Epilog

2K 181 27
                                    

From: Louis
Pesawatku jam setengah 9 pagi. Datanglah kalau memang aku masih memiliki kesempatan:)

Eveline termenung di kamarnya. Ia baru saja membaca pesan yang Niall kirim lewat handphone Louis. Walau Niall tidak menyebutkan namanya, Eve tetap tahu siapa yang mengirimnya.

Fine, besok pagi aku akan bangun, menghampirinya di bandara, lalu maafkannya. Dan mungkin kami akan pergi bersama? Atau Niall tidak jadi pergi? batin Eve.

Semua peristiwa terjadi karena adanya keputusan. Dan kali ini Eve memutuskan untuk memaafkan Niall dan kembali mengulang kisah cintanya yang dulu pernah ada. Besok adalah hari penentuannya. Apakah keputusan Eveline akan berubah menjadi kenyataan?

***

KRIIINGGG

Suara alarm menggema di dalam kamar Eveline. Dengan terkejut, ia bangun dan duduk seperti orang kebingungan. Itulah reaksi yang selalu ia dapatkan jika tiba-tiba dibangunkan oleh alarm.

Eveline duduk kebingungan di atas kasurnya. Ia memandangi jam di handphonenya dan seketika matanya membelalak.

Niall!!

Dengan terburu-buru, Eve memakai baju yang ia temukan, menggosok gigi dan membasuh wajahnya, menyambar kunci mobil dan keluar. Ia bahkan tidak membuang waktu untuk mandi sekalipun. Ia sudah tidak memikirkan imagenya sebagai seorang artis yang at least kalau keluar rumah mandi dulu. Yang ada di pikirannya hanyalah Niall, Niall dan Niall.

Di perjalanan Eve gelisah setengah mati. Tak henti-hentinya ia merutuki dirinya sendiri karena memasang alarm tepat pada jam keberangkatan Niall. Bukan satu jam atau paling tidak setengah jam sebelumnya. Mengingat letak bandara yang lumayan jauh dari rumahnya membuatnya putus asa. Tidak mungkin ia bisa bertemu dengan Niall. Bahkan ini sudah jam 9 lewat. God, why am i so stupid?! rutuknya dalam hati.

Tapi ia belum ingin menyerah. Maka Eve menguatkan matanya yang masih ingin terpejam itu untuk sampai di bandara dan mengutarakan perasaannya pada Niall. Sebelum terlambat.

***

Niall Horan mengetuk-ngetuk arloji di pergelangan tangannya dengan gelisah. Ketukannya menyamakan setiap detik berubah. Ia menunggu Eve datang. Dalam imajinasinya, ia membayangkan kalau Eve akan datang tepat sebelum ia harus masuk ke pesawat dan berkata kalau Eve mencintainya. Niall ingin sekali bertemu dengan gadis itu. Ia ingin sekali memeluknya sekali
lagi sebelum ia akan menghilang.

Ya, Niall memutuskan untuk pergi jauh ke tempat yang orang-orang tidak berpikir kalau ia akan kesana. Bali. Niall akan ke suatu pulau di negara bernama Indonesia. Beberapa kawannya merekomendasikan tempat itu. Selain karena Niall belum pernah kesana, negara itu juga jarang dikunjungi artis sehingga mungkin tidak ada yang menyangka kalau Niall disana.

"Mate, 10 menit lagi kau harus masuk pesawat," ujar Louis tiba-tiba. Louis tentu saja menemani Niall ke bandara untuk mengantarnya pergi. Bukan hanya itu sih, Ia datang karena ingin menghibur Niall kalau saja hal seperti ini akan terjadi. Benar kan, Eveline tidak datang.

"Ya- ya, masih 10 menit lagi. Bisa saja ia kejebak macet."

Tanpa Niall menyebutkan namanya, Louis sudah tahu siapa yang ia maksud. Louis merasa iba pada sahabatnya. Niall jelas-jelas mengharapkan sekali Eve datang. Dan Eve malah tidak datang. Hal itu membuat Louis kesal sedikit.

"You know, Ni, kalau dia tidak datang, so what? Kau akan pergi jauh darinya. Kau akan melupakannya. Kau harus melupakannya. Banyak gadis di luar sana yang mungkin pantas bersanding denganmu. Jangan sia-siakan waktumu hanya mengharapkan Eveline."

"There is many girl out there, Louis, i'm aware of that. Tapi apakah mereka bisa membuatku nyaman seperti Eveline? Apakah mereka bisa menganggapku sebagai diriku sendiri, bukan aku si artis terkenal yang hanya mementingkan ketenaran? Apakah mereka bisa membuatku tersenyum setiap kali? Belum tentu, Lou. Aku butuh Eveline. I need her," ujar Niall. Pria itu menunduk menatap arloji di pergelangan tangannya, sekali lagi. Ia menatap jarum tipis yang berpindah tempat setiap detiknya.

Change // n.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang