Keesokan harinya, Rio kembali bersekolah di SMA 2. Ketika ia hendak masuk kelas, sebuah tangan menepuk kasar pundaknya.
"Hey, kenapa semalem gak bales sms. Itu emergency banget, Bro. Menyangkut harga diri nih," ucap Inu tiba-tiba.
"Norak!" sahut Rio. "Aku capek, seharian nganterin Fasa keliling." Rio melempar tasnya di bangkunya dengan kesal.
"Tapi gimana? Hasil dan perjuangan seimbang atau gimana nih?"
"Lumayan. Ada bonus juga."
"Bagus. Eh, semalem aku ke kafe bareng Fandra, terus aku ketemu sama cewek, Yo. Gila! dia tuh cakep bener. Ajip. Namanya, Anis. Sama kayak orangnya, manis bener," jelas Inu dengan mata berbinar-binar, "tapi begonya, aku gak minta nomornya," sambung Inu yang seketika murung.
Rio teringat gadis pujaannya. Ia baru sadar kalo ternyata dirinya lebih kalah begonya. Namanya saja tidak tau, yang diketahuinya hanya tempat ia bersekolah di SMK 6, kebetulan seragam yang dipakai kemarin termasuk siswi yang bersekolah di sana. Tanpa sadar, senyumnya kepergok Inu.
"Kenapa senyum-senyum, jijik tau gak! Klepek-klepek sama Fasa?"
"Bukan. Lain, bukan Fasa," tolak Rio masih mengembangkan senyum misteriusnya.
"Terus siapa? Siapa?"
"Gak tau. Aku gak tau namanya tapi dia sekolah di SMK 6," jawab Rio penuh keyakinan.
Inu mendengus. "Yaelah, terus SMK 6 muridnya cuma dia doang, gitu. Ampun deh. Kenapa kagak diajak kenalan sih. Ternyata ada juga yang lebih bego dari aku," ledek Inu.
"Nanti sep-" ucapan Rio terhenti mendengar ponselnya berbunyi. Ia meninggalkan Inu yang termangu.
"Halo ... iya ... kapan ... em, iya deh ... ya, bye." Rio kembali duduk menyandarkan punggung.
"Siapa, Yo?"
"Fasa," jawab Rio singkat dengan nada bosan.
Inu mengangkat kedua alisnya. "Emang kenapa kalo Fasa? Ngajakin keluar lagi?"
"Ya dan menggagalkan rencana."
"Rencana?" Inu mengernyitkan dahi.
"Aku punya rencana, sepulang sekolah nanti mau ke SMK 6 nyari tau tuh cewek. Tapi, gagal!" sentak Rio kemudian bergegas pergi.
"Eh, mau ke mana? Dasar Rio!"
Rio menuju kantin untuk membeli es sebagai pendingin pikiran. Ia menyesali janjinya pada Fasa. Dan Rio bukan tipe pengingkar janji. Berat hati sih, tapi janji adalah hutang. Tiba-tiba ponselnya berbunyi menunjukkan sms masuk.
Inu : Di mana?
Rio : Kantin.
Inu : Otw.Rio menaruh kembali ponselnya ke saku. Tidak lama Inu muncul dengan senyuman ala bulan sabit yang dikempesin.
"Aku ikut kalau kamu bete sama Fasa. Gimana?" usul Inu.
"Ide bagus," jawab Rio sambil senyum.
Sepulang sekolah Rio menjemput Fasa tanpa mengganti seragam sekolahnya. Rasa cuek bebeknya melebihi segalanya.
"Hai, Rio. Udah lama, ya, nunggunya?" sapa Fasa.
"Nggak kok. Kenalin ini Inu. Nu, ini Fasa."
Inu masih tercengang melihat penampilan Fasa yang memakai gaun abu-abu selutut dengan jaket melingkar di lengan kirinya. Maka dari itu, Rio langsung menyuruh Fasa dan Inu masuk ke dalam mobil tanpa basa-basi lebih lanjut.
Rio makin sebal dengan keadaannya sekarang. Tiba-tiba sebuah ide cemerlang terlintas di otaknya. Tanpa menunda waktu lagi, Rio melajukan mobilnya ke kafe dekat SMK 6.
Mereka memilih duduk di luar, namun tetap tak mengurangi keindahan kafe, malah terlihat rindang. Pohon hias dan macam-macam bunga membuat suasana kafe semakin sempurna.

KAMU SEDANG MEMBACA
API ASMARA
RomanceIngin rasanya jadi embusan angin. Terbang ke sana kemari tanpa pusing-pusing memikirkan melodi kehidupan. -Uli- "Oh Tuhan! Keren banget sih dia, nih orang apa pangeran, ya?" Love at the first sight memanah Uli dan Rio secara bersamaan. Sebuah...