[4] akhirnya kembali

12.5K 1K 14
                                    

Hi, Indonesia. Apa kabar? Aku rindu udaramu.

-Bali, Indonesia.

Nadine's POV

Aku terbangun, merenggangkan tubuh sambil sesekali menutup mulut karena menguap. Selimut tebal yang menggulung tubuhku membuatku enggan beranjak meninggalkan tempat tidur. Dinginnya diluar sana membuat tubuhku seperti dipenuhi lem yang membuatku tak bisa bangkit. Aku baru saja tiba semalam, dijemput oleh Sean. Lelah selama perjalanan masih saja terasa. Tapi bagaimanapun, aku harus tetap bekerja karena hari ini adalah hari terakhirku.

Getaran ponsel membuatku menoleh pada nakas. Kuulurkan tangan untuk mengambilnya. Deretan angka yang tertera pada layar membuatku mengernyit. Siapa ini? Kujawab panggilan itu dan suara yang terdengar membuatku memejamkan mata. Benar-benar mengganggu. Batinku kesal.

"New number?"

"Ya, I'll get ready. You just shut up."

"Hate you too."

Banci sialan, bisa-bisanya dia mengganggu pagi damaiku dengan suara cetarnya. Aku akhirnya menggerakkan tubuh, berjalan turun dari tempat tidur dan setelah itu masuk kamar mandi. Hari ini akan menjadi hari yang panjang.

Setelah bersiap-siap, aku memilih turun ke bawah. Terlihat Reva yang tengah sibuk membuat sarapan dan Sean yang tengah duduk santai di meja bar. Mereka sepertinya terlibat sebuah obrolan. Tanpa pikir panjang, aku berjalan mendekat.

"Pagi." Sapaku dan seketika mereka menoleh.

"Pagi, mbak."

"Kerja?"

Aku tersenyum ke arah Reva dan setelah itu mengangguk pada Sean. Kuletakkan tas di atas meja makan sebelum akhirnya mendekat berniat membantu Reva.

"Eh gausah, mbak. Hari ini biar aku yang masak, mbak duduk aja." Aku mengernyit, tidak terima. Aku juga ingin membantu Reva. "Udah mbak duduk aja. Gapapa."

Aku mengalah, dan setelah itu mengambil tempat di sebelah Sean. Menuangkan air putih ke dalam gelas dan memilih untuk minum. Aku menatap jam, setidaknya masih ada dua puluh menit lagi sebelum akhirnya aku berperang dengan dinginnya cuaca di luar.

"Nad."

"Hm?"

"Kiya sekarang kerja apaan?" Gerakan jariku di ponsel terhenti. Kutatap Sean bingung penuh selidik. Demi semua perempuan yang pernah mendekati Sean, -walaupun akhirnya ditolak- ini kali pertama Sean bertanya seperti ini. Seharusnya aku merekamnya. "Ehem, kenapa?"

"Lo- lo kok tiba-tiba nanyain Kiya?"

"Kepikiran aja."

"HAH?! Lo mikirin Kiya?!"

"Gue kirain lo gak pernah kontakan lagi sama dia. Taunya masih?"

"Ampe sekarang. Kalau apa-apa gue hubungin dia, tapi gue usahain ga sering sih, takutnya malah ganggu dia, soalnyakan sibuk. Udah beda banget dia sekarang. Makin cantik, tinggi juga kayaknya, ya samaan sama guelah tingginya. Jugakan dia dokter, banyak banget yang ngejar dia pasti." Kumainkan nada di kalimat terakhir, dan raut wajah Sean seketika menjadi aneh. Oh Tuhan, apa yang salah pada sepupuku ini?

"Dokter?"

"Hm."

"Gue minta kontaknya dong."

Our WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang