Amaya V. Syarief.
Lahir di malam hari saat hujan turun. Bapaknya bernama Syarief.
Namanya emang simpel dan gampang diartiin. Dia nggak suka hal ini. Makanya dia lebih suka dipanggil pake nama tengahnya. V. Ve.
Tapi seorang Ve nggak sesimpel dan segampang itu buat dideskripsikan. Dia istimewa. Makanya orang-orang punya cara sendiri buat ngejelasin siapa Ve.
Aku punya pendapat sendiri. Bagiku seorang Ve adalah gabungan dari paras ayu, kepribadian lucu, dan hati yang luar biasa baik. Bagiku, Amaya V. Syarief sama seperti film. Setiap momen kebersamaan kami, sama seperti potongan-potongan film yang ingin kugabungkan dan kutonton setiap hari saat aku merindukannya.
Ve adalah film terbaik dalam hidupku. Karena dia punya genre yang kontradiktif dalam satu film tapi justru disitulah letak kemenarikannya. Ve adalah film bergenre mellow drama dan komedi -sekaligus dan bersamaan.
Aku suka sekali bersamanya. Suka. Suka. Suka. Suka sekali. Dia mampu membawaku masuk ke dalam dimensi dunia yang asing dari duniaku -yang berisi ambisi, nafsu, dan kekecewaan. Dia menyadarkanku pada kenyataan bahwa bahkan seorang gadis seperti diriku, punya kesempatan menjadi lebih baik, berhak bahagia, dan terutama... pantas dicintai.
Sayangnya, meski aku suka sekali berada di dekatnya, aku sulit melakukannya. Aku lebih sering menjauhinya dan dia lebih sering diam saja. Ketika ada orang lain, kami berbincang dan tertawa bersama. Tapi saat kami berdua saja, segalanya berubah canggung.
Dia mencintaiku.
Aku tahu dia mencintaiku.
Aku mencintainya.
Dia nggak tahu aku mencintainya.
Jadi terkadang, sesekali, saat aku kangen dengannya, aku bisa lupa dengan hal itu. Dan bertingkah sesuai perasaanku padanya."I hate seeing you here, you nasty skinny monstrous creature!"
Sebenarnya aku kurang suka menemui Ve di tempat kerjanya. Pertama, karena ada Dion. Kedua, karena Dion mulutnya kasar. Ketiga, karena Dion nggak suka padaku.
"Dion, tolong berhenti jahat sebentar"
"Kak, Kak Dion!"
"Kita seumuran kan?"
"Gue lebih tua setahun dari lo!"
"Aku lebih tinggi dari kamu dan nggak tinggal seatap sama orangtua. Di bagian mana nya kamu berhak dipanggil kakak?"
"......."
"Jangan banyak gaya kalau kamu masih minta duit sama orangtua"
"Cih, sombong!"
Entah sejak kapan Dion membenciku, aku bahkan sampai lupa. Awalnya dia sangat menyukaiku. Meski aku sering mabuk dan pulang pagi hari dengan Beatrice pun, dia nggak masalah. Atau meski terkadang cowok yang ingin dia dekati di bar lebih tertarik padaku, dia nggak masalah. Masalahnya tentu karena Ve yang dia sayangi ternyata jatuh cinta padaku.
Semua orang beranggapan bahwa, adalah sebuah kebodohan besar bagi Ve untuk menyukaiku. Aku juga setuju.
Agaknya Tuhan memang sayang padanya. Keluarga yang harmonis, orangtua yang menata rapi pendidikan dan karier nya. Teman-teman yang perduli, selalu hadir dan membantu, kapanpun. Juga bagaimana dia merawat dirinya sendiri; menjaga pola makan, berolahraga, rajin membaca buku, menghindari kebiasaan buruk seperti rokok dan alkohol.
Semua itu. Semua itu adalah hal-hal yang nggak aku miliki. Hidupnya terlalu manis untuk dicampuri hidupku yang terlalu busuk.
Suara bergemuruh terdengar dari dalam elevator yang baru saja terbuka, aku bisa melihat Ve dikerumuni teman-teman sekantornya. Mereka terlihat sedang berbincang entah tentang apa yang jelas sepertinya seru sekali. Mereka semua terbahak mendengarkan Ve bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Not Fall In Love
Romance"Aku nggak bermaksud jatuh cinta sama kamu dan kamu nggak bermaksud menyakiti aku" "Aku ingin menjauh dari kamu tapi aku nggak ingin kehilangan kamu" Kita baik-baik saja sebelum cinta hadir di antara kita. Jadi, jangan jatuh cinta pada satu sama lai...