2.0 : Helaian Rasa yang Kedua

68 16 0
                                    

Helaian Rasa yang Kedua
'Si Tuan Misterius'

"Ya, adik - adik, kelas kalian membutuhkan dua wakil dari kelas kalian untuk bersedia membantu kakak kelas kalian OSIS untuk melaksanakan suatu tugas. Disini ada yang mau menjadi wakil?"

Pertanyaan kakak kelas OSIS yang mengampu kelasku saat PLS ini mulai menggema di telingaku. Mungkin juga menggema di telinga teman - temanku yang lain.

Semuanya pada menengok ke segala arah untuk mengetahui adakah yang mau menjadi wakil kelas untuk membantu kakak OSIS. Pastilah kita semua tak mau. Kesenioritasnya lebih tinggi dari Menara Eiffel, omong - omong.

"Shut," kata Bella memanggil namaku. Aku yang menoleh ke segala arah tadi, kini mulai memalingkan wajahku ke arah Bella.

"Kenapa?"

"Kita jadi wakilnya aja yuk, Ren. Gue yakin, elo enggak bakalan nyesel," kata Bella dengan wajah meyakinkan. Tapi kali ini, ia tak bisa meyakinkanku.

"Males, Bell."

"Ah, ayolah. Ada kakak kelas yang cogan maksimal by the way," kata Bella yang mulai lagi. Ia akan melancarkan aksinya menjadi paparazi lagi.

"Search aja di google, ntar 'kan lo nemu cogan," kataku mulai merapikan isi tempat pensilku yang berceceran.

"Search disini aja bisa ngapain harus susah - susah buka google? Kalo lo enggak mau ya gapapa sih, tapi elo gue tinggal di sini dan lo enggak punya temen ngomong. Rasain aja kesepian," kata Bella seperti biasanya. Huft.

"Iya - iya gue ikut. Awas aja ya kalo di sana gue bosen," kataku sambil menyipitkan mataku kesal.

"Iya, Bawel."

Lalu Bella angkat tangan tanda ia mau menjadi wakilnya. Dan aku juga terpaksa angkat tangan tanda mau menjadi wakilnya.

"Kalian yang jadi wakilnya?" tanya kakak kelas perempuan itu pada kami.

"Iya, Kak."

"Oke, kalau gitu, kalian pergi ke aula sekarang dan bawa buku untuk mencatat hal yang penting ya."

"Iya, Kak."

Kami berdua melongos melewati daun pintu dan mencari letak aula. Iya - iya aku tahu, aku sebelumnya sudah diajak keliling sekolah oleh kakak pengampuku. Tapi lupa 'kan alasan yang wajar iya, 'kan?

"Aulanya yang mana ya, Ren?" tanya Bella.

"Lupa."

"Ih masa lupa sih?"

"Lo aja lupa."

"Ehe he he he."

Kami berdua bolak - balik mencari aula. Dan hasilnya nihil sih. Karena denah sekolah kami sangat rumit, kau harus tahu. Dan beruntungnya, kami bertemu karyawan sekolah. Ia terlihat sedang berjalan membawa perlengkapan kebersihan.

Semangat ya, Pak.

Kami berdua menghampiri Pak bon itu dan mulai bertanya dimana letak aula.

"Ooh aula? Itu ada di lantai dua, di deketnya ruang Bimbingan Konseling, Neng."

Mulut kami menganga lebar. Kami telah bolak - balik menuruni anak tangga dari lantai satu sampai ke lantai tiga.

Shame on me.

"Oh makasih ya, Pak," kata kami bersamaan dan dibalas anggukkan.

Kami dengan lelahnya, berjalan menuju lantai dua. Aku bersumpah, aku tak ingin menuruti keinginan Bella untuk menjadi paparazi lagi.

Unbroken ReachableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang