Mr. Confusing

29 6 1
                                    


"Taking pictures is like tiptoeing into the kitchen late at night and stealing Oreo cookies."
Diane Arbus

Suara deburan ombak terdengar sayup-sayup dari kejauhan, menggelitik gendang telinga Aska yang tertutup oleh selimut. Aska memutar badannya diikuti dengan erangan kecil, mengutuki dirinya sendiri yang tidak bisa bangun meski jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi

Ia memaksakan dirinya sendiri untuk duduk, meskipun kepalanya seperti dihantam puluhan kali oleh palu Thor. Ia mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan, lalu kembali memaksakan diri untuk mandi air dingin.

Sepuluh menit kemudian, Aska kembali terduduk di pinggir kasurnya, namun kali ini dengan wajah yang lebih segar dan pakaian baru. Matanya menatap ke luar dari pintu balkonnya, menatap cerahnya hari ini.

Kalau saja hari ini adalah kemarin, mungkin ia akan semangat empat ribu, keluar vila dan memotret hal baru semenjak hari ini ia sudah bebas. Namun hari ini ia turun ke bawah saja tidak niat, apalagi sejak ia tidak bisa tidur hingga pukul empat dini hari. Memori sialan, batinnya. Setengah merujuk pada kejadian itu, dan setengah merujuk kepada dirinya sendiri yang masih belum bisa merelakannya.

Aska sudah hampir tertidur lagi, kalau saja perutnya tidak menjerit minta diisi. Ia baru teringat, malam kemarin ia hanya minum segelas susu, setelah bolos makan malam dengan alasan sedang sakit perut. Ia menggumam sebal lalu turun ke bawah dengan malas.

"Ee? Ohayou, Aska!" suara Keiko terdengar lebih dahulu sebelum Aska dapat menangkap sosoknya. Aska memutar kepalanya dan menemukan Keiko sedang mengisi air ke dalam gelas di dapur.

"Hm, pagi," Aska menarik kursi meja makan dengan malas, lalu memindahkan beberapa roti yang tersisa ke piringnya juga dengan malas.

"Kenapa lemas begitu? Hari ini kan kita sudah bisa pergi keluar!" Kata Keiko sesaat setelah ia menarik kursi dan duduk di depan Aska. Matanya yang berbinar-binar semangat malah semakin membuat Aska ingin hibernasi di kamarnya.

"Aku lagi malas keluar hari ini. Besok saja, ya?" Kalau besok aku juga gak malas, tambahnya di dalam hati.

Raut wajah Keiko berubah kecewa, ia buru-buru menegak habis air di gelasnya, mungkin berusaha menambah energi agar bisa membujuk Aska. "Kenapa? Bukannya kamu juga sudah bosan di sini lima hari?"

"Iya, tapi malas aja," ia melahap potongan terakhir rotinya, lalu menuang orange juice yang tinggal setengah di pitcher ke gelasnya.

"Kyou wa hare dayo," Keiko masih berusaha. (Hari ini cerah, lho.)

Aska mengangguk, masih meminum orange juicenya. "Ya, aku bisa lihat itu."

Keiko menatap Aska tidak percaya. Sebenarnya, ia tahu ada yang aneh pada Aska sejak kemarin sore, namun ia masih tidak berani bertanya. Instingnya mengatakan Aska sedang bermasalah dengan masa lalunya, apapun itu. Jangan tanya bagaimana ia bisa tahu itu, tapi biasanya naluri wanita selalu benar.

"Aku mau ke pantai," pintanya lagi.

"Di seberang juga pantai."

"Bukan yang ini," Keiko memberengut sebal.

"Dari kemarin-kemarin kita kan sudah ke pantai, cari tempat lain saja," Aska ikutan sebal dengan kekeraskepalaan Keiko.

"Kalau aku mau cari gedung bertingkat aku tidak perlu jauh-jauh ke Bali dari Tokyo," Cibir Keiko. Yang dicibir hanya mengangguk-angguk polos seperti sedang berpikir 'benar juga'.

"Kamu benar-benar gak mau pergi, Ka?" tanya Keiko untuk terakhir kalinya. Ia berjanji tidak akan bertanya lagi setelah ini jika Aska masih kukuh dengan pendiriannya.

KLIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang