4.0 : Helaian Rasa yang Keempat

41 13 0
                                    

Helaian Rasa yang Keempat
'Bunga dari Rio'

Kau ingin tahu sesuatu tentang apa yang terjadi dengan kami berdua? Kuharap kalian semua menjawab iya.

Semenjak kejadian aku bertemu Rio itu, aku menjadi semakin dekat dengannya. Ya, setidaknya kami jadi sering ngobrol. Bahkan kami sering membuat lelucon yang bahkan menurutmu tak lucu, tetapi bagi kami itu sangat lucu.

Saat aku kira ketika aku akan mengikuti kegiatan ini akan sangat melelahkan, aku malah menjadi sangat bersemangat. Kau pasti tahu lah, ada alasan terselubung di balik semangatku ini.

Dia juga mulai kukenalkan dengan Bella. Oh iya, omong - omong, karena Bella mengikuti ekskul menari, ia jarang untuk ikut kegiatan ini. Apalagi karena jadwal ekskulnya yang bertabrakan dengan kegiatan ini.

Contohnya saja seperti hari ini. Bella lagi - lagi tidak mengikuti kegiatan ini.

"Renata!"

Aku langsung menoleh ke arah panggilan itu. Dari suaranya yang khas, aku bisa mengetahui siapa seseorang yang telah memanggilku.

"Eh lo lagi, Yo."

Rio berlari kepadaku yang sedang mengecat patung. Dia sambil mengusap peluhnya yang berada di dahi, ia berkata, "Semangat banget ngecatnya sampe belepotan gitu wajahnya?"

Aku meraba - raba wajahku, "Masa?"

"Iya, sini gue bantuin."

Dengan ibu jarinya, ia mengusap pipiku yang terkena cat warna biru tersebut. Aku memperhatikan manik matanya. Ia terlihat serius untuk menghilangkan bercak warna biru di pipiku yang semakin lama akan semakin merona ini.

"Udah hilang tuh," jawab Rio sambil tersenyum.

Satu hal yang harus kau tahu, aku kesulitan bernapas karena jantungku terlalu bersemangat untuk berdetak.

"Makasih," jawabku pelan. Sungguh, aku tak tahu harus berbuat apa.

"Iya. Eh by the way temen kamu itu si Bella kok jarang banget ikut kegiatan ini sih?" tanya Rio yang mulai memperhatikan sekeliling tempat ini.

"Oh Bella ada ekskul. Dia ikut dance sih. 'Kan tabrakan sama jadwal kegiatan ini," jawabku sambil menahan ritme detak jantungku. Jawabanku disusul dengan 'oh' ria dari mulut Rio.

"Eh nanti jam empat gue bisa ketemuan sama lo nggak? Masalah serius nih. Gue juga hari ini enggak bisa ikut kegiatan ini. Ada basket," kata Rio.

Jantungku kembali membuat ritme dengan kecepatan tinggi. Sampai - sampai, aku kesulitan bernapas. Peluh dari pelipisku juga mulai turun setetes.

"Oh bi -bisa kok. Dimana?" tanyaku yang tergagu. Tolonglah Callista, bisakah kali ini saja kau tidak terlihat salah tingkah dengan ucapan tergagu seperti ini?

"Tempat ya? Mmm di rooftop?" tanya Rio. Sejujurnya, aku juga agak kaget. Kenapa dia bisa mengetahui letak rooftop di sekolah? Padahal, di sekolahku letak rooftop itu sangat dirahasiakan.

"Jangan bengong gitu dong, Ren. Iya - iya, nanti juga gue kasih tahu rooftopnya dimana. Nanti gue LINE,"  jawabnya dengan santai.

"Lo tahu darimana?" tanyaku dengan wajah yang idiot menurutku.

"Ada lah pokoknya. Yang penting lo juga bakal tahu 'kan rooftop itu dimana," jawabnya sambil menaikkan salah satu alisnya sambil tesenyum.

"Iya deh."

"Yaudah, Ren, gue mau bantu - bantu dikit disana ya? Sori, lo gue tinggal duluan," kata Rio sambil menunjuk kumpulan lelaki yang sedang mengangkat barang - barang.

Aku mengangguk seraya tersenyum, "Enggak apa - apa, kok."

"Oke, gue kesana ya? Jangan lupa nanti jam empat!" kata Rio sambil memperagakan angka empat menggunakan jari - jarinya.

"Siap."

Aku mencari - cari letak rooftop dengan petunjuk dari Rio yang ia kirimkan lewat obrolan kami tadi.

Oh ya, aku sudah mengetahui semua akun sosial medianya lho, omong - omong.

Dan ya, ada pintu kecil seperti yang ditulis Rio percakapan kami. Aku mulai menjejakkan kakiku ke dalam pintu itu.

Di dalam pintu itu terdapat tangga yang panjang, sesuai yang dikatakan Rio. Oke aku akan menaikinya. Apapun. Demi keinginan Rio.

Ya walaupun agak melelahkan sih. Tapi tak apa. Toh aku sekarang sudah sampai di rooftop ini. Aku mencoba menyapu pandang dari sudut ke sudut.

Ternyata Rio belum datang.

Baiklah. Aku akan sedikit berjalan - jalan saja di tempat ini. Tempat ini indah menurutku. Ya, kubilang indah karena kita bebas menghirup udara segar dan melihat langit beserta awan - awan yang bergerak bebas. Sungguh, aku harus berterima kasih pada Rio karena ia memberitahukan kepadaku dimana letak rooftop ini.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar derap langkah seseorang. Lantas, aku menolehkan wajahku ke arah suara tersebut. Dan sesuai dugaanku, dia adalah Rio.

Ia mengembangkan senyum serta melambaikan tangan kepadaku sambil berjalan. Tetapi tangan yang satunya seperti tengah membawa sesuatu, tapi disembunyikan oleh punggungnya. Aku tak bisa menyembunyikan senyumku yang paling bahagia ini.

"Sori ya, yang ngajakin malah yang telat dateng," kata Rio sambil garuk - garuk kepala.

"Enggak apa - apa kok, lagian gue lagi enggak buru - buru kok," jawabku sambil mengulas senyuman.

"Oh oke makasih ya. Soalnya tadi waktu basket ada rapat gitu. Mau ada lomba."

"Enggak masalah. Trus, lo ngajakin gue kesini mau bicarain apa?" kataku yang bingung. Aku benar - benar bersemangat untuk mengetahui apa yang akan ia bicarakan kepadaku.

"Oh iya sampe lupa," Rio menepuk dahi sambil tersenyum.

Dari balik punggungnya, ia mengeluarkan setangkai bunga mawar warna putih. Terdapat juga kertas putih yang bertuliskan 'will you be mine?'

Aku, -aku sungguh tak bisa meluapkan betapa senangnya diriku saat ini. Diriku benar - benar diisi oleh euforia yang meledak. Jantungku kembali berdetak dengan cepat yang menyebabkan pernapasanku tercekat, a -aku--

"Tolong kasihin bunga itu ke Bella ya, Ren."

Unbroken ReachableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang