#8 - A Chance

6K 529 51
                                    

DALAM TAHAP EDITING UNTUK RILIS EBOOK. AKAN DIRILIS DALAM JANGKA WAKTU DEKAT!

Dengan tangan gemetar, Ollivia berusaha mengelus wajah Karen yang tengah tertidur lelap itu. Dengan pelan dia menyentuh pipi Karen dengan ujung jarinya. Pipi Karen terasa lembut dan hangat. Napasnya yang teratur menerpa lembut dahi Ollivia. Kali ini Ollivia mengamati wajah Karen. Alisnya yang cukup tebal dan membentuk garis tegas selalu membuat Karen tampak sedang berpikir. Matanya yang tidak terlalu sipit namun tajam mampu membuat siapa pun merasa sedang ditelanjangi hanya oleh tatapannya, kerutan halus diujung mata, hidungnya yang mancung dan kecil, bibirnya yang jarang menunjukkan senyuman...

Entah setan mana yang lewat, Ollivia mendekatkan kepalanya dan mencium pelan bibir Karen. Dia merasa sangat jatuh cinta kepada orang aneh di hadapannya ini. Dia ini orangnya baik banget, sayangnya aja kadang ngeselin. Ollivia lalu tersenyum melihat betapa damainya Karen tidur. Tak lama, Karen bergerak. Secara mengejutkan, dia membuka matanya, tampak panik. "Jam berapa ini?" tanya Karen kepada Ollivia. Panik karen Karen bangun tiba-tiba, Ollivia menggeleng cepat. "Gak tau," jawabnya. Karen lalu mengecup dahi Ollivia dengan cepat dan mengambil ponsel di meja samping tempat tidurnya. "Jam tujuh pagi. Tell me, Ollive, aku tidurnya tenang gak? Teriak-teriak gak?" tanya Karen penuh selidik. Ollivia menggelengkan kepalanya. "Gak sama sekali," jawabnya.

Tampak Karen berpikir sejenak, lalu menatap Ollivia. "Makasih ya," katanya sambil tersenyum lalu merengkuh Ollivia erat. Ollivia bingung, lalu dia bertanya, "Loh kenapa?" Sambil melepaskan pelukannya, Karen tersenyum sedih. "Aku punya masalah sama tidur. Setelah sembilan tahun, akhirnya aku bisa tidur lebih dari tiga jam. Ini tidur terlamaku setelah kecelakaan," kata Karen. Tampak tertarik, Ollivia duduk menghadap Karen. "Tell me more," pintanya. Karen terdiam sejenak, lalu tersenyum sedih. "Bukan cerita yang bagus untuk mengawali hari, Livie, not good at all. But why you seems interested? Kamu mulai suka ya sama aku?" tanya Karen dengan tatapan jenaka.

Langsung saja Ollivia membuang wajahnya. "Gak kok, ge-er kamu ih!" seru Ollivia sewot, namun Karen tertawa. "Terus kenapa mukamu merah? Hmm?" tanya Karen sambil ikut duduk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Ollivia. Panik, Ollivia mencubit kedua pipi Karen dengan gemas. "Apa sih kamu? Gaaaakkk!!! Dasar anak kecil," kata Ollivia. Karen hanya tertawa, lalu meraih kedua tangan Ollivia dan menciumnya dengan penuh perasaan. "Meskipun aku lebih muda dari kamu, tapi aku lebih dewasa loh," kata Karen disambut tawa. Kali ini Ollivia ikut tertawa. "Gak percaya! Mana?" tanya Ollivia jenaka. Pandangan mata Karen berubah, dan Ollivia tahu pasti apa yang dirasakan oleh Karen. "Kali ini, aku bisa bikin kamu mendesah lebih heboh dari sekedar pijitan, Livie," katanya. Ollivia langsung memencet hidung Karen. "Gak mau! Aku gak mau macem-macem selain sama pacarku," katanya tegas.

Tanpa menanggapi, Karen langsung mendorong tubuh Ollivia hingga tertidur dan dia segara menindih tubuh Ollivia. "Aku yakin, setelah apa yang akan aku kasih ke kamu, kamu yang akan mohon-mohon untuk jadi pacarku," kata Karen. Eh, apa-apaan nih? Jangan gila dong Karen!

Karen lalu mencium bibir Ollivia, yang masih menolak untuk membalasnya. Dengan sabar dan penuh kelembutan Karen berusaha membujuk Ollivia untuk menyambutnya, namun Ollivia tetap bergeming. Tidak kehabisan akal, Karen melancarkan ciumannya ke tempat lain. Jangan di sana, Karen, itu titik kelemahanku! Kali ini Karen menciumi leher dan telinga Ollivia, yang sukses membuat Ollivia mendesah. Tanpa ampun Karen melancarkan serangan ciumannya di leher Ollivia. "Karen... oh ..." Ollivia mendesah nikmat, tubuhnya menggeliat, kedua tangannya memeluk Karen erat.

Mengambil kesempatan, Karen mencium bibir Ollivia. Ciuman mereka semakin lama semakin dalam dan panas. Tanpa mereka sadari, ponsel Ollivia bergetar, tanpa panggilan telepon masuk. Nama Lily terpampang di layar ponsel Ollivia. Namun Ollivia dan Karen tidak bisa diganggu, setidaknya untuk saat ini.

-------------------------------

"Karen, aku boleh nanya gak?" tanya Ollivia yang berada di pelukan Karen. Tubuh mereka masih dibasahi peluh, namun nafas mereka sudah kembali teratur. "Hmm? Tanya aja, Livie," kata Karen sambil mengelus lembut kepala Ollivia.

Ollivia mengambil lengan Karen dan memperhatikannya. "Lenganmu... kamu gak mau operasi plastik untuk balikin lagi kayak lengan normal?" tanya Ollivia. Kali ini Karen terdiam sejenak. "Aku gak mau bekas kecelakaanku dioperasi, Liv. Karena dari bekas-bekas lukaku ini, aku akan inget terus bahwa aku hidup karena belas kasihan orang tuaku dan aku udah bunuh adikku sendiri," kata Karen getir. Oh no... "Karen, it was accident! Kamu jangan mikir kayak gitu dong," kata Ollivia menenangkan. Karen tersenyum kecut. "Aku ceroboh, Livie, andaikan aku injak rem lebih cepat, pasti Sasha...," ucapan Karen tercekat.

Segera saja Ollivia merengkuh Karen ke dalam pelukannya. Sekarang aku ngerti kenapa dia keliatan dingin dan jarang senyum. Ollivia tidak tahu apa yang harus dilakukan, tapi dia yakin keputusannya ini tepat. "Karen, I want to give it a try," kata Ollivia tiba-tiba. Karen mengangkat kepalanya. "Sorry?" kali ini Karen tampak bingung. Ollivia tersenyum kepada wanita bertato di hadapannya. "Our relationship, I want to give it a try," jelasnya. Senyuman bahagia Karen mengembang. "Thank you, Livie, thank you so much," kata Karen lalu mencium mesra bibir Ollivia.

--------------------------------------

Karen sedang menggambar di ruangan kerjanya ketika Ollivia masuk dengan tergesa-gesa. "Livie, it's Saturday. Stop rushing, will ya? Atau jangan-jangan kamu kangen banget ya sama aku sampai kamu buru-buru gitu," kata Karen jenaka. Wajah Ollivia tetap terlihat panik. "Kara melahirkan!" serunya. Karen tampak bingung. "Kara? Istrinya Alexandra Rosselini itu? Oh iya mereka sahabatmu ya. Wah bagus dong. Kita jenguk dia ya hari ini," kata Karen.

Ollivia menggeram gemas. "Ih kamu nih! Eh, kok bisa tau sih mereka sahabatku? However, Kara melahirkan, Sayaaaang!" seru Ollivia panik. Karen tersenyum lebar ketika Ollivia memanggilnya 'Sayang', dia lalu berdiri dan menghampiri Ollivia. "I know, makanya nanti kita jenguk dia ya," kata Karen sabar, lalu mengelus lembut lengan Ollivia.

"Iya, Kara melahirkan di atas kapal induk!" seru Ollivia, yang membuat Karen kaget. "Loh kok bisa?" tanyanya. "Iya, mereka lagi di Maladewa tiba-tiba Kara kontraksi hebat, dan ketika mereka di atas helikopter menuju rumah sakit terdekat, kepala bayinya udah muncul. Ada kapal induk terdekat dan minta izin mendarat darurat di sana, jadilah Kara melahirkan di atas kapal induk," kata Ollivia cepat. Karen tertawa terbahak-bahak. "Lucu dan keren banget emang sahabatmu itu! HAHAHAHA!" Karen memegangi perutnya sambil tertawa terbahak-bahak. "Ya udah, pas mereka udah sampai di darat, kita jenguk mereka ya," kata Karen setelah tawanya mereda. Ollivia menatap Karen sebal. "Tadi Alexa bilang Kara dan bayinya dipindahin ke rumah sakit di Paris, mereka lagi di perjalanan," kata Ollivia. Senyuman menawan Karen mengembang. "Bagus dong kita bisa susul mereka ke sana, sekalian kita honey moon," dan ucapan Karen membuahkan pelototan dari Ollivia. Sekali orang gila, tetep jadi orang gila!

-----

Hi, Dear Readers! Aku mau promosi cerita baruku dengan judul Keep Me. Vote dari kalian sangat kuhargai di seluruh ceritaku!

I Love My Coffee DecafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang