Yoona meletakkan boneka pemberian Sehun di samping tubuh Sena. Lalu meletakkan makanan yang baru saja ia beli di atas meja. Yoona menghampiri nenek itu, lalu menyelimutinya dengan jaket lusuhnya. Nenek itu harus mendapatkan kehangatan yang baik. Karena ruangan itu bukanlah ruangan khusus untuk pasien, jadi ruangan itu tidak memiliki penghangat ruangan yang baik. Lalu Yoona? Ia memilih menahan udara yang menusuk itu. Dan tak lupa menyelipkan amplop pemberian Sehun kedalam saku jaket yang dikenakan nenek itu.
Suara tawa membangunkan Yoona dari tidurnya. Yoona tidak menyadarinya, tenyata ia tertidur diatas kursi yang ada disamping kasur Sena. Dilihatnya Sena sedang bermain dengan boneka pemberian pria itu. Ya, pria yang mengaku bernama Oh Sehun."Sena-a.. Kau telah membangunkan eonni." kata nenek yang sedang menemani Sena bermain. Gadis kecil itu terus tertawa, diatas tempat tidurnya bermain ceria bersama boneka itu. "kau, aku hampir lupa menanyakannya. Namamu?"
"Namaku Im Yoona."
"Yoona?" tersenyum ramah padanya. "kau terlihat kelelahan. Pulanglah, aku bisa menjaganya sendiri."
"Tapi halmoni.."
"Lagi pula, bukankah kau seorang pelajar?" Yoona mengangguk ragu. "aigoo, kau ini. Sudah sana pulang!" mendorong Yoona keluar dari ruangan itu. "Yoona-a, kau harus memakai jaketmu." nenek itu kembali menghampirinya dan memberikan jaket lusuh miliknya. Dan juga jaket pemberian Kai kepadanya. Tapi dengan cepat ditolak oleh Yoona . Ia langsung berlari sembari menggunakan jaket lusuhnya. Ia sudah merelakan jaket itu, nenek itu lebih membutuhkan jaket itu, begitu menurutnya.
Langit sudah gelap dan ia baru menyadarinya. Ia berlari kecil menuju rumahnya, angin dingin dengan brutal menghantam tubuhnya. Jaket lusuhnya tentu tidak mampu membantu menghangatkan tubuhnya. Tapi Yoona terlihat kuat dan tidak menghiraukan dinginnya pada malam itu. Setibanya dirumah, ia langsung memasak sebungkus ramen lalu menyantapnya dengan lahap.
Duduk diam diruang makan yang gelap, hanya mengandalkan sebuah lilin guna menerangi ruangan itu. Ia sudah terbiasa dengan hal seperti itu, menyadari bahwa ayahnya belum membayar tagihan listrik. Tentu ia hanya bisa menerima keadaan seperti itu, terus-menerus. Melepas jaketnya dengan kesal. Amplop terlempar dari jaketnya, dilihatnya foto yang mengintip dari amplop. Ia kembali teringat pada tugasnya.
Kembali mengamati foto-foto yang diberikan oleh ibunya Yuri. Minimnya penerangan tidak berhasil menghalanginya. Yoona mulai mencoba mengingat wajah-wajah yang terdapat didalam foto itu. Dan tidak sulit untuknya mengingat wajah-wajah itu, karena hanya terdapat tiga orang pria disana. Termasuk pria itu. Oh Sehun.
Yoona terlihat gelisah. Berdiam diri seperti itu membuatnya semakin penasaran dengan ketiga pria yang ada didalam foto itu. Sudah tidak mampu menahannya, Yoona segera berlari menuju gedung itu. Seperti biasa, ia memilih duduk didepan mini market dengan ditemani sekotak susu. Matanya tidak pernah luput dari gedung itu."Agassi, kau sedang apa? Sedari tadi aku perhatikan kau terus memperhatikan gedung itu." tanya salah seorang kakek-kakek kepadanya.
"Haraboji, benarkah gedung itu adalah pabrik roti?" kakek itu mengerutkan keningnya.
"Ne." jawab kakek itu dengan raut wajah bingung. Mungkin merasa aneh dengan nada bicara Yoona yang terlihat sangat antusias.
"Lalu, mengapa gedung itu sangat tertutup?" tanya Yoona lagi masih belum puas.
"Seharusnya kau bertanya padaku." kata seorang pria yang baru saja duduk dihadapan Yoona. Ya, itu Sehun. "haraboji, tak seharusnya kau minum-minum sebanyak ini." malah mengobrol akrab dengan kakek-kakek disana. Ia menggeser kursinya agar bisa lebih dekat dengan kakek itu. Tapi disamping itu, melihat keakraban mereka, membuat Yoona merasa aneh. Sehun terlihat baik, dia juga sangat ramah, dalam beberapa detik dia sudah dapat berbaur dengan sekumpulan kakek-kakek yang ada disana.