaran, walaupun Jean tau betapa besar resikonya.

***

"Aku ingin kau membunuhnya, namanya Shawn Mendes. Dia adalah musuh ku, dan dia juga telah merebut harta warisan ku. Dan yang harus kau tau, dia mempunyai banyak pengawal dan kau harus membunuhnya dengan cara yang rapi dan membuat seolah dia meninggal bukan karena dibunuh." Kata klien Jean , seraya menyerahkan foto target nya.

"Hmm berapa upah yang akan kau berikan pada ku? Jika kau ingin gunakan jasa ku, setidaknya kau harus siapkan uang 80 juta dollar." Tanya Jean, "Bahkan aku akan berikan 500 juta dollar, jika kau mau membunuhnya. Jadi apa kau mau menerima tawaran ku?".

"Baiklah martin, aku terima tawaran mu. Dan kau akan menerima kabar kematiannya dalam waktu 1 bulan." Kata Jean, "Apa?! Satu bulan? Itu terlalu lama!" Seru Martin.

"Kau pikir membunuh itu perkara mudah hah! Jika kau tak ingin gunakan jasa ku lebih baik kau bunuh saja dia sendiri!" Kata jean, "Okay aku akan menunggu, aku juga tak mau mengotori tangan ku ini. Dan kau harus benar benar membunuhnya, tapi jika tak berhasil kau yang akan terbunuh!" .

"Tenang saja semuanya akan berjalan lancar." Bisik Jean pelan di telinga Martin lalu mengambil foto targetnya. Kemudian jean melangkah menuju pintu keluar ruangan, dan meninggalkan martin sendirian.

Dia berjalan menuju parkiran, dan segera menancapkan gas menuju apartemennya.


"Huft dia akan jadi target terakhir ku, ketika pekerjaan ini selesai aku akan berhenti dan meninggalkan semua ini." Gumam Jean, raut wajahnya muram dan matanya berkaca-kaca .

Jean memang sudah memutuskan akan berhenti menjadi pembunuh, dia sudah lelah di hantui rasa bersalah.

Setelah 15 menit akhirnya Jean sampai di apartemennya, dia pun kembali memandang foto targetnya.

'Sepertinya aku pernah melihat nya sewaktu aku kecil, senyuman nya sangat khas tapi siapa dia?-- Arghh sialan kenapa kepala ku terus berdenyut jika mengingat tentang masa kecil ku.' Jean lalu duduk di sofa biru nya dan menyandar kan kepalanya.

Jean menarik napas panjang kemudian beranjak dari sofa, ia mengambil segelas susu coklat dari kulkas.

Ia menyeruput susu coklat nya, dan melangkah menuju laptop nya.

Jean kemudian mencari tau informasi tentang Shawn, semua informasi tanpa terkecuali.

Bersambung~~

Light in the darkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang