[2] sedikit cerita

16.1K 1K 22
                                    

Fyi, tawaku disini, adalah tawa murni yang dapat dihitung berapa kali terjadinya, selama tujuh tahun ini.

-Winter Wonderland, bersama Satria.

Nadine's POV

Napasku terengah. Kupegangi kepala yang terasa sakit. Kenapa mimpi itu lagi? Untuk kesekian kalinya mimpi itu menjadi tamuku dikala aku tertidur, membuatku lebih memilih untuk terjaga saat malam. Tapi ternyata, obat yang kuminum selalu saja berhasil membuatku mengantuk.

Kugerakkan tubuh untuk menuruni tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Kunyalakan beberapa lampu tidur, membuat keadaan di sekelilingku disinari cahaya temaram. Kuturuni anak tangga sambil merapatkan jubah tidurku. Musim dingin yang sudah dimulai sejak beberapa hari lalu membuat salju senantiasa turun di luar sana.

Baru memasuki ruang keluarga berniat menghangatkan diri di perapian, keberadaan seseorang di depan televisi membuatku tak bisa menyembunyikan rasa kagetku. Sean sialan.

"Lo belom tidur?" tanyaku pelan pada pria yang kini sibuk dengan siaran bola di hadapannya.

"Eh, Nad? Haus?"

"Gue kedinginan di kamar." Sebenarnya jawaban itu tidak sepenuhnya berbohong, karena pemanas ruanganku sedang rusak sekarang.

"Pemanas ruangan?"

"Rusak."

"Kok gak dibilang ke gue?!"

"Itu barusan gue bilang."

"Maksudnya kenapa gak dari kemarin?"

"Orang rusaknya baru tadi." Ujarku datar lalu mengambil tempat di samping Sean.

"You okey?"

Aku menatap Sean cukup lama sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Kayak yang lo liat." Ujarku pelan.

Aku menatap televisi, membiarkan retinaku menangkap siaran para pria yang sibuk mengejar bola. Namun pikiranku tidak fokus pada layar kaca di depanku. Bagaimana nanti jika aku kembali, ternyata banyak orang yang membenciku? Bagaimana jika aku kembali bertemu dengan lelaki itu? Aku takut. Bagaimana jika nanti aku kembali terluka?

Gue bakal nunggu lo, Nadine.

Napasku tiba-tiba menderu, tanganku kembali bergetar. Rasa gelisah itu lagi-lagi datang menghampiriku. Sekuat tenaga kutahan keadaan tubuhku agar Sean tidak sadar, namun gagal, Sean sudah lebih dulu bersuara dengan nada panik.

Gue janji, gue bakal jemput lo lagi.

"Nad?"

Jangan tinggalin gue, Nad.

Kurasakan genggaman hangat Sean di tanganku dan tubuhnya mendekapku erat. Kutarik sekuat tenaga kaus Sean, ingin mengatakan bahwa sebenarnya aku sudah tidak kuat lagi. Air mataku lagi-lagi mengalir, perasaan itu datang lagi menghukumku. Kesalahanku adalah meninggalkannya. Kesalahanku karena bersifat egois dan bodoh selama ini. Tuhan, aku hanya ingin bebas dari perasaan ini.

Our WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang