"Syah... Bangun. Bantu Ibu jual dagangan ke pasar, ya..." Suara lembut dari depan kamarku yang menjadi alarm setiap subuh. Pasti jika Ibu berkata seperti itu, adzan subuh akan segera berkumandan. Mataku masih enggan untuk melihat sinar lampu kamar. Tubuhku juga enggan digerakkan karena malas untuk berpindah tempat. "Aisyah... Bangun nak." Suara beliau terdengar lebih keras.
"Iya bu... Aisyah gerak nih." Ku jawab suruhan beliau dengan nada anak kecil yang bermanja-manja.
"Gerak apa kamu tuh? Gak pindah sesentipun." Ku merasa ibu menjadi kesal. Segera aku bergerak dari kasur kayuku, sebelum terlambat. Langkahku yang semakin ringan berjalan untuk mengambil wudhu di belakang rumah. Suara adzanpun tak lama berkumandan, tempat berwudhu yang terletak di belakang rumah. Akan selalu ku dengar layunan adzan karena tak terdapat dinding bata menutupi rumahku dan tidak ada satupun halangan untuk menghalangiku mendengar layunan jika tak ada yang menutupi tempat wudhu yang bersih itu.Setelah aku mengambil wudhu, segera ku masuk ke ruang tamu sekali dengan tempat beribadah dan makan. Seperti biasa, aku memiliki sehari-hari yang selalu terulang lagi dan lagi. Tapi berkah Allah SWT tidak akan ku sia-siakan. Karena setiap satu dari langkahku adalah kesempatan yang mungkin tak datang kedua kalinya. Pagi, aku pergi bersama ibu ke pasar untuk berdagang dengan memakai pakaian sekolah. Tepat pukul 6:30, aku langsung mengejar waktu untuk pergi ke sekolah. Dimana aku mendapat kesempatan sekolah lagi, dengan mendapatkan beasiswa sampai Sekolah Menengah Atas. Dan jika aku sampai sekolah tidak bertemu Nadia, maka itu tandanya aku telat masuk ke dalam kelas. Dan tebak! Aku tidak terlambat... Lega rasanya jika melihat wajah Nadia di pagi hari, karena jika tidak, maka aku akan di hukum bu guru karena terlambat...
"Selamat pagi, temanku!" Sahut Nadia dari mobil mewahnya itu. Kadang aku merasa cemburu dengan keistemawaan yang Nadia itu punya.
"Pagi!!!" Aku menghelaikan tangan kepadanya. "Aisyah! Kamu udah ngerjain PR IPA belum?" Tanyanya saat bergandeng tangan dengan Aisyah. "Belum... Aduh! Gimananih!?" Aisyah mengeluarkan suara yang teman sekelasnya tidak akan kaget. "Eh! Bocah! Kalau ngomong itu jangan nyaring-nyaring! Budek!" Sekak kakak kelas yang merasa hebat. "Eh!!! Jangan asal keluar lo! Gue gak ucap sekatapun ke muka lo! Jangan songong dong!" Tegas Aisyah dengan kekasaran yang dia pelihara untuk melindungi dirinya. Walaupun, Aisyah adalah anak yang dikenal diamnya. Tapi tentang tantangan dan percaya diri, dia jagonya."Udah, udah. Sabar Syah... pagi ini, pagi..." Nadia mencoba menenangkan temannya yang emosi itu.
"Brengs*k tuh orang! Liat aja, kalau ketemu ku tebang dia!" Kata asal dan kasar keluar lagi dari mulut gadis berkerudung putih itu. Nadia sudah terbiasa mendengar kata-kata itu. Temannya yang dikira lemah lembut itu, gampang emosi jika sesuatu tidak benar. Dengan cepat, Nadia menarik Aisyah untuk masuk ke kelas, keburu mereka terlambat. Berbeda kelas, tidak menjadi penghalang untuk Aisyah untuk menjaga temannya yang polos itu. Contoh, pada senin kemarin setelah upacara bendera. Lelaki yang hobi mengganggu Aisyah hadir tepat waktu, saat Aisyah masuk kelas. Dia langsung mengolok Aisyah sebagai murid telat-an di kelas dan wajib untuk di hukum. Karena Aisyah merasa dilecehkan, tasnya dijatuhkan dan melangkah cepat kehadapan lelaki itu. Tidak dua kali pikir, Aisyah langsung menamparnya dan berbisik "Jangan kamu macam-macam dengan nama baikku sekarang. Sebelum kejelekkanmu yang ku lihat akan bubar..." Ancaman Aisyah terkenal sampai satu sekolah sebagai ancaman yang paling menusuk. Maka dari itu, tidak satupun kecuali lelaki itu yang hobi mengganggu Aisyah.

YOU ARE READING
Demi temanku,
Ficção AdolescenteTeman dekat adalah seseorang yang paling kita percaya dibanding teman lainnya. Dan perasaan teman dekat pasti sangat ingin kau jaga. Betul? Teman sekedar teman. Tapi teman dekat yang engkau percaya isn't ordinary. Banyak kita dengar, sahabat makan t...