Patra

12 2 0
                                    

            "Na, udah mau sore, pulang yuk!" Ajak Patra sambil memakai kembali jaketnya dan pergi membayar di kasir.
            "Iya." Aku langsung pergi ke tempat dimana motornya berada, ia sudah keluar dari restoran itu.
Aku menatap gerbang saat ada mobil merah kecil memasuki halaman restoran. Aku mematung disana, tapi entah apa yang harus aku takuti. Patra sudah berdiri di sampingku, ia ikut menatap mobil itu hingga terparkir tepat di depan kami. Kaca mobil itu terbuka, menampakan seorang gadis berambut agak pirang dengan 2 temannya. Ia memakai kaca mata hitam, pakaiannya glamour, tersenyum simpul kearah Patra---Aku tidak.
            "Heii Patra.." Sapa gadis yang tengah memegang setir sambil melambaikan tangan ke Patra. Patra hanya tersenyum dan melambai singkat, tangannya sudah siap untuk memakai helm.
            "Kamu ngapain disini?" Katanya sambil membuka kaca mata hitamnya.
            "Makan siang." Jawab Patra singkat, sekarang helm itu sudah menutupi seluruh kepalanya.
            "Eh, itu siapa yang sama kamu?" Tanyanya lagi sambil menunjukku dengan keligkingnya. Sebelum gadis itu menambah ruam suasana hatiku saat ini aku sudah naik ke motor dan Patra sudah siap pergi dari tempat itu.
            "Temen. Duluan ya." Kata Patra datar. Sepertinya dia kenal dengan gadis itu, tapi dari cara bicaranya sepertinya Patra tidak senang dengannya.
            "He.. Heii.. Patra! Tunggu dulu, mau kemana? Patra!"
Patra memacu motornya secepat mungkin keluar halaman restoran gadis itu hanya bengong melihat kami berlalu pergi. Sepertinya dia kaget, karena pria tampan yang dia ajak bicara pergi dengan teman perempuannya begitu saja.
                                                                       ***  
            Di jalan aku hanya diam sambil menikmati pemandangan ke arah rumahku. Patra juga diam sejak meninggalkan restoran tadi, ia masih fokus memperhatikan jalan.
            "Tadi namanya Shevi." Ujar Patra refleks. Sepertinya dia berusaha mencairkan suasana. Aku masih diam mendengarkan.
            "Dia anak temen bisnisnya Papa." Lanjutnya.
            "Tadi dia gak apa-apa ditinggal gitu aja?" Tanyaku.
            "Biarin aja." Katanya. Aku hanya meng-oh kan ucapannya.
            "Kenapa?"
            "Gapapa sih...Aku gak suka dia." Mendengar itu otakku langsung berpikir kalau maksud dari perkataan Patra itu karena dia tidak ingin aku beranggapan bahwa ada hubungan antara Patra dan gadis itu.
            "Truss.. Sukanya sama siapa?" Aku menggodanya dengan pertanyaan yang selalu terlintas di benakku.
            Sekilas ia melirikku kemudian terkekeh "Hmm.. Siapa yaa? Mau tau aja apa mau tau banget.."
            "Iihh..." Aku memukul punggungnya pelan. Kami tertawa bersama selama sisa perjalanan. Entahlah, seakan jalan dari sekolah ke rumahku bagaikan Jakarta-Bogor yang saking jauhnya hampir setengah jam lebih setelah pulang sekolah, aku baru sampai rumah. 
Dan di sisi lain aku berpikir masih punya kesempatan untuk mendapatkan hatinya. Hehe...
            "Oh iya Na, besok boleh gak aku nganterin kamu pulang lagi?" Tanyanya.
            Aku tersenyum senang "Iya."
Beberapa menit selanjutnya kami tidak berkata-kata lagi, hanya menikmati hembusan angin yang dari tadi membuat rambutku melayang-layang. Huuh... Rasanya ingin bilang pada seluruh dunia kalau hari ini aku dianterin pulang oleh orang yang paling aku sukai, rasanya seperti mimpi. Entahlah, tapi aku ingin terus seperti ini...
                                                                       ***  
            "Makasih ya, Patra." Aku turun dari motor saat Patra berhenti tepat di depan rumah besar tepat di tepi jalan. Itu bukan pedesaan, hanya sebuah rumah diantara hamparan sawah yang luas.
            "Sama-sama Na, besok lagi jangan jalan sendirian ya." Kata Patra sambil melemparkan senyum manis itu padaku. Ah, ku harap ia tidak tertawa lagi saat melihat pipiku yang mulai memerah.
            "Iyaudah, duluan ya Na.." Aku membalas senyumnya sambil sedikit melambaikan tangan, melihatnya menghilang perlahan, lalu langsung masuk ke rumah.
             Di depan pintu dua sahabat karirku sudah stand by sambil senyum-senyum mengedipkan mata.
            "Apaan sih?" Kataku dengan tatapan sinis.
            "Ekhemm.." Rupanya Citra masih ingin menggodaku.
            "Udah ngaku aja Na.. Kita liat kok dari jendela.." Sahut Shasha menimpali.
Oke, mereka tau, mereka liat. Saat itu aku tak bisa mengelak lagi, sesaat aku menghembuskan napas dan mulai memeluk kedua manusia iseng ini.

Book SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang