5.0 : Helaian Rasa yang Terakhir

55 13 0
                                    

Helaian Rasa yang Terakhir
'Bukan Patah'

"Tolong kasihin bunga itu ke Bella ya, Call."


Seketika itu duniaku berubah. Jantungku seperti ditonjok dengan kepalan tangan yang begitu kuat. Bunga yang tadinya beterbangan di pikiranku melambat layu dan kering.

Tapi.. mengapa aku begitu naif saat mengharapkannya?

Diriku sungguh tak menyangka. Jantungku kali ini berdebar lebih cepat dari pada saat aku bertemu dengan Rio. Sungguh, ini begitu menyakitkanmu. Bayangkan saja, orang yang kau sukai memperlakukanmu seperti ia memiliki rasa yang searah, tetapi pada faktanya, ia tak memiliki rasa yang searah padamu. Dan bagian terburuknya, ia menyukai orang lain selain kita. Sahabat kita sendiri.

"Call? Kok ngelamun?"

Kibasan tangan Rio di wajahku membuatku jatuh dari perandaianku.

"E -eh tadi gimana? L -lo mau gue kasihin bunganya ke Bella? Bisa kok, gue bisa. Bisa banget," jawabku sambil berekspresi gembira.

Ini begitu menyesakkan disaat kau tahu dia tak memiliki rasa yang searah bagimu, tetapi kau berusaha untuk memberikan senyum yang begitu palsu.

"Oh yaudah. Nih, tolong kasihin ke dia ya. Gue.. gue agak takut buat ngomong langsung ke orangnya. Apalagi kita barusan kenal, ya 'kan?"

"Kalo lo suka sama orangnya ya bilang aja, jangan takut. Nanti kalo lo terlambat menyadari apa yang sebenarnya terjadi, gimana?"

Aku merasa aku adalah orang paling munafik saat ini. Aku berusaha menguatkan seseorang. Tetapi, diriku yang sebenarnya adalah diri yang begitu rapuh.

"Oh iya juga sih. Tapi 'kan lo temen deketnya, nah nanti lo bisa dong jadi jembatan antara gue ke Bella. Sebenernya, dari awal gue lihat Bella, gue udah suka sama dia."

Dan awal gue lihat elo, gue juga suka sama elo.

"Bisa banget deh, gue jadi gituan," jawabku sambil tertawa.

"Oh yaudah, tolong kasihin bunganya ke Bella ya." Bunga mawar itu kini berpindah tangan ke tanganku. Aku memperhatikan bunga itu sambil tersenyum.

"Bagus ya bunganya?" tanyaku sambil tersenyum.

"Ah kayak bunga pada umumnya kok," jawab Rio tertawa renyah.

Bunganya emang beneran bagus, Yo. Soalnya, bunga ini dapet dari elo.

"Yaudah gue turun dulu, ya? Gue mau basket lagi. Ini aja gue tadi izinnya ke toilet sama pelatihnya," kata Rio sambil menggaruk - nggaruk kepala.

"Oke. Semangat latihan, ya," kataku sambil tersenyum.

"Pasti." Dia berjalan meninggalkanku. Dan terlihat melambaikan tangannya ke arahku. Tentu saja aku membalas lambaian tangannya.

Ia mulai perlahan menjauh di lensa mataku. Aku tak mendengar derap langkahnya lagi.

Malahan, titik air mata ini malah keluar.

"Cengeng banget sih," kataku sambil tersenyum dan mengelap air mataku.

Aku bersandar pada dinding pembatas rooftop. Mencoba menikmati udara disini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unbroken ReachableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang